Jakarta -
Pengusaha jasa angkutan transportasi darat curhat soal mirisnya kondisi usaha di tengah wabah virus Corona. Mereka mengaku bisnis angkutan darat, khususnya bus cuma bisa bertahan dua bulan ke depan.
Menurut Ketua DPP Organisasi Angkutan Darat (Organda) Adrianto Djokosoetono saat ini kendaraan merupakan aset terbesar perusahaan. Sialnya, di tengah kondisi wabah Corona kendaraan mereka tak bisa lagi beroperasi dan menghasilkan keuntungan.
Terlebih lagi dengan adanya pelarangan mudik, kemungkinan akan membuat angkutannya makin tidak bisa mengangkut penumpang.
"Perusahaan ini terus terang saja kita hanya satu dua bulan lagi bisa mempertahankan kendaraan. Sebagai perusahaan transportasi aset kami sebagian besar kendaraan, ini yang sulit karena kan kami nggak pakai kendaraan untuk pribadi, dan ini nggak bisa dioperasikan," jelas Adrianto dalam diskusi online via video bersama YLKI, Rabu (22/4/2020).
Masalahnya, sementara kendaraan tidak bergerak dan tidak menghasilkan keuntungan, setoran kredit kendaraan tersebut terus ditarik kreditur. Apalagi, banyak perusahaan yang memiliki aset di atas Rp 10 miliar.
Sementara untuk mengikuti program relaksasi dan restrukturisasi kredit dari OJK hanya berlaku untuk pengusaha yang asetnya di bawah Rp 10 miliar.
"Belum lagi kreditur belum ada kepastian restrukturisasi kredit. Ini tidak akan bisa diaplikasikan menyeluruh, karena batasan utama Rp 10 miliar. Mungkin untuk yang miliki 10 bus nggak bisa dapat bantuan secara langsung," jelas Adrianto.
"Jangan sampai setelah Juli nggak ada lagi pengusaha bus," imbuhnya.
Selanjutnya, dia meminta insentif untuk setoran pajak dan retribusi daerah. Salah satunya adalah biaya perpanjangan dan pajak STNK kendaraan.
"Kami juga butuh insentif dan stimulus seperti keringanan pembayaran perpanjangan STNK. Kami minta biaya retribusi pusat dan daerah bisa diringankan," jelas Adrianto.
Beberapa pengusaha dan pekerja di bidang bus pariwisata juga sempat bercerita soal mirisnya kondisi bisnis di tengah Corona kepada detikcom. Bagaimana ceritanya?
Yohanes yang merupakan pengusaha bus pariwisata menceritakan, sejak 16 Maret 2020 lalu perusahaannya PT Laba Dapet Sejahtera yang memiliki 25 unit bus pariwisata merana akibat Corona. Perusahaannya sudah tak memperoleh pemasukan.
Sementara, biaya operasional perusahaan sangatlah besar, seperti biaya perawatan bus, dan juga gaji karyawan yang jumlahnya mencapai 75 orang.
Padahal, di bulan Maret-Mei mendatang ia sudah berharap-harap akan mendapat pesanan banyak seperti periode yang sama di tahun-tahun sebelumnya. Pasalnya, bulan-bulan tersebut bertepatan dengan liburan sekolah serta musim mudik Lebaran.
"Seharusnya saat ini kami sedang menuai penghasilan dikarenakan bulan Maret-Mei adalah bulan peak season serta menjelang Lebaran untuk mendapatkan order, akan tetapi saat ini sirna, hilang begitu saja," kata Yohanes kepada
detikcom.
Yohanes juga merasa, pemerintah hanya memanjakan ojek online (ojol) dengan memberikan bantuan khusus kepada drivernya. Padahal banyak pihaknya yang juga butuh bantuan tapi belum dapat perhatian.
"Seolah pemerintah hanya peduli pada ojol. Kami juga manusia dan Warga Negara Indonesia, kami juga memiliki keluarga. Mengapa hanya ojol saja yang di perhatikan," urai Yohanes.
Selain Yohanes, Adi Munadi yang berprofesi sebagai supir freelance dari armada pariwisata juga merasakan ketidakadilan soal bantuan pemerintah yang seakan-akan hanya menyasar driver ojol saja.
"Yang saya heran, kita pelaku usaha yang terdampak Corona di sektor pariwisata yang katanya penghasil devisa ke-2 terbesar buat negara hanya berdiam diri di rumah tanpa penghasilan. Justru ojol yang masih bisa bekerja menghasilkan pendapatan malah dibantu dari pusat dan daerah," imbuh Adi kepada
detikcom.
Adi menceritakan, sejak 14 Maret 2020 ia sudah tak lagi mendapatkan panggilan untuk 'narik'. Otomatis pendapatannya nihil, sementara tabungannya hanya cukup hingga Maret kemarin untuk membiayai keluarga. Akhirnya, Adi pun terpaksa menjual barang-barang yang dimilikinya, serta berutang kepada temannya.
"Saya tidak tahu sampai kapan ini berlangsung. Padahal tabungan hanya cukup sampai akhir bulan Maret. Yang jelas untuk mencukupi kebutuhan keluarga, bayar kontrakan, dan cicilan di sebuah bank, juga untuk persiapan bulan puasa saya harus jual beberapa barang rumah dan utang ke teman," kata Adi.
Simak Video "Video WHO soal Ilmuwan China Temukan Virus Corona Baru Mirip Penyebab Covid-19"
[Gambas:Video 20detik]