Harga Gula dan Bawang Merah Masih Melejit, Pemerintah Harus Apa?

Harga Gula dan Bawang Merah Masih Melejit, Pemerintah Harus Apa?

Vadhia Lidyana - detikFinance
Senin, 27 Apr 2020 17:12 WIB
Warga Bondowoso lapor polisi karena menjadi korban penipuan hingga Rp 1,6 miliar. Penipuan tersebut dilakukan oleh sepasang suami istri.
Foto: Chuk Shatu Widarsha
Jakarta -

Harga bawang merah dan gula masih tinggi di pasaran dengan rata-rata nasional Rp 45.500/kg, dengan kenaikan tertinggi di Papua sampai Rp 80.850/kg. Sementara harga gula rata-rata nasional Rp 18.300/kg, padahal harga acuan di tingkat konsumen yang ditetapkan pemerintah Rp 12.500/kg.

Menurut peneliti center of food, energy, and sustainable development Indef Dhenny Yuartha Junita, kenaikan dua komoditas tersebut memang paling tinggi di Ramadhan tahun 2020 ini, dibandingkan tahun 2019.

"Kalau dilihat secara tren beberapa komoditas, kenaikannya sudah melewati kenaikan tertinggi tahun sebelumnya. Contohnya bawang merah, tahun lalu maksimal sekitar Rp 40.60-an. Sekarang sudah tembus Rp 45.000-an. Terus gula yang dulu sekitar Rp 14.000-an, sekarang sudah Rp 18.000-an/kg," kata Dhenny kepada detikcom, Senin (27/4/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Dhenny, kenaikan yang melejit di tahun ini disebabkan oleh psikologi pasar di bulan Ramadhan yang diiringi pandemi virus Corona (COVID-19), dan persoalan distribusi. Pasalnya, Kementerian Pertanian (Kementan) sudah mengklaim stok pangan aman sampai Agustus 2020.

"Kalau memang betul datanya cukup, berarti ada masalah di psikologis pasar dan persoalan distribusi. Tantangan psikologisnya yaitu karena momen puasa ditambah COVID-19. Psikologis pasar ini punya pengaruh yang besar dalam mempengaruhi harga. Padahal harusnya saat ini adalah musim panen di beberapa wilayah seperti Brebes. Gula ini yang unik, sekarang kan musim giling tapi kenaikan harga justru di luar nalar," jelas Dhenny.

ADVERTISEMENT

Oleh sebab itu, ia berpendapat pemerintah harus tetap melakukan pembatasan belanja, yang sebelumnya pernah ditetapkan namun dicabut setelah 3 hari pelaksanaan.

"Pembatasan ini perlu tidak hanya untuk mengendalikan psikologis, tapi juga menekan tindakan spekulan untuk memainkan harga," urainya.

Kedua, jika ada komoditas pangan yang dipenuhi dari impor, perizinan dan pelaksanaannya harus dipercepat.

"Jangan sampai seperti kasus gula, sudah lama persetujuan impor, tapi impor tidak turun-turun. Jangan sampai ada kasus impor sudah dilakukan, tapi sengaja tidak didistribusi untuk nunggu harga tinggi dulu. Ini yang riskan.
KPPU bisa menyelediki persoalan ini," papar Dhenny.

Selain itu, pemerintah juga disarankan perlu menjamin harga beli yang layak di tingkat petani. Pada jangka panjang, pemerintah juga perlu menyiapkan sistem data terintegrasi antar-sentra produksi untuk memperoleh laporan panen di seluruh wilayah sentra produksi.

"Terakhir, jangan sampai ketika sentra produksi melakukan PSBB, daerah-daerah yang punya ketahanan pangan rendah dan sangat bergantung dengan daerah lain justru terhambat alokasi pangannya," tutup Dhenny.




(fdl/fdl)

Hide Ads