Sejumlah titik di Jakarta dan Bekasi pagi tadi terendam banjir, termasuk di Istana Kepresidenan. Direktur Jenderal Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Penguasaan Tanah Budi Situmorang menyebut hal ini terjadi akibat kepadatan pembangunan Jakarta dan kurangnya pemanfaatan tata ruang dari hulu ke hilir.
"Sebenarnya dari dulu sudah banjir, biasanya kita escape close-nya kan 40% daerah Jakarta itu di bawah air, kalau pergi ke Priok itu di atas dia ada tanggul aja kan gitu, itu satu faktanya," ujar Budi ditemui detikcom, di Kantor Kemen ATR/BPN, Selasa (25/2/2020).
Budi menuturkan akibat kepadatan bangunan tersebut banyak resapan air jadi tertutup hingga membuat beberapa ruas titik di wilayah tertentu tergenang banjir karena terus diguyur hujan deras.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kemudian yang kemarin hujannya emang deras tapi resapan tertutup oleh bangunan bangunan, jadi drainase kan nggak jalan," imbuhnya.
Maka dari itu, dia menilai kondisi ini perlu diperbaiki dengan pemanfaatan tata ruang mulai dari hulu ke hilir. Salah satu pembenahan yang perlu dilakukannya adalah dengan melakukan audit penataan kembali kawasan hijau untuk serapan air.
"Kita Kementerian ATR/BPN tahun ini lagi mengaudit semua dari hulu sampai ke hilir, ini rencana kita mau menanam kembali, karena villa-villa di sana kan (hulu) besar besar yang dijadikan villa di masyarakat (harusnya) cuman 20% sesuai tata ruang-nya, kalau lebih dari situ kita bongkar," jelasnya.
Budi menjelaskan untuk wilayah Jakarta sendiri jika ada bangunan yang tidak memenuhi hak pembangunan wilayah akan dibongkar. Itu perlu dilakukan mengantisipasi penanggulangan bencana.
"Pemulihan Jakarta nanti kita identifikasi lokasi-lokasinya, ada tempat yang akan kita bongkar. (termasuk bangunan yg tidak memenuhi hak) Ya, karena sesuai dengan UU 24 tahun 2007 uu bencana, pemerintah bisa mencabut hak kalau untuk penanggulangan bencana," pungkasnya.
(prf/ara)