Sederet Dampak Mengerikan Jika Jakarta Lockdown

Terpopuler Sepekan

Sederet Dampak Mengerikan Jika Jakarta Lockdown

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Sabtu, 21 Mar 2020 14:08 WIB
Pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi pada kuartal-I 2018 tumbuh 5,2%. Pertumbuhan itu didukung dengan capaian penerimaan pajak maupun nonpajak.
Ilusrtrasi/Foto: Agung Pambudhy
Jakarta -

Usulan melakukan lockdown untuk wilayah Jakarta menjadi perbincangan di tengah mewabahnya virus corona di Indonesia. Namun, dampak melakukan lockdown di Jakarta ternyata cukup besar ke perekonomian nasional.

Peneliti ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira memprediksi Indonesia bisa terkena krisis ekonomi apabila Jakarta diisolasi.

"Indonesia bisa krisis karena lockdown di Jakarta," tegas Bhima kala dihubungi detikcom, Minggu (15/3/2020).

Dia menjelaskan sejauh ini 70% pergerakan uang dalam perkonomian nasional berada di Jakarta. Akan sangat beresiko bila aktivitas perekonomian di Jakarta lumpuh karena melakukan lockdown di Jakarta.

"70% uang juga berputar di Jakarta, ada bursa efek, ada bank sentral. Terlalu beresiko kalau kita mengambil langkah lockdown," kata Bhima.


Belum lagi pasokan bahan baku pokok bagi masyarakat Jakarta akan terhambat, utamanya pangan. Sejauh ini Jakarta mengandalkan pasokan pangan dari luar daerah.

"Arus barang yang masuk juga terganggu. Jakarta mengandalkan sebagian besar bahan pangan dari luar daerah," papar Bhima.

Sementara itu Jakarta juga menyumbang 20% angka inflasi nasional. Kalau barang langka di Jakarta dan berujung pada kenaikan harga secara lokal, maka angka inflasi nasional bisa saja terkerek hingga 6%.

"Sementara Jakarta menyumbang 20% total inflasi nasional, kalau barang susah masuk, terjadi kelangkaan pastinya inflasi nasional akan tembus di atas 4-6%. Yang rugi adalah masyarakat sendiri," kata Bhima.

Sebetulnya, tanpa lockdown pun pencegahan penularan corona bisa dilakukan di Jakarta, bagaimana caranya? Klik halaman selanjutnya



Bhima mencontohkan yang dilakukan pemerintah Singapura, salah satunya adalah memberikan pembatasan aktivitas di ruang publik. Utamanya, untuk warga lanjut usia alias lansia, karena warga lansia paling rentan tertular.

"Langkah yang lebih bijak adalah Singapura, bukan dengan lockdown tapi membatasi aktivitas warga lansia karena ini yang paling rentan karena corona," ungkap Bhima.

Acara yang melibatkan orang banyak di ruang publik pun harus dilarang sementara, bahkan meskipun itu adalah acara keagamaan.

"Lalu, acara yang melibatkan orang banyak ditunda dulu meskipun acara keagamaan. Jadi clear tidak perlu lockdown, dan penyebaran corona bisa dicegah dengan strategi yang tepat sasaran," kata Bhima.

Kemudian dia mengatakan, China sebagai negara episentrum wabah corona memang melakukan lockdown. Namun, hal itu dilakukan bukan untuk kota Shanghai dan Beijing yang notabenenya adalah pusat bisnis.

"China juga melakukan lockdown hanya di episentrum wabah corona yakni di provinsi Hubei. Apakah Shanghai dan Beijing di lockdown juga? Setahu saya tidak," jelas Bhima.


Hide Ads