"Daerah-daerah resapan sudah mulai tertutup oleh bangunan, drainase juga tidak jalan," ujar Dirjen Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Penguasaan Tanah Kementerian ATR/BPN Budi Situmorang ditemui di Gedung Kementerian ATR/BPN, Jakarta, Selasa (25/2/2020).
Salah satu daerah resapan yang menjadi sorotan adalah Kawasan Puncak Bogor. Tanah di kawasan ini kini sudah banyak dipakai untuk membangun vila. Untuk itu, Kementerian ATR/BPN bertekad untuk mengembalikan fungsi lahan di sana menjadi daerah resapan air, dengan cara memperbanyak penanam pohon di wilayah tersebut.
Menurut Budi, di kawasan tersebut sebenarnya pembangunan bangunan komersil hanya diberi jatah sebesar 20% lahan, akan tetapi kenyataannya jumlah bangunan di kawasan itu kebanyakan telah melebih jatah tersebut. Maka selain opsi membongkar bangunan, pemerintah akan menuntut pemilik bangunan untuk menanam lebih banyak pohon di lahan kosong yang mereka miliki.
Demikian pula dengan bangunan-bangunan di Jakarta. Untuk bangunan-bangunan yang tidak memiliki hak milik yang jelas, akan dibongkar agar dapat dialihfungsikan sebagai kawasan serapan air.
"Iya (bakal dibongkar) sesuai Undang-Undang nomor 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana. Pemerintah bisa mencabut hak kalau untuk penyelenggaraan bencana," tutupnya.
Sebagaimana pada pasal 32 ayat 1 dan 2 UU 24 Tahun 2007, dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, Pemerintah dapat:
a. menetapkan daerah rawan bencana menjadi daerah terlarang untuk pemukiman;dan/atau
b. mencabut atau mengurangi sebagian atau seluruh hak kepemilikan setiap orang atas suatu benda sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan.
Setiap orang yang hak kepemilikannya dicabut atau dikurangi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berhak mendapat ganti rugi sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan.
(ang/ang)