Pada awal tahun 2018, Perum Bulog merealisasikan impor beras sebanyak 1,8 juta ton dari penugasan pemerintah. Hingga saat ini, beras eks-impor tersebut masih tersisa 600.000 ton di gudang Bulog.
Direktur Utama Bulog Budi Waseso (Buwas) mengungkapkan, sulitnya menyalurkan beras itu karena perbedaan cita rasa masyarakat Indonesia. Beras eks-impor tersebut merupakan bera pera, sementara mayoritas masyarakat Indonesia mengonsumsi beras pulen.
"Oleh karena itu kenapa beras ini masih sisa 600.000 ton, dari 1,8 juta ton karena memang kesulitan kami mendistribusikan kebutuhan masyarakat. Kami tidak mungkin mendistribusikan yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat," ungkap Buwas dalam rapat virtual dengan Komisi IV DPR RI, Kamis (9/4/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengungkapkan, Bulog harus mencampurkan beras eks-impor tersebut dengan beras panen lokal sebelum disalurkan ke masyarakat, sehingga kebutuhan masyarakat terpenuhi, dan beras eks-impor bisa tersalurkan.
"Maka kami harus mencampurkan beras impor dengan beras lokal, sehingga bisa kami salurkan sesuai taste masyarakat," tutur Buwas.
Namun, ia memastikan dengan prosedur rice to rice, beras eks-impor tersebut tak akan merusak mutu beras lokal.
"Maka kami mix 1 berbanding 2, 1 luar negeri, 2 dalam negeri, sehingga itu baru bisa kami keluarkan dan itu sudah melalui proses rice to rice sehingga tidak mencemari beras-beras dalam negeri," imbuhnya.
Buwas memastikan, tak akan ada lagi beras dengan mutu rendah yang didistribusikan Bulog ke masyarakat. Ia †meminta masyarakat tidak khawatir dan percaya akan produk Bulog.
"Yang paling penting, kami tidak akan lagi mengeluarkan, dan jangan sampai terjadi lagi Bulog mengeluarkan beras yang mutunya rendah. Apalagi kalau sudah tak layak konsumsi. Ini juga sudah kami antisipasi, walaupun konsekuensinya Bulog akan merugi," tegas mantan Kepala BNN tersebut.
(ara/ara)