Insentif Bebas Pajak Hotel dan Restoran Baru Berlaku April

Insentif Bebas Pajak Hotel dan Restoran Baru Berlaku April

Danang Sugianto - detikFinance
Jumat, 13 Mar 2020 05:03 WIB
Hotel kapsul jadi pilihan menarik untuk para pelancong yang hendak berwisata murah meriah. Hotel kapsul tak sulit ditemukan di kota besar, tak kecuali Jakarta.
Foto: Dikhy Sasra
Jakarta -

Industri pariwisata merupakan sektor yang paling merana di tengah mewabahnya virus corona. Bahkan beberapa hotel dan restoran sudah mulai melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Pemerintah sendiri sebetulnya sudah menyiapkan insentif fiskal untuk menyelamatkan industri ini, yaitu berupa pembebasan pajak hotel dan restoran yang besar 10%.

Namun insentif itu belum berlaku hingga saat ini. Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan insentif itu baru berlaku April 2020.

"Itu baru berjalan efektif mungkin bulan April karena harus diikuti dengan aturan PMK. Tentu kami akan evaluasi setiap 3 bulan," tuturnya di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (12/3/2020).

Insentif pembebasan pajak hotel dan restoran itu menunggu peraturan menteri keuangan (PMK). PMK itu baru keluar bulan depan.


"Iya ini kan dengan PMK berlaku," tambahnya.

Stimulus ini baru bisa dilakukan setelah PMK-nya keluar. Padahal sebagian hotel dan restoran sudah melakukan PHK.



Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani menjelaskan keputusan merumahkan karyawan didasari kesepakatan bersama karena situasi sedang sulit.

"Itu memang tidak bisa dihindari ya karena kan otomatis, kalau okupansinya itu drop otomatis kan perusahaan kan harus bisa mengelola operasional hotelnya ya. Kalau tingkat revenue-nya tidak bisa naik, otomatis biayanya harus dikurangi. Itu memang itu semua kesepakatan dengan karyawannya juga ya," katanya kepada detikcom.

Namun tidak semua hotel di Indonesia merumahkan karyawannya. Itu terjadi hanya pada hotel yang beroperasi di daerah yang terdampak virus corona seperti Bali.

"Nggak semuanya, tergantung masing-masing hotelnya juga. Kalau hotel itu masih bisa survive ya tentunya dia tetap jalan. Tapi kalau dia terganggu cash flow-nya, otomatis dia melakukan penyesuaian," jelasnya.

Insentif ini diberikan di 10 destinasi pariwisata yakni Danau Toba, Yogyakarta, Malang, Manado, Bali, Mandalika, Labuan Bajo, Bangka Belitung, Batam, dan Bintan.

Pajak hotel dan restoran merupakan penerimaan daerah. Sebanyak 10 destinasi pariwisata tersebut tersebar di 33 kabupaten/kota.


Sebanyak 33 pemerintah kabupaten/kota tersebut selama 6 bulan ke depan tidak akan menarik pajak yang besarnya mencapai 10%. Sebagai ganti dari potensi kehilangan penerimaan daerah itu, pemerintah pusat akan memberikan hibah yang jumlahnya diperkirakan mencapai Rp 3,3 triliun.

Sudah tepatkah stimulus ini untuk meredam dampak kerugian di sektor pariwisata?



Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani mengatakan stimulus yang diberikan pemerintah terkait diskon tiket pesawat belum terlalu berdampak. Sebab, stimulus tersebut tertutup dengan kepanikan masyarakat.

"Kalau stimulus yang diberi pemerintah sejauh ini memang belum begitu berdampak karena tertutup oleh kepanikan masyarakat. Sebetulnya stimulus yang diberikan sudah tepat, jadi misalnya contohnya adalah harga tiket pesawat yang lebih kompetitif ini cukup bagus untuk mendorong pergerakan dari masyarakat. Tapi kalau masyarakatnya panik memang dia tidak akan berpergian, itu juga yang harus kita lihat," kata Hariyadi dalam diskusi Dampak Corona Terhadap Sektor Pariwisata di Jakarta, Kamis (12/3/2020).

Ditambah adanya pernyataan dari pemerintah yang membatasi kegiatan di tempat umum. Hal itu tentu semakin memperburuk sektor pariwisata dan dinilai bertentangan dengan keinginan pemerintah yang mau menyelamatkan ekonomi Indonesia dari dampak virus corona.

"Selain masyarakat panik, pemerintah sendiri juga melakukan larangan kegiatan aktivitasnya. Ini jadi kontradiktif. Satu sisi pemerintah mau menyegerakan dan mendorong belanja masyarakat, tapi satu sisi mereka juga melarang kegiatan," sebutnya.


Terkait dengan itu, dia ingin pemerintah tidak melarang semua aktivitas di tengah keramaian. Harus ada pertimbangan yang jelas mengenai risiko-risiko dari kegiatan tersebut.

"Tergantung ya, kalau misalnya berisiko banget (penularan virus) itu mungkin bisa dipahami. Tapi kalau misalnya orang melakukan kegiatan di hotel lalu itu dilarang itu jadi masalah juga, karena orang mengadakan kegiatan di hotel kondisinya beda dengan di lapangan," tegasnya.

Hariyadi mengaku telah berkoordinasi dengan sejumlah pemerintah daerah terkait hal ini, salah satunya dengan Pemprov DKI Jakarta sebagai salah satu instansi yang mengeluarkan kebijakan larangan kegiatan di keramaian.



Simak Video "Video: Pedagang di Shopee Cs Bakal Kena Pajak"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads