Saat wabah Corona berdampak buruk pada perekonomian global, JPMorgan telah mencadangkan anggaran sebesar US$ 6,8 miliar. Langkah ini diambil demi melindungi kinerja perusahaan dari masalah gagal bayar pinjaman para nasabah.
Kebijakan pencadangan itu telah menolong JPMorgan menghadapi kenyataan laba bersihnya anjlok sebesar 69% di triwulan pertama 2020. Bank dengan aset terbesar di Amerika Serikat itu mencatat laba bersih turun menjadi US$ 2,9 miliar pada triwulan pertama 2020, jauh di bawah capaian periode yang sama tahun lalu sebesar US$ 9,2 miliar.
Selain laba bersih, pendapatan bersih JPMorgan juga turun tipis menjadi US$ 29,1 miliar, dari sebelumnya US$ 29,9. CEO JPMorgan (JPM) Jamie Dimon menggambarkan kuartal pertama sebagai tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam rilis pendapatan.
Namun, menurut Dimon, jika tanpa alokasi cadangan JPMorgan memiliki capaian kuartal pertama yang cukup baik.
"Perusahaan memasuki krisis ini dalam posisi yang kuat, dan kami tetap memiliki modal yang baik dan memiliki sumber daya likuiditas US$ 1 triliun (Rp 15.647 triliun)" kata Dimon, dikutip dari CNN, Rabu (15/4/2020).
Ekonom JPMorgan memperkirakan pengangguran AS akan melonjak hingga 20% pada kuartal kedua, dengan Produk Domestik Bruto (PDB) tahunan turun 40%.
Selain JPMorgan, Wells Fargo (WFC) mencatat laba triwulan pertama 2020 turun hingga 89%. Ini karena perusahaan mengalokasikan dana cadangan sebesar US$ 3,1 miliar demi melindungi perusahaan dari masalah kredit macet.
"Cadangan mencerminkan dampak yang diharapkan dari waktu yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap pelanggan kami," kata Wells Fargo CFO John Shrewsberry dalam sebuah pernyataan, dikutip dari CNN.
(hns/hns)