Kontroversi BUMN Isinya Pensiunan Semua

Wawancara Eksklusif Dirut PANN

Kontroversi BUMN Isinya Pensiunan Semua

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Selasa, 25 Feb 2020 06:24 WIB
pt pann
Direktur Utama PT PANN Herry S Soewandy. Foto: Sylke Febrina Laucereno/detikcom
Jakarta -

Nama PT PANN tiba-tiba ramai diperbincangkan sejak muncul dalam daftar penerima penyertaan modal negara (PMN) tahun 2020. Hal ini karena, PANN yang tidak pernah muncul ke permukaan, namun mendapatkan PMN dalam jumlah yang besar yakni sekitar Rp 3,8 triliun.

Selain itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga sempat bercanda jika ia tidak mengetahui ada BUMN bernama PT PANN. Kemudian Menteri BUMN Erick Thohir menyebut jika perusahaan ini menjalankan usaha tidak sesuai core bisnis dan hanya memiliki 7 orang pegawai.

Bagaimana sebenarnya? Berikut wawancara detikcom dengan Direktur Utama PT PANN Herry S Soewandy.

Ramai dibicarakan di DPR karena memiliki pegawai sedikit, bagaimana sebenarnya sejarah PT PANN?
Jadi PANN didirikan 1974 berdasarkan PP no 18 di mana kepemilikan modalnya 93% itu pemerintah dan 7% kurang lebih itu adalah PT Bank Mandiri Persero dulu Bapindo karena Bank Pembangunan yang biaya infrastruktur. Modal dasarnya Rp 180 miliar. Modal disetornya Rp 45 miliar.

PANN didirikan itu memang sebagai wadah pemerintah untuk mengembangkan sektor kemaritiman Indonesia. Nah di dalam perjalanannya PANN itu memperoleh pinjaman RDI pinjaman RDI itu diberikan kepada PANN untuk pengadaan kapal. Jadi kapal-kapal baru itu dibuat jadi kurang lebih 13-14 galangan kapal nasional. Termasuk PAL, BKB, DPS, PT IKI, semua nasional.

Di era 1974 sampai 1994 itu PANN sudah membangun 74 kapal yang ukurannya 3.000-6.000 DWT. Kapal ini setelah dibangun itu dileasingkan. Artinya perusahaan pelayaran itu minta pembiayaan kapal dengan cara dicicil. Cuma bedanya dengan bank, bank biayai kapal. Banknya langsung atas nama pemilik, kalau leasing itu sewa saja tapi sewanya masuk angsuran. Kalau sewanya habis itu jadi milik pembeli.

Kalau bank langsung biayai nggak mau tahu dari awal jadi hak milik, kalau kami disewa kalau lunas kapal itu itu jadi opsi milik operator atau nasabah. Selama belum lunas ini, pemeliharaannya itu masuk kami. Pengawasannya monitoring untuk docking segala macam masuk kami. Insya allah kapal kami aman.

Makanya kami tidak meminta jaminan tambahan seperti bank ya. Kalau bank kan ada jaminannya. Jadi 74 kapal dibangun di samping itu tahun 1994 PANN banyak beli kapal bekas kurang lebih ya sekitar 108 ya 304 kapal bekas yang kami beli dan disewakan.

Ke mana saja kapal tersebut disewakan?
Sewanya ke Samudera Indonesia, PELNI, BUMN juga ada yang sewa ASDP itu kapal bekas semua. Kapal jenis kargo curah kering itu umumnya ke swasta sekarang perusahaan pelayaran itu Tanto, Spill, Meratus, Samudera Indonesia semua berkembang besar setelah berkembang mereka tidak dapat pembiayaan dari kita lagi dan dapat dari luar.

Sampai 1994 itu PANN berjaya dalam artian bisa mengembangkan sektor kemaritiman nasional dan mengangkat harkat dan pengembangan pelayaran nasional di Indonesia lihat saja sampai gede seperti sekarang.

Tahun 1994 itu dimulai PANN diubah jadi multifinance oleh pemerintah. Memang leasingnya khusus pembiayaan kapal, tahun 1991 itu diubah jadi multifinance tampaknya pemerintah sudah melirik untuk menempatkan proyek di PT PANN, kalau tadi semua dana RDI tahun 1994-1995 itu ada dua proyek pemerintah yang murni ditugaskan oleh pemerintah,

Kenapa murni?
Karena PANN hanya ditunjuk sebagai executing agency, artinya pelaksana untuk menjalankan program pemerintah antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Jerman. Dengan pinjaman dari luar negeri G to G dari Pemerintah Jerman ke pemerintah Indonesia kepada PANN, tidak langsung.

Ini dalam bentuk 10 pesawat, waktu itu program ini dicanangkan sebagai program jetisasi pertama di Indonesia tahun 1994-1995 itu. 1995 itu eksekusinya ya. Nah pesawat itu boeing 737-200 ex Lufthansa. Itu pesawat jet bagus lah waktu itu.

Nah 10 unit pesawat, 10 unit ini kalau lihat dokumennya diperuntukkan untuk Garuda Indonesia. Tapi ternyata waktu pesawatnya masuk itu sudah berumur 10 tahun, semuanya sudah sampai ke Indonesia. Garuda kayaknya enggan, menolak ya akhirnya pemerintah menempatkan lah 3 di Bouraq, 3 di Merpati, 2 di Mandala dan 2 di Sempati semua perusahaan penerbangan nasional, Garuda nggak jadi.

Bagaimana pemilihan maskapai untuk pesawat tersebut?
Saya tidak tahu persis, dalam dokumennya sudah ada seperti itu. Empat perusahaan itu dapat 10 pesawat dalam perjalanannya pesawat-pesawat itu banyak yang tidak terpakai karena bukan soal umur juga.

Pesawat itu kan seperti metro mini, kalau tidak ada trayeknya buat apa? Mau dipakai jalan-jalan? Kan enggak. Pesawat ini saya nggak tahu waktu itu trayeknya jelas atau tidak. Jadi 4 perusahaan itu gagal dan bangkrut. Tinggal Merpati yang di PKPU.

Jadi tidak ada yang bayar padahal PANN harus menanggung ke pemerintah, PANN harus tetap bayar, tapi mereka tidak bayar ke PT PANN. Ini yang mengeruk likuiditas PANN banyak karena harus bayar dan tidak ada hasilnya.

Pesawat itu yang punya Merpati ada 3 di Surabaya, tetapi sudah tidak layak terbang. Coba bayangkan 1994 sudah 10 tahun, sekarang 36 tahun pesawat itu.

Ya bisa sampai 20-25 tahun sih usia pesawatnya, kalau 30an tahun kan tidak bisa juga. Sekarang 3 unit di hanggar Merpati di Surabaya, 3 di Cengkareng sini 2 di PT Dirgantara Indonesia dan 2 nya punya Mandala kan Crash jatuh waktu di Medan sana yang termasuk Gubernur Sumatera Utara meninggal ada di pesawat itu.

Yang satunya crash landing di Malang, patah. Jadi tinggal 8 itu dalam kondisi rongsok lah. Karena kefungsiannya sudah tidak bagus lagi tidak layak terbang.

Itu proyek yang pertama. Jadi pinjaman itu, kita tidak terima dalam bentuk uang langsung dalam bentuk pesawat. Pesawatnya kami nggak pernah lihat awalnya. Kami hanya perjanjiannya pemerintah Jerman dan Indonesia. Jadi nggak ada uangnya, itu yang menggerus PT PANN.

Berapa nilai pinjaman berbentuk pesawat itu saat perjanjian?
US$ 99 juta tahun 1994, itu besar sekali. Waktu itu memang kurs masih Rp 4.000an ya sekarang dikali Rp 14.000. Padahal kita sudah membayar kepada pemerintah untuk kedua pinjaman, nanti saya ceritakan untuk kapal itu US$ 34,6 juta.

Itu yang menggerus likuiditas PANN kan kita tidak terima dari para penggunanya, di tahun yang sama kita ditugaskan untuk menjalankan atau dibebani program tanggung jawab pemerintah G to G pemerintah Indonesia dan Spanyol dalam bentuk pinjaman luar negeri ke pemerintah Indonesia dan ke PT PANN.

Seperti layaknya usaha PT PANN kalau kapal ini sudah jadi dileasingkan. Kami juga tidak menerima uang tunai, kami terima 31 unit shipset, 31 unit kapal ikan.

Memang sih sama sama kapal, tapi PANN tidak punya kompetensi di kapal ikan. Kami kan di kapal kargo, kapal curah atau kapal niaga bukan kapal ikan. Karena ini program pemerintah, satu satunya perusahaan pemerintah yang merupakan lembaga pembiayaan saat itu adalah PANN.

Itu tadi kenapa dibikin multifinance. Nah 31 unit shipset itu, dibuat di sana dirakit di sini tidak ada produksi di sini. 31 unit shipset satu kapal itu sudah lengkap masuk di sini dirakit di galangan PT Industri Kapal Indonesia (IKI) di Makassar. Dari 31 unit itu pinjamannya juga kita tanggung jawab, nah kalau sudah jadi kita mesti leasingkan kepada perusahaan-perusahaan nelayan.

Dari 31 unit shipset ini itu yang jadi dirakit, cuma 14 unit.

Kenapa sisanya tidak jadi dirakit?
Menurut PT IKI sih bukan komponen yang tidak lengkap, kan itu 1994-1995 ya. Itu 14 tahap pertama dirakit, tahap kedua setelah 1997-1998 kan krisis semua suku cadang naik harganya, krisis dolar sampai Rp 16.000 nah itu sampai IKI tidak mampu untuk merakit kapal itu lagi.

Padahal IKI juga dapat pinjaman US$ 12,6 juta untuk merakit kapal itu. Jadi kami diminta untuk pinjaman US$ 182 juta untuk 31 unit shipset. IKI US$ 12,6 juta untuk merakit.

Kita tidak terima uang sama sekali, tapi BPPT US$ 5 juta mendapatkan dari pemerintah untuk transfer teknologinya. Jadi untuk proyek ini yang koordinasi jadi ada 3 pihak yang ditunjuk langsung oleh pemerintah.

Karena waktu itu kan masih pak Habibie. Jadi dari 31 itu cuma 14 yang jadi dan sampai saat ini bahan-bahannya masih ada tapi kalau mau dijadikan lagi mungkin sudah tidak layak lagi, karena sudah sedemikian lama. Dan yang 14 yang jadi itu gagal kami jual, karena semua baik pesawat maupun kapal ini semua harganya ditetapkan oleh pemerintah, angsurannya ditetapkan oleh pemerintah.

Jadi, sebagai contoh saja waktu pesawat leasingnya masing-masing perusahaan waktu itu dari dokumentasinya mereka cuma mampu bayar US$ 22.500 per bulan nah pemerintah tetapkan US$ 45.000 hampir dua kali lipat.

Untuk kapal, itu kurang lebih menurut PT IKI bisa dijual dengan nilai kurang lebih U$ 5,6 juta per kapal. Padahal kalau dibandingkan dengan kapal yang dibuat itu seperempatnya. Paling mahal sepertiganya jadi tidak ada yang mau, gagal lah terjual.

Disewakan pun tidak ada yang mau, karena harga sewanya terlalu tinggi dengan harga kapal yang terlalu tinggi kami tidak punya kontribusi apa-apa karena penetapannya oleh pemerintah. Kalau sekarang kita bisa menolak karena tidak kompetitif di pasar.

Jadi kegagalan dua proyek itu US$ 182 juta ditambah US$ 99 juta. Itulah utang PANN kepada pemerintah.

Lanjut ke halaman berikutnya


Harus dibayar sampai sekarang?
Iya, tahun 2006 PANN mengajukan usulan kepada Kementerian Keuangan untuk stop jalan bunga, karena kami tidak bisa lanjut pembayaran. Jadi bayar pokoknya saja.

Nah di kondisi tahun 2006 saja, dengan menggunakan kurs Rp 9.020 itu kedua proyek ini membawa utang kepada PANN Rp 4,1 triliun. Nah jumlah ini dengan modal yang saya ceritakan itu tadi, modalnya PANN negatif hampir Rp 3 triliun.

Itulah kerugian PANN, pinjaman yang tidak dibayar, tagihan kepada Merpati Bouraq, Mandala tidak terbayar. Kapal juga tidak berhasil diselesaikan. Sejak saat itu PANN hampir tidak pernah terdengar di pasar.

Makanya kalau generasi-generasi sekarang ini, generasi di atas ini juga tidak akan dengar PANN lagi. Karena operasinya tinggal menyelesaikan leasing yang lama utang RDI itu. Sedangkan utang SLA sudah nggak bisa dibayar sejak 2004.

Di dalam era 1994 ke 2006 sampai moratorium PANN kami nggak bisa bayar lagi. Karena PANN sudah multifinance, ada pengusaha hotel minta pembiayaan dalam bentuk sales and leaseback. Saya contohkan salah satunya di hotel Bandung.

Namanya Garden Permata Hotel, itu hotel adalah milik ada keluarga kaya di Bandung dia bangung hotel, hotelnya mewah dan bagus. Tapi dia kelola secara syariah, nama hotelnya dulu Hasanah. Tau kan kalau hotel sudah syariah harus minta bawa dokumen pernikahan.

Bagaimana bisa jadi membiayai hotel?
Pengusaha kaya itu membuat induk hotelnya dia butuh biaya penambahan side wing dan back wing dia minta pembiayaan ke hotel. Tetapi seluruh hotel ini dijaminkan ke PANN artinya bahwa hotel ini dia jual ke PT PANN habis itu dia leasing kembali, dia sewa kembali. Kalau sudah bayar semua sewanya ditakeover oleh mereka jadi hotelnya mereka kembali.

Jadi, diberikan pembiayaan kepada hotel itu. Waktu itu US$ 12 juta waktu itu kursnya masih Rp 6.000 ya sekitar Rp 82 miliar itu tahun 1996. Sekarang hotel itu nilainya Rp 400an miliar. Jadi kalau mau dibilang untung kalau dijual ya untung kita.

Lalu saat itu mereka gagal bayar?
Kita biayai mereka secara leasing, ternyata mereka gagal. Dan hotel itu ditarik. Karena dijaminkan kepada PANN kan. Nah sekarang lihat apa yang orang-orang bilang. Bahwa PANN bisnis punya anak usaha hotel, padahal tidak begitu.

Itu barang dagangan, barang sitaan, barang tarikan yang masih operasional. Artinya sekarang begini, kalau contoh leasing motor ada yang tidak bayar dan saya tarik kan, itu barang dagangan harus dijual, untuk kembalikan yang digunakan untuk membiayai.

Jadi bukan saya miliki anak perusahaan dan saya sengaja berbisnis hotel. Beda dengan misalnya kalau perusahaan lain memang sengaja invest untuk membuat hotel. Kalau kami tidak, kami membiayai pembuatan hotel tambahannya, tapi milik orang lain karena dia gagal, kita yang tarik. Lihat, jauh bedanya kan.

Meski hotel sudah ditarik tapi terbengkalai. Artinya jalan sekadarnya aja gitu. Nah ada tiga hotel sebenarnya. Satu di Bandung Garden Permata Hotel dan kedua di Surabaya Grand Surabaya di jalan Pemuda, ketiga di Hotel Nagoya Batam.

Di Batam ini sempat dijual waktu itu, untuk mengembalikan recovery atas pembiayaanya PAN, ini belum sempat terjual. Harusnya dijual juga saat itu mengembalikan PANN.

Untuk mengatasi masalah keuangan, apakah dulu PANN pernah dijanjikan penambahan modal oleh pemerintah?
Waktu itu PANN dijanjikan disuntik modal Rp 500 miliar tahun 1994-1995 ada dokumen dan suratnya menteri pada saat itu.

Itu tidak pernah kejadian, suntikan modal itu. Sehingga PANN terpuruk lah. Setelah kedua proyek itu. Sampai 2006 itu PANN moratorium terhadap pinjaman luar negeri tadi. Di situ PANN mengurus gimana caranya untuk memulihkan kembali.

Karena proyek dari tahun 74 kan banyak ada sampai 200an kapal. Sekarang tinggal menagih aja, untuk pembiayaan baru sangat kecil, karena tidak cukup modal karena sudah tergerus. Apalagi waktu pembuatan kapal itu, eskalasi harganya tinggi sekali waktu krisis 1997-1998 itu.

Waktu itu, yang menggerus modal PANN juga karena eskalasinya harusnya PANN tidak keluarin uang, karena belum dapat Rp 500 miliar itu, mau gimana, instruksinya seperti itu, ya harus jadi. PANN terpuruk, pengembangan bisnis sudah tidak bisa seperti dulu bangun kapal, leasing kapal, biayai perusahaan yang besar dan sampai 2009 itu PANN mencoba karena tidak mungkin lagi memperoleh pinjaman dari pemerintah.

Apa PANN pernah mengambil pinjaman dari tempat lain?
PANN pernah ambil pinjaman komersial dari bank, jalan sih ekspansinya itu tapi tidak cukup banyak. Pinjaman dari bank kan mahal. Nah itu tidak seberapa jalan karena selain bunga mahal, jangka waktu pinjaman itu pendek hanya 5 tahun.

Kalau RDI atau SLA 20-30 tahun. Apa bedanya jangka pendek dan panjang? Kalau jangka panjang 74 itu RDI pinjaman 25-30 tahun nah kepada nasabah pun bisa diberikan pinjaman 10-15 tahun. Kan artinya angsuran leasingnya kan kecil, semakin panjang waktu, semakin kecil angsurannya kan.

Inilah yang kira-kira membuat PANN tidak berkutik lagi, meskipun sudah bisa dapat funding dari bank. Karena rata-rata pinjaman ke bank itu adalah 5 tahun, sedangkan pembiayaan kapal 7-10 tahun ke atas. Jadi kalau sudah jatuh tempo bank nya terpaksa harus cari pinjaman lain untuk menutup pinjaman yang sudah ada.

Kalau itu harus dijual ya PANN harus menanggung, bisa-bisa macet kalau tidak ditanggung likuiditas PANN.

PANN sejak 2006 jalankan bisnis tidak terlalu ekspansif. Kita sampai pada 2012, sebenarnya diajukan sejak 2008 untuk restrukturisasi PANN. Baru disetujui restrukturisasi pada 2012.

Ke Kemenkeu atau BUMN?
Ke BUMN hanya restrukturisasi kan Nah diputuskan oleh pemegang saham menteri BUMN, PANN disetujui restrukturisasi dengan cara dua model. Yang pertama, restrukturisasi SLA, pinjaman pemerintah tadi 1994 yang dua pinjaman.

Itu PANN sebagai holding bertanggung jawab untuk memulihkan atau restrukturisasi pinjaman ini. Artinya ini harus direstrukturisasi. Jadi PANN sejak 2012, itu yang dikerjakan hanya satu yaitu restrukturisasi utang SLA itu pertama.

Kedua, restrukturisasi usaha. Aset-aset PANN artinya misalnya tagihan kepada ini, kepada ini. Leasing kecuali dua program ini dispin off ke anak usaha PT PANN Pembiayaan Maritim dia yang ambil alih fungsi dari PT PANN kemudian leasing PANN dicabut sejak 2012 izin pembiayaanya dan ini diberikan pembiayaan baru. Dialah yang menjalankan fungsi pembiayaan maritim yang pernah dilakukan PANN.

Bagaimana dengan jumlah pegawai PANN yang disebut hanya 7 orang?
PANN kan sekarang restrukturisasi SLA, nah pegawai itu sebelum kami restrukturisasi dan spinoff jumlahnya kurang lebih 30an dan itu sudah banyak yang mau pensiun ya saya tidak perlu ganti, dari mana saya bayarnya?

Sebagian pensiun sebagian minta pensiun dini, udah saya lepas aja. Daripada PANN menanggung beban, fungsinya hanya satu restrukturisasi SLA kan nah di sini yang jalan bisnisnya.

Jumlahnya 7 dengan saya (pegawai tetap), 12 outsourcing dan 3 kontrak. Itu kebijakan saya, kalau saya ambil pegawai tetap costnya tinggi ke asuransi, BPJS ketenagakerjaan itu biayanya tinggi. Kalau kontrak kan tidak terbebani itu. Kalau misalnya saya jadi besar ya saya mau sejahterakan pegawai nambah lagi sesuai kepentingannya.

Kalau PMN Rp 3,8 triliuan itu untuk bayar gaji apa benar?
Memang ada juga yang bilang disuntik Rp 3,8 triliun pegawai hanya 7, padahal kan itu tidak ada apa - apa hanya ganti buku saja.

Bagaimana proses restrukturisasinya?
Nah, PANN sejak 2012 mengajukan segala macam cara untuk restrukturisasi utang SLA kita menggunakan PMK nomor 17. Waktu itu kita usulkan pokok utang dijadikan modal, sedangkan bunga dan denda bunganya itu dicicil. Kita juga ajukan terus financial due diligence, legal due diligence dibuat kajian bisnis, rencana jangka panjang semuanya diminta dari tahun ke tahun dari 2012 sampai tahun 2017.

Kenapa sampai 2017, karena PMK 17 itu bunganya harus dicicil, sekarang kita lihat kalau dicicil. Bunganya pada saat kita ambil kursnya Rp 14.000 waktu itu kalau bunganya dicicil harus mencicil kurang lebih Rp 2,7 triliun untuk cicil itu dari mana bisnis PANN yang sudah kedodoran. Padahal di PMK 17 cicilan maksimum 20 tahun.

Tahun 2017 akhir keluar PMK nomor 13, yang pada prinsipnya ada perubahan dan potensi buat PANN restrukturisasi PAN berhasil. PMK 17 itu bilang pokok bisa dijadikan modal, bunga dan denda bunga bisa dihapuskan. Ini memungkinkan buat PANN karena kalau mau dicicil itu seperti yang saya bilang tadi 20 tahun ngga mungkin Rp 2,7 triliun dicicil.

Makanya PMK 13 yang memungkinkan PANN kembali semuanya, alhamdulillah 2019 kami dapat surat dari Menteri Keuangan menyetujui pokok pinjaman, tapi dia pakai dolar As, kenapa? karena ketentuan lain lagi bahwa besarnya rupiah yang harus dibayar itu ditentukan kursnya saat terjadinya pembayaran. Artinya kalau ini dikonversi, PMN itu kan ada 2 ada cash dan non cash, kita dapat non cash.

Bagaimana skema yang digunakan?
Kalau non cash itu, Pinjaman SLA PT PANN itu kalau dirupiahkan menjadi pokoknya kurang lebih Rp 3,8 triliun. Bunganya kurang lebih Rp 2,8 triliun. Sudah naik sejak 2006 kan, karena ini buku nya dalam bentuk dolar AS terus. Kita belum bisa merupiahkan, kalaupun bisa kita akan membukukan kerugian. Saat bayar rupiahnya itu Rp 6,6 triliun pokoknya Rp 3,8 triliun dan bunga Rp 2,8 triliun.

Itu sudah disetujui DPR pokoknya Rp 3,8 triliun dan masuk postur APBN. Artinya sudah disetujui dan masuk undang-undang APBN 2020. Nah kalau tadi kita buku pokoknya itu di pinjaman kalau nanti keluar PPnya sudah disetujui DPR dan presiden itu, ini nanti bukan di buku. Tapi di buku modal. Jadi tidak ada uang sepeserpun kita terima.

Jadi orang DPR yang bilang bahwa, nanti uangnya dipakai gaji. Mana uangnya?. Karena itu hanya konversi sebenarnya. Jadi penyertaan dijadikan modal. Secara buku saja. Dari mana kita mau bayar, orang kita tadi cerita tak ada uang.

Non pokok, bunga dan denda dihapuskan. Dihapuskan itu disetujui DPR dan ditetapkan oleh presiden. Karena ini PP bentuknya modal, ini dihapus nanti kan hilang. Sudah disetujui DPR melalui laporan singkat di komisi VI. Tapi komisi VI kan ganti, banyak yang nggak tau lagi. Yang lalu sudah masuk paparan singkat dan masuk APBN. Sebagai catatan ini kan tidak ganggu APBN.

Yang tercatat modal pemerintah di PANN itu adalah pokoknya. Baik konversi modalnya maupun penghapusannya tidak ada uang sepeserpun.

Jadi apa bedanya PANN setelah mendapatkan PMN kan?
Bedanya hanya tadinya rugi Rp 4,1 triliun dan modalnya minus Rp 3,8 triliun nanti jadi positif, kalau sudah plus PANN sudah layak lagi pinjam ke bank, ke kreditur atau siapapun yang tertarik ke PT PANN, karena sudah tidak minus lagi. Karena kalau bank biayai perusahaan minus itu bisa pidana. Ya siapa yang mau biayai.

Jadi konversi SLA atau pinjaman pemerintah ini menjadi modal. Semata-mata adalah memperbaiki buku dan kredibilitasnya PANN yang sudah tidak bisa jalankan bisnis lagi. Karena pemerintah yang menetapkan proyeknya di sini sehingga rugi.

Kalau PANN nya sih sudah, ini perusahaan pemerintah. Mau ditutup, mau dilanjutkan, ya monggo. Tidak ada kepentingan direksi, pengurus atau pegawai di sini. Cuma kalau mau ditutup satu pertanyaanya, siapa yang akan hapus utang PANN di Kemenkeu.

Jadi monggo aja kan itu ranah dan kewenangan pemegang saham, apakah mau ditutup atau dimerger atau itukan terserah pemegang saham. Karena mereka punya kewenangan.

Tugas saya di sini masuk 2015 itu restrukurisasi PANN, ya saya restrukturisasi. Kalau dibilang saya bisnis hotel, saya nggak berbisnis. Saya hanya ada barang dagangan itu karena belum dijual, ada hasilnya itu yang saya pakai buat perusahaan, pemerintah mau kasih saya uang?

Gedung ini lantai 6 saya sewain buat gaji teman-teman. Lalu bagaimana saya mau tarik pegawai banyak biar gagah, kalau saya tidak punya penghasilan ya mending saya 7 orang, tugas saya selesai restrukturisasi. Kalau modal sudah positif utangnya sudah tidak ada monggo pemegang saham mau tunjuk PANN berbisnis apa, silakan. Saya sudah selesai, tugas restrukturisasi selesai kan kembali ke pemegang saham mau diapain kan monggo saja.

Lanjut ke halaman berikutnya

DPR menyebut PANN tiba-tiba muncul dan minta PMN. Sebenarnya mengajukan PMN sejak kapan?
PMN itu sudah kami ajukan sejak restrukturisasi 2012. Tiap tahun sebenarnya diajukan, kan tidak ada pemberitahuannya. Kami ajukan ke pemegang saham dan dilanjutkan ke Kemenkeu sebagai ultimate ownernya. Kemenkeu kan yang punya modal, BUMN hanya sebagai wakilnya kan.

Sudah disetujui Kemenkeu, dari tahun ke tahun kita lengkapi kekurangan sampai akhirnya PMN disetujui 2019.

Bagaimana soal PANN yang disebut diisi oleh pensiunan?
Jadi tadi seperti yang saya ceritakan sejak 2012 PANN punya anak perusahaan. Sejak PANN sendiri sebagai holding bisnis diambil alih anak usaha. Saya sendiri tidak mengerti dengan informasi yang dimaksud pensiunan, saya tidak berani judge seperti itu. Mungkin begini ada 1-2 orang yang dihire dari luar tapi kalau saya melihat orang dan umurnya bukan umur pensiunan. Memang dia dihire ditarik ke situ. Kalau yang dimaksud pensiunan adalah dia pernah bekerja di sana kemudian dia bekerja bagaimana dibilang pensiun, dia di sini prohire. Kalau pensiun di sana dia pensiun, bukan pensiunan yang ditarik.

Kalau pensiunan ditarik, dia kerja di satu perusahaan kemudian umurnya capai pensiun kemudian dihire. Tidak ada seperti itu. Tapi kalau ada orang pernah kerja di BNI, di BPKP itu ada. Apakah itu yang dimaksud dengan pensiunan? Saya nggak tahu.

Kalau PANN menggemukan diri, apa itu orang dia juga setengah mati mencari funding. Justru sebagai pemegang saham anak usaha harus selalu wanti wanti agar lebih efisien. Kan yang dipanggil ini PANN nya yang selalu dikaitkan dengan PMN kan cuma PANN kalau dia anak usaha masih 30an lah, dia turun dari 40an karena bisnisnya tidak seperti dulu. Untuk apa banyak-banyak kalau kapasitasnya sudah cukup.

Dari mana informasinya saya tidak tahu. Saya tidak ada di tahun 1974, tapi saya baca semuanya. Karena saya tidak mau gegabah kalau ada yang tanya.



Simak Video "Video Tanggapan Pimpinan MPR Soal UU BUMN Baru: Bukan Berarti Kebal Hukum"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads