Virus corona (COVID-19) ikut menggerogoti kesehatan ekonomi Indonesia. Diperkirakan perekonomian Indonesia bisa mengalami kontraksi sangat dalam.
Asian Development Bank (ADB) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini hanya sebesar 2,5%. Angka itu turun separuhnya dari tahun 2019 sebesar 5,0%.
ADB menyatakan, Indonesia memiliki landasan makro ekonomi yang kuat tapi wabah virus corona tetap memberikan dampak. ADB juga menyatakan, ekonomi Indonesia bisa pulih jika tindakan tegas diterapkan untuk penanganan corona.
"Meski Indonesia memiliki landasan makro ekonomi yang kuat, wabah Covid-19 yang tengah berlangsung telah mengubah arah perekonomian negara ini, dengan memburuknya kondisi lingkungan eksternal dan melemahnya permintaan dalam negeri," kata Direktur ADB untuk Indonesia, Winfried Wicklein dalam keterangannya, Jumat (3/4/2020).
"Jika tindakan tegas dapat diterapkan secara efektif untuk menanggulangi dampak kesehatan dan ekonomi wabah tersebut, khususnya guna melindungi kelompok miskin dan rentan, perekonomian Indonesia diperkirakan dapat kembali secara bertahap ke jalur pertumbuhannya tahun depan," sambungnya.
Baca juga: Janji BI: Ekonomi RI Minimal Tumbuh 2,3% |
Menurut Asian Development Outlook (ADO) 2020, pandemi COVID-19 bersamaan dengan penurunan harga komoditas dan gejolak pasar keuangan, akan berimplikasi buruk bagi perekonomian dunia dan Indonesia tahun ini. Terlebih, dengan memburuknya perekonomian sejumlah mitra dagang utama Indonesia. Permintaan dalam negeri diperkirakan akan melemah seiring dengan menurunnya sentimen bisnis dan konsumen.
Namun, sejalan dengan pulihnya perekonomian dunia tahun depan, pertumbuhan Indonesia diperkirakan akan memperoleh momentum, dibantu dengan reformasi di bidang investasi yang dikeluarkan baru-baru ini.
ADB memperkirakan inflasi naik tipis ke 3,0% pada tahun ini dari tahun sebelumnya 2,8%. Kemudian turun lagi menjadi 2,8% di tahun 2021.
Tekanan inflasi dari ketatnya pasokan pangan dan depresiasi mata uang diperkirakan akan dapat diimbangi sebagian oleh penurunan harga bahan bakar non-subsidi, serta subsidi tambahan untuk listrik dan pangan.
Sementara itu, pendapatan ekspor dari pariwisata dan komoditas diperkirakan akan menurun, sehingga menyebabkan defisit transaksi berjalan mencapai 2,9% dari produk domestik bruto pada tahun 2020. Seiring pulihnya taraf ekspor dan investasi pada 2021, volume barang modal impor yang lebih besar akan menyebabkan defisit transaksi berjalan tetap sama seperti pada 2020.
Klik halaman selanjutnya untuk mengetahui prediksi terburuk ekonomi dari Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Simak Video "Video WHO soal Ilmuwan China Temukan Virus Corona Baru Mirip Penyebab Covid-19"
[Gambas:Video 20detik]