Jakarta -
Untuk mencegah dampak virus Corona (COVID-19) kian melebar, pemerintah menggelontorkan bantuan sosial berupa sembako, bantuan langsung tunai kepada 29,3 juta masyarakat yang masuk ke dalam kelompok 40% termiskin di Indonesia, listrik gratis untuk pelanggan PLN 450VA dan diskon 50% untuk 900 VA, dan Kartu Pra Kerja bagi korban PHK.
Sayangnya, masih ada kelompok masyarakat yang sudah terdampak Corona, tapi tak memperoleh satu pun bantuan tersebut. Salah satunya seorang pegawai di ritel fesyen berinisial LS yang masuk dalam masyarakat kelas menengah karena memperoleh gaji di atas Rp 10 juta/bulan.
Meski masuk dalam golongan mampu, namun pandemi Corona ini mengubah semuanya. Kini, LS dirumahkan tanpa gaji sebab toko tempatnya bekerja terpaksa tutup karena pemerintah melarang operasional pusat perbelanjaan kecuali untuk supermarket.
"Kami mulai merumahkan satu persatu SPG. Namun keadaan tidak membaik, akhirnya tim head office termasuk saya dirumahkan juga dengan status unpaid leave. Sekarang sudah sebulan saya unpaid leave, dan masih terus sampai batas waktu yang belum ditentukan. Dan saya terancam tidak mendapatkan THR di bulan Mei nanti," ungkap LS kepada detikcom, Rabu (22/4/2020).
Walaupun sudah termasuk dalam korban yang terdampak Corona, LS tak juga memperoleh bantuan dari pemerintah baik diskon listrik karena ia termasuk pelanggan PLN 1.300 VA; diskon BBM dan keringanan kredit kendaraan bermotor karena bukan driver ojek online (ojol). Sementara, ia mempunyai kewajiban cicilan kredit bank mencapai Rp 7 juta per bulan.
"Cicilan saya saja bisa mencapai Rp 7 juta lebih per bulan, belum termasuk kebutuhan sehari-hari dan bulanan. Dan saya tidak ada pemasukan sama sekali," kata LS.
Ia merasa, pemerintah juga perlu memperhatikan pekerja di sektor formal, tak hanya informal seperti ojol.
"Pekerja-pekerja sektor formal seperti kami juga terdampak, ekonomi dan bisnis tidak bisa bergerak. Bukan hanya driver ojol yang butuh makan dan perlu bertahan hidup," urainya.
Siapa lagi yang terdampak Corona tapi belum dapat bantuan pemerintah?
Pengusaha dan Sopir Bus Menjerit 'Digerogoti' CoronaIndustri pariwisata merupakan sektor yang paling babak belur digempur Corona. Berhentinya pergerakan orang dan menurunnya daya beli menyebabkan 'kematian' bagi sektor tersebut. Hal ini tentunya berdampak pada semua masyarakat yang berkecimpung pada industri tersebut.
Seorang pengusaha bus pariwisata yang bernama Yohanes Susanto contohnya. Ia menceritakan, sejak 16 Maret 2020 lalu perusahaannya PT Laba Dapet Sejahtera yang memiliki 25 unit bus pariwisata merana akibat Corona. Terutama ketika pemerintah melarang kunjungan ke tempat wisata, menerapkan PSBB, dan juga melarang mudik.
Akibatnya, perusahaannya tak memperoleh pemasukan. Sementara, biaya operasional perusahaan sangatlah besar, seperti biaya perawatan bus, dan juga gaji karyawan yang jumlahnya mencapai 75 orang.
Padahal, di bulan Maret-Mei mendatang ia sudah berharap-harap akan mendapat pesanan banyak seperti periode yang sama di tahun-tahun sebelumnya. Pasalnya, bulan-bulan tersebut bertepatan dengan liburan sekolah serta musim mudik Lebaran.
"Seharusnya saat ini kami sedang menuai penghasilan dikarenakan bulan Maret-Mei adalah bulan peak season serta menjelang Lebaran untuk mendapatkan order, akan tetapi saat ini sirna, hilang begitu saja," kata Yohanes kepada detikcom.
Ia membeberkan, perusahaannya sudah memberikan bantuan langsung kepada para pegawai, serta memastikan gaji tetap diberikan. Namun, ia tak tahu sampai kapan hal ini bisa dipertahankan melihat begitu banyak kewajiban perusahaan seperti cicilan kredit bus, dan sebagainya. Ia merasa, pemerintah hanya memanjakan ojek online (ojol) dengan memberikan bantuan khusus kepada drivernya.
"Seolah pemerintah hanya peduli pada ojol. Kami juga manusia dan Warga Negara Indonesia, kami juga memiliki keluarga. Dan pada umumnya semua karyawan sekarang harus wajib memiliki sertifikasi kompentensi yang di akui oleh negara sertifikat dan kemampuannya, akan tetapi mengapa hanya ojol saja yang di perhatikan," ungkap Yohanes.
Selain Yohanes, Adi Munadi yang berprofesi sebagai supir freelance dari armada pariwisata juga merasakan ketikdakadilan yang serupa. Buka halaman berikutnya untuk cerita lebih lengkap.
"Yang saya heran, kita pelaku usaha yang terdampak Corona di sektor pariwisata yang katanya penghasil devisa ke-2 terbesar buat negara hanya berdiam diri dirumah tanpa penghasilan. Justru ojol yang masih bisa bekerja menghasilkan pendapatan malah dibantu dari pusat dan daerah," imbuh Adi kepada detikcom.
Adi menceritakan, sejak 14 Maret 2020 ia sudah tak lagi mendapatkan panggilan untuk menyupir. Otomatis pendapatannya nihil, sementara tabungannya hanya cukup hingga Maret kemarin untuk membiayai keluarga. Akhirnya, Adi pun terpaksa menjual barang-barang yang dimilikinya, serta berutang kepada temannya.
Sebenarnya, Adi sudah berupaya mencari pekerjaan lain. Namun, hingga saat ini Adi tak kunjung mendapatkannya. "Saya sudah berusaha mencari pekerjaan sampingan tapi belum ada hasil," tutup Adi.
Simak Video "Video: Demi Fokus ke Pusat Data dan AI, Google PHK 200 Karyawannya"
[Gambas:Video 20detik]