Mantan Menkeu Bicara Virus Corona dan Imbasnya ke Perekonomian

Mantan Menkeu Bicara Virus Corona dan Imbasnya ke Perekonomian

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Kamis, 05 Mar 2020 11:15 WIB
Situasi KRL jurusan depok sejak ada corona
Foto: Reyhan/detikHealth
Jakarta -

Mantan Menteri Keuangan Fuad Bawazier bicara mengenai serangan virus corona ke Indonesia. Selama virus corona merebak, Fuad mengatakan pemerintah pusat terlalu jumawa Indonesia akan terbebas corona.

Menurutnya tidak ada alasan Indonesia kebal virus corona. Apalagi, China cukup intens berhubungan dengan Indonesia.

"Tidak ada alasan Indonesia kebal virus corona, sebab negara-negara di atas wilayah Indonesia seperti Singapore, Malaysia, Thailand, Vietnam dan lain-lain maupun Australia yang secara geografis berada di bawah Indonesia, sudah mengumumkan pasien virus corona secara cukup mendetil," ungkap Fuad lewat keterangannya, dikutip Kamis (5/3/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Fuad juga menyebut banyaknya ramalan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2020 akan 4,7%. Dengan asumsi bila pertumbuhan ekonomi Cina turun dengan 1%, maka ekonomi Indonesia akan turun 0,3%.

"Jadi dari 5% menjadi 4,7%. Amin ya Robbalalamin bila itu betul. Kita semua pasti Happy," kata Fuad.

ADVERTISEMENT

Namun, menurutnya banyak yang sangsi terhadap anggapan itu menurutnya justru pertumbuhan ekonomi kemungkinan di bawah 4,7%. Hal ini menjadi tantangan bagi Badan Pusat Statistik dalam mengelola datanya agar kredibel dalam menghitung pertumbuhan ekonomi.

"Tapi saya yakin ekonom domestik dan asing akan kembali tidak mempercayai angka 4,7% itu. Dengan berbagai indikasi dan pendekatan, kemungkinan di bawah 4,7%. Ini akan menjadi tantangan serius bagi BPS agar kredibilitasnya terjaga," ungkap Fuad.

Fuad juga bicara soal krisis ekonomi yang diperkirakan muncul karena virus corona. Dia memprediksi ekonomi Indonesia akan melambat pada kuartal I 2020.

"Pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2020 jelas menurun seperti dikatakan IMF dan Bank Dunia. Ekonomi Indonesia tidak terkecuali mengalami kontraksi. Kuartal IV/2019 kontraksi 1,74% padahal dampak virus corona belum ada; baru ada virus korupsi, dan virus birokrasi yang ribet, lelet dan mahal alias high cost economy. Jadi dapat dipastikan Kuartal I/2020 akan kontraksi lebih besar lagi," kata Fuad.

Fuad mengatakan apabila dua kuartal berturut-turut mengalami pelambatan, ekonomi Indonesia sudah masuk ke dalam resesi. Hal ini akan memicu krisis keuangan, terlebih lagi neraca perdagangan dan transaksi berjalan ikut merosot, begitu juga investasi asing yang kian menurun.

"Karena dua kuartal berturut kontraksi, by definition atau konsensus, dinamakan resesi. Ini akan memacu krisis keuangan yang intinya karena pasokan dolar ke ekonomi Indonesia semakin kedodoran dibandingkan dengan demandnya. Ekspor terus menurun, neraca perdagangan dan transaksi berjalan sama sama defisit," ungkap Fuad.

"Foreign direct investment (FDI) maupun investasi portofolio asing juga cenderung menurun, bahkan sedang terjadi capital outflows," katanya.

Kalau seperti itu, Fuad mengatakan krisis keuangan tahun 2018 akan terjadi, saat itu kurs rupiah ke mata uang dolar AS menyentuh level Rp 15.300. Dia memperkirakan tahun ini akan lebih parah nilainya.

"Kekurangan pasokan dolar ke pasar Indonesia ini akan mengulangi kejadian tahun 2018 waktu kurs rupiah ke US$ mencapai Rp15,300.- karena supply dolar minus US$ 10 Miliar. Sekarang ini potensi kekurangan pasokan dolar utk tahun 2020 diperkirakan melebihi tahun 2018. Thus, kurs rupiah akan tertekan atau terpuruk," kata Fuad.

"Inilah awal krisis keuangan yang akan menyeret atau menggoyahkan pasar modal," lanjutnya.

Fuad menyebut jurus mabuk utang ala Menkeu Sri Mulyani sudah tidak mujarab lagi, sudah tumpul dan berbahaya. Pasalnya, investor asing mulai ragu membeli Surat Utang Negara (SUN). Dengan begitu kurs rupiah akan terpuruk lebih parah. Tapi untungnya bunga dolar diturunkan dan ada pelonggaran dolar oleh pemerintah USA atau The Fed sehingga keperkasaan dolar menurun.

"Investor asing di Indonesia yang akan kabur juga "mengatur" ritme kurs rupiah agar tidak terlalu jatuh, agar mereka tidak terlalu rugi. Tanpa "bantuan" dua faktor ini, kurs rupiah terjungkal parah," kata Fuad.

Menurutnya, selama Januari dan Februari mayoritas SUN dibeli oleh Bank Indonesia (BI), sebesar Rp 70 triliun. Dengan bantuan BI, Fuad menyebut APBN selamat meski defisitnya melampaui target.

"Saya tidak bisa membayangkan bila BI tidak membeli SUN itu. Pastilah terjadi krisis APBN. Begitu juga utangnya. Bisa gagal bayar. Lebih lebih tahun 2020 ini sekitar Rp 426 triliun utang yang jatuh tempo. Maklum utang yang jatuh tempo dibayar dengan utang baru," kata Fuad.

Celakanya lagi Fuad menyebut penerimaan pajak Januari dan Februari 2020 lebih rendah dari periode yang sama tahun 2019. Karena penerimaan pajak turun, belanja APBN juga turun. Januari 2020, belanja APBN 9,1% di bawah belanja Januari 2019. Dari asumsinya, dia menyimpulkan bahwa krisis ekonomi telah terjadi.

"Nah bila sudah nampak ekspor turun, belanja negara turun, investasi asing berpotensi turun, manufakturing menciut dan PHK mencuat, most likely menimbulkan penurunan demand. Berarti memasuki krisis ekonomi melengkapi krisis keuangan," kata Fuad.

Fuad mengatakan bobroknya perekonomian disebabkan beberapa faktor, pertama seberapa buruk dan lamanya penyebaran virus corona di dunia. Meski ada penurunan penularan di China, tapi yang sudah terjangkit bahkan meninggal masih meningkat. Sementara di negara lain virus baru mulai menyerang dan menjatuhkan korban.

Dia juga menyebut kemampuan pemerintah salam menangani virus ini menjadi salah satu faktor. Dia mengatakan pemerintah harus bisa menjaga koordinasi, dan menekan ketakutan serta kepanikan di masyarakat. Di samping itu pemerintah harus memberikan stimulus kebijakan ekonomi untuk tetap memicu jalannya perekonomian.

Fuad juga mengatakan pemerintah harus meninjau kembali penggunaan APBN. Dia meminta agar alokasi yang tidak tepat pada APBN bisa ditekan.

"Bisakah pemerintah mereformasi APBN-nya memperbaiki dan membersihkan dari missed alocation, fat-fat atau lemak-lemak, mark-up, pemborosan dan anggaran fiktif. Reformasi APBN ini amat di perlukan dan kasat mata," kata Fuad.



Simak Video "Video WHO soal Ilmuwan China Temukan Virus Corona Baru Mirip Penyebab Covid-19"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads