Meski harga minyak dunia anjlok, pemerintah sampai saat ini belum mengumumkan adanya penurunan harga BBM. Sikap hati-hati yang dilakukan oleh pemerintah ini dinilai langkah yang cukup tepat.
"Saya melihatnya ini merupakan langkah yang cukup tepat. Apalagi, penurunan harga BBM saat ini tidak akan memberikan dampak yang signifikan karena masyarakat yang bekerja di rumah serta industri yang cukup banyak menghentikan produksinya" ujar Direktur Executive Energy Watch Mamit Setiawan dalam keterangan tertulis, Selasa (14/4/2020).
Ia juga menyampaikan bahwa saat ini harga minyak dunia kembali mengalami kenaikan karena OPEC+ sepakat untuk memangkas produksi sebanyak 9,7 juta BOPD mulai Mei 2020 - Juni 2020.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Penurunan ini pasti akan berdampak terhadap kenaikan harga minyak dunia. Saya prediksi, pada akhir tahun 2020 harga minyak dunia akan berkisar di angka US$ 40 - US$ 45 per barrel. Selain itu juga, kita perhatikan kurs rupiah terhadap dolar AS melemah kembali," jelasnya.
Selain itu, Mamit menjelaskan bahwa pendapat yang meminta Pertamina untuk menurunkan harga BBM terlalu terburu-buru.
"Meskipun harga minyak dunia turun, tetapi harga Premium tidak harus turun, apalagi turunnya menjadi Rp. 5.000 per liter. Kita harus berhitung sebenarnya berapa harga BBM RON 88 saat ini. Formula harga dasar BBM Premium diatur dalam Keputusan Menteri ESDM No 62 Tahun 2019, dimana Bensin RON 88 ditetapkan dengan formula 96,46% MOPS untuk Mogas92+Rp 821,00/liter. Harga minyak mentah Indonesia atau ICP bulan Maret 2020 sekitar US$ 34 per barrel. Sedangkan berdasarkan rata-rata, harga MOPS untuk Mogas 92 sekitar US$ 14 per barrel diatas ICP. Sehingga MOPS benchmarking tersebut sebesar US$ 48. Kemudian dengan kurs rupiah sebesar Rp 16.000 maka didapatkan harga dasar Bensin RON 88 sebesar Rp 4.853 per liter. Kita kalikan dengan 0,9646 dan ditambahkan Rp 821 maka harga dasar BBM Premium RON 88 adalah Rp 5.473 per liternya. Kemudian kita tambahkan dengan PPN 10% dan PBBKB 5% maka didapatkan harga jual BBM Premium RON 88 adalah sebesar Rp 6.300 per liternya. Dengan formula tersebut, maka bukan Rp 5.000 per liter seperti yang disampaikan beberapa pihak kemarin," paparnya.
Menurutnya, selisih harga sebesar Rp 150 per liter dengan kondisi saat ini tidak terlalu berarti. "Saat ini terjadi penurunan konsumsi untuk BBM sebanyak 23%, dimana Pertamina sebenarnya tidak dalam posisi yang terlalu menguntungkan. Selain itu, selama minyak tinggi merangkak naik sejak tahun 2017, harga Premium juga tidak naik," katanya.
Mamit pun mengatakan bahwa selama ini Pertamina selalu dalam posisi rugi apabila posisi ICP di atas US$ 45 per barel. Karena harga Premium RON 88 sebesar Rp 6.450 per liternya setara dengan harga ICP US$ 45 per barel dan kurs Rp. 14.000/US$. Sejak September 2016 hingga February 2020, ICP selalu diatas US$ 45 per barrelnya dimana harga jual BBM Premium RON 88 di bawah harga keekonomiannya sehingga Pertamina harus menanggung terlebih dahulu selisih harga tersebut.
"Selisih harga tersebut memang akan dibayarkan oleh Pemerintah, tapi kita tahu sendiri karena Pertamina adalah BUMN yang mempunyai tugas sebagai PSO maka pembayaran tersebut terkadang lama dilakukan," tegasnya.
Ia juga mengapresiasi apa yang sudah dilakukan oleh Pertamina dalam membantu Pemerintah menangani pandemi COVID-19 dengan merubah RSPJ menjadi rumah sakit rujukan serta bantuan kemanusiaan lainnya.
"Saya kira keuntungan Pertamina karena selisih harga tersebut di gunakan untuk membantu masyarakat dan Pemerintah. Jadi pada prinsipnya keuntungan tersebut diberikan kembali ke Pemerintah dan masyarakat dengan berbagai macam bantuan dan program yang dilakukan seperti memberikan cashback maksimal Rp 15.000 untuk para driver ojek online. Saya harapkan program ini bukan hanya untuk ojol,tapi ke depan untuk para supir taksi dan juga supir angkutan umum bisa diberikan hal yang sama," pungkasnya.
(ega/hns)