Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sejak pagi ini senantiasa melemah. Bahkan, mesin pencari Google menunjukkan data pelemahan hingga di atas Rp 16.000/US$. Hal ini bila dibiarkan dapat memukul berbagai sektor perekonomian dalam negeri.
Menurut Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) bila dampak pelemahan rupiah ini tak dapat dibendung, mau tak mau, para pelaku tekstil akan menghentikan sementara produksinya sampai kondisi normal kembali.
Nilai dolar AS yang terlalu tinggi akan membuat biaya bahan baku bisa bengkak mengingat sebagian besar bahan baku tekstil dipenuhi lewat impor.
Baca juga: Dolar AS Sudah Tembus Rp 15.880! |
Bagi pengusaha, kenaikan biaya produksi sebenarnya bisa diimbangi dengan menaikkan harga jual. Hanya saja, itu bukan keputusan bijak mengingat daya beli masyarakat juga tengah rendah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pilihannya adalah menghentikan kegiatan produksi daripada memaksakan tetap berproduksi namun produk yang dihasilkan tak terserap masyarakat karena harganya terlalu mahal.
"Sampai hari ini produksi masih berjalan normal. Tapi kalau hasil produksi tidak terserap, ujung-ujugnnya juga harus berhenti produksi juga, realistis saja," ujar Ketua Umum API Jemmy Kartiwa kepada detikcom, Kamis (19/3/2020).
Baca juga: Rupiah Lagi Loyo, Masyarakat Jangan Panik! |
Langkah itu diambil menimbang kemampuan daya beli masyarakat Indonesia yang masih tergolong lemah ditambah ekspor yang tertahan akibat penyebaran virus corona.
"(Tidak bisa naikkan harga) daya beli lemah, dan ekspor pun sekarang lagi bermasalah karena buyer minta hold delivery," tutupnya.
(dna/dna)