Jakarta -
Perbankan nasional mulai khawatir peningkatan kredit macet alias non performing loan (NPL) usai merebaknya wabah virus corona (covid-19). Pasalnya, virus tersebut bisa menyerang debitur perbankan nasional.
Virus corona sendiri telah memberikan dampak pada kinerja perekonomian banyak negara termasuk Indonesia. Virus tersebut sudah melumpuhkan aktivitas produksi manufaktur di China yang notabene banyak diekspor.
Dengan aktivitas yang terhenti, maka berdampak pula bagi industri dalam negeri khususnya debitur para perbankan. Karena usahanya terganggu lantaran bahan baku dari negeri Tirai Bambu tersendat. Sehingga berpotensi meningkatkan NPL.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana mengungkapkan ada banyak faktor yang membuat NPL perbankan meningkat hingga 2,77% per Februari 2020.
"Naik itu karena faktornya banyak, salah satu faktornya kreditnya kan turun," katanya di komplek kantor Bank Indonesia, Jakarta, Kamis (5/3/2020).
Para perbankan nasional pun telah menyiapkan beberapa jurus guna menangkis dampak virus corona terhadap kredit macet perusahaannya.
Seperti PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) menyiapkan skema restrukturisasi dan perpanjangan kredit para debiturnya. Sampai saat ini, kredit macet Bank Mandiri belum terdampak virus corona.
"So far belum ada (dampak penurunan), tapi action sudah harus diambil, restrukturisasi, panjang kredit. Saya yakin belum ada (kredit yang macet tapi kita antisipasi ke sana iya," kata Direktur Utama Bank Mandiri Royke Tumilaar.
Pemerintah sendiri telah memberikan insentif fiskal guna menjaga perekonomian nasional dari serangan wabah corona. Mulai dari insentif pariwisata sebesar Rp 10,3 triliun, kemudahan impor bagi 500 importir bereputasi, dan dari sisi moneter telah diputuskan penurunan suku bunga, dan rasio giro wajib minimum (GWM) valuta asing dari 8% menjadi 4%. Dari sisi OJK, melonggarkan perhitungan kolektibilitas kredit di perbankan.
Dengan insentif fiskal dan moneter itu, Direktur Utama Bank BRI Sunarso optimistis industri perbankan masih tetap tumbuh. Apalagi, perbankan sudah terampil menghadapi situasi ketidakpastian global.
"Situasi seperti ini sudah sering dan kita selalu siap stress testing dan situasi ini sudah sangat diantisipasi. Kita tetap optimis karena melalui kolaborasi dan kebijakan," kata Sunarso.
Tidak hanya itu, demi menangkis virus corona di sektor jasa keuangan, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto meminta kepada seluruh perbankan nasional menurunkan suku bunga kreditnya.
"Pada dasarnya mendengar masukan dari stakeholder CEO perbankan, dan juga menyampaikan terkait prioritas pemerintah dengan stimulus paket pertama dan kedua tentu kebijakan yang diambil BI dan OJK dengan harapan tentu transmisi daripada penurunan suku bunga dari BI bisa dirasakan masyarakat," kata Airlangga.
Dengan penurunan bunga kredit, Airlangga mengatakan kebijakan tersebut berdampak langsung pada sektor riil. Bahkan pemerintah sendiri sudah menurunkan bunga kredit usaha rakyat (KUR) menjadi 6% dengan anggaran Rp 190 triliun.
Sementara itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melonggarkan ketentuan perhitungan kolektibilitas kredit demi menjaga pertumbuhan ekonomi nasional di tengah terjangan virus corona (covid-19). OJK hanya memberlakukan satu pilar saja dari sebelumnya tiga.
Pelonggaran ini merupakan insentif untuk para pelaku jasa keuangan di tanah air. Khususnya bagi debitur yang terdampak covid-19.
Pelonggaran kebijakan kolektibilitas kredit perbankan sendiri menjadi satu pilar yang diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan kredit ke depannya. Awalnya, kolektibilitas kredit ditetapkan tiga pilar, yang terdiri dari ketepatan dalam membayar, prospek usaha debitur, dan kondisi keuangan debitur.
Dewan Komisioner Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana menjelaskan penurunan tingkat kolektibilitas berlaku untuk pinjaman di bawah Rp 10 miliar dan di atas Rp 10 miliar. Pilar ini hanya menitikberatkan pada kelancaran pembayaran pokok dan bunga pinjaman.
Sehingga dalam menyalurkan kredit pihak perbankan hanya butuh memastikan debitur mampu pada pembayaran pokok dan bunga pinjaman saja. Kebijakan pelonggaran ini berlaku satu tahun dan akan dievaluasi setiap enam bulan sekali sambil menunggu perkembangan penanganan virus corona.
"Bankir merespons positif upaya OJK maupun BI dan pemerintah. Kita lihat perkembangan, harapan membaik kalau dampak akan panjang sudah pikir beberapa hal akan dilakukan nanti," ungkap Heru.