Daripada Cetak Uang Rp 600 T, Mending Pemerintah Lakukan Ini

Daripada Cetak Uang Rp 600 T, Mending Pemerintah Lakukan Ini

Vadhia Lidyana - detikFinance
Kamis, 30 Apr 2020 15:46 WIB
Petugas Cash Center BNI menyusun tumpukan uang rupiah untuk didistribusikan ke berbagai bank di seluruh Indonesia dalam memenuhi kebutuhan uang tunai jelang Natal dan Tahun Baru. Kepala Kantor perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Papua mengungkapkan jumlah transaksi penarikan uang tunai sudah mulai meningkat dibanding bulan sebelumnya yang bisa mencapai penarikan sekitar Rp1 triliun. Sedangkan untuk Natal dan tahun baru ini secara khusus mereka menyiapkan Rp3 triliun walaupun sempat diprediksi kebutuhannya menyentuh sekitar Rp3,5 triliun. (FOTO: Rachman Haryanto/detikcom)
Ilustrasi/Foto: Rachman Haryanto
Jakarta -

Badan Anggaran DPR RI mengusulkan Bank Indonesia (BI) agar mencetak uang hingga Rp 600 triliun sebagai langkah penanganan dampak virus Corona (COVID-19). Namun, menurut ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira usulan ini berpotensi memberikan dampak inflasi tinggi dan penyelewengan.

Bhima berpendapat, ada beberapa langkah yang dapat dilakukan pemerintah untuk menangani dampak Corona ke ekonomi. Ia melihat, tujuan mencetak uang ini agar Indonesia memiliki dana untuk membiayai segala hal yang diperlukan dalam penanganan dampak Corona. Untuk memperoleh pembiayaan yang aman, ia menyarankan instansi pemerintah baik itu Kementerian/Lembaga (K/L) yang tidak produktif agar ditutup.

"Bagaimana caranya pembiayaan itu bisa diamankan, jadi cari pembiayaan yang aman. Sekarang itu kenapa K/L yang tidak produktif itu dibubarkan saja? Dan uangnya bisa dihemat," kata Bhima kepada detikcom, Kamis (30/4/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain itu, ia juga menyarankan Proyek Strategis Nasional (PSN) yang nilainya mencapai Rp 423 triliun agar disetop. Kedua upaya ini menurutnya lebih efisien dan aman untuk membantu penangan Corona.

"Lalu seluruh Proyek Strategis Nasional (PSN) itu disetop dulu, dan uangnya Rp 423 triliun itu bisa dialokasikan untuk penanganan COVID-19. Jadi saya mau melihat ada formula yang lebih berani," urainya.

ADVERTISEMENT

Begitu juga dengan penghematan dari gaji pejabat negara, anggota DPR dan MPR, dan sebagainya.

"Terkait gaji dan tunjangan dari para petinggi negara, pejabat, termasuk anggota DPR, termasuk juga dana reses, itu semua bisa digunakan. Jadi tanpa Bank Indonesia mencetak uang, sebenarnya penghematan internal dari K/L itu masih bisa dioptimalkan," papar dia.

Selain itu, dengan harga minyak mentah dunia yang terus mengalami penurunan, seharusnya pemerintah menurunkan harga Elpiji, BBM, dan juga listrik non-subsidi.

"Harga minyak dunia turun, tapi kenapa begitu lama penyesuaian harga BBM, Elpiji 3 kg, kemudian tarif listrik non-subsidi? Padahal komponen utama pembentuknya, harga minyak mentah dunia sejak awal tahun sudah mengalami penurunan," teran dia.

Bhima menilai, langkah menurunkan harga Elpiji, BBM, dan listrik ini dampaknya bisa dirasakan langsung oleh masyarakat, alih-alih mencetak uang Rp 600 triliun tanpa ada kajian menyeluruh.

"Jadi ini yang sebenarnya langsung kena ke daya beli masyarakat yang tidak diperjuangkan? Kenapa membuat saran yang belum bisa dipertanggungjawabkan secara akademik?" tegas Bhima.



Simak Video "Video: Tampang Penipu yang Ngaku Bisa Gandakan Uang di Cilacap"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads