Sejumlah perusahaan di Amerika Serikat (AS) ramai-ramai menerbitkan surat utang atau obligasi untuk menyelamatkan perusahaan dari dampak virus Corona (COVID-19). Bahkan, total utang yang dicetak sejumlah perusahaan dalam 2 bulan terakhir ini mencetak rekor sejarah.
Berdasarkan data Refinitiv yang dilansir dari CNN, Senin (27/4/2020), nilai obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan-perusahaan di luar sektor keuangan mencapai US$ 425 miliar atau sekitar Rp 6.620 triliun (kurs Rp 15.500). Dari angka tersebut, lebih dari US$ 300 miliar atau sekitar Rp 4.673 triliun diterbitkan pada bulan Maret hingga 3 minggu pertama bulan April.
Nilai obligasi korporasi tingkat investasi yang dikeluarkan pada tahun 2020 sejauh ini oleh perusahaan di luar sektor keuangan adalah $ 425 miliar, menurut data dari Refinitiv. Itu hampir dua kali lipat dari yang dikeluarkan setahun lalu saat ini. Lebih dari $ 300 miliar datang pada bulan Maret dan tiga minggu pertama bulan April saja - dua bulan terbesar untuk masalah obligasi korporasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian, lebih dari 50 perusahaan dilaporkan sudah mengakses batas kredit US$ 1 miliar dalam 2 bulan terakhir.
Lebih lanjut, menurut Debtwire, sejumlah perusahaan telah menarik uang tunai sebanyak US$ 220 miliar atau sekitar Rp 3.430 triliun melalui jalur kredit yang tersedia. Dari angka tersebut, US$ 52 miliar atau sekitar Rp 810 triliun merupakan kredit yang diambil oleh Boeing (BA), General Motors (GM), Ford (P) dan Fiat Chrysler (FCAU) saja.
Jalur-jalur memperoleh utang tersebut juga diambil oleh maskapai penerbangan, restoran, ritel, dan jaringan hotel untuk selamat dari penurunan pendapatan yang tajam. Tak hanya itu, Exxon Mobil (XOM) juga sudah menjual obligasinya senilai US$ 18 miliar atau sekitar Rp 280 triliun.
Kemudian, dua perusahaan yang tutup akibat Corona yakni General Electric (GE) dan Disney (DIS) masing-masing menjual menerbitkan obligasi dengan nilai hampir mencapai US$ 6 miliar atau sekitar Rp 93 triliun.
Associate Editor Debtwire Will Caiger-Smith mengatakan, fenomena utang ini hanya akan mempersulit perusahaan di masa mendatang. Pasalnya, pada saat pemulihan ekonomi berlangsung, para perusahaan harus memecah fokus pada pemegang saham, pegawai, dan juga pemberi utang.
"Jika sebuah perusahaan meminjam hanya untuk bertahan hidup melalui pandemi, pinjaman itu di masa depan akan mempengaruhi kemampuan mereka untuk berinvestasi dalam hal-hal lain," kata Will Caiger-Smith.
Simak Video "Rela Terlilit Utang Demi Pernikahan Impian"
[Gambas:Video 20detik]