Jakarta -
Pemerintah telah meluncurkan stimulus untuk pelaku usaha yang terdampak pandemi virus Corona (COVID-19). Salah satunya adalah restrukturisasi pinjaman di bank, termasuk di dalamnya relaksasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Ketua himpunan bank-bank milik negara (Himbara) Sunarso menjelaskan kriteria nasabah yang bisa mendapatkan relaksasi kredit. Ada empat kriteria debitur yang layak dapat keringanan cicilan dari bank.
Kriteria pertama, debitur mengalami penurunan omzet sampai dengan 30%, maka restrukturisasi yang akan kita berikan suku bunga diturunkan dan diberikan perpanjangan jangka waktu kredit. Kriteria kedua, untuk debitur yang mengalami penurunan omzet lebih dari 30% sampai 50%, maka pola restrukturisasinya adalah penundaan pembayaran bunga dan angsuran pokok selama 6 bulan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kriteria ketiga, berlaku bagi debitur yang mengalami penurunan omzet 50% sampai 75%. Mereka mendapatkan penundaan pembayaran bunga selama 6 bulan dan penundaan angsuran pokok 12 bulan.
"Kemudian skema keempat, debitur mengalami penurunan omzet lebih dari 75%, maka restrukturisasinya diberikan penundaan pembayaran bunga maupun pokok selama 12 bulan," ujar Sunarso yang juga Dirut PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI, Kamis (30/4/2020).
Pihaknya berpedoman pada POJK Nomor 11 /POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019.
"Skema-skema ini dan kriteria ini kami dasarkan kepada aturan yang dibuat oleh POJK yang diterbitkan tanggal 11 Maret 2020 bahwa bank harus memiliki pedoman yang menentukan kriteria-kriteria restrukturisasi. Kita buat seperti ini," tambahnya.
Sudah berapa nasabah yang dapat keringanan cicilan? Baca di halaman selanjutnya.
Sunarso menjelaskan bank-bank BUMN sudah memberikan relaksasi kepada 832.052 nasabah dengan nilai Rp 120,8 triliun.
"Total nasabah yang direstrukturisasi untuk 4 bank Himbara, 832.052 nasabah dengan portofolio Rp 120,8 triliun. Ini realisasi yang menggunakan kriteria-kriteria internal yang kita buat," kata dia dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI, Kamis (30/4/2020).
Angka di atas adalah yang tercatat hingga 24 April 2029. Lebih rinci, restrukturisasi dilakukan terhadap 801.685 nasabah di sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dengan nilai Rp 87,3 triliun. Sisanya adalah nasabah non UMKM sebanyak 30.367 orang.
"Sampai tanggal 24 April 2020 Himbara telah melakukan restrukturisasi untuk UMKM itu 801.685 nasabah dan itu artinya ekuivalen dengan portofolio Rp 87,3 triliun. Kemudian yang non UMKM itu totalnya 30.367 nasabah," jelasnya.
Namun Sunarso menjelaskan permasalahan dalam mengimplementasikan stimulus tersebut. Menurutnya anggaran yang dikucurkan tidak cukup, khususnya mengenai KUR.
Sementara itu Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto sudah menerbitkan pedoman pemberian KUR melalui Permenko Perekonomian nomor 6 Tahun 2020 tentang Perlakuan Khusus bagi Penerima KUR yang Terdampak COVID-19. Menurut dia itu perlu direvisi untuk menyesuaikan kemampuan anggaran negara untuk mensubsidi nasabah bank.
"Ini nanti mungkin harus dibicarakan lagi di Komite Kebijakan KUR Nasional karena Permenkonya ternyata mungkin perlu direvisi tenang masalah besaran subsidi ini disesuaikan dengan anggaran," tambahnya.
Pelaksanaan relaksasi kredit tersebut pun dikritik karena dianggap belum merata. Lanjut ke halaman berikutnya.
DPR mencecar bank BUMN yang dinilai setengah hati dalam mengimplementasikan kebijakan restrukturisasi kredit atau meringankan cicilan bagi nasabah yang terdampak COVID-19.
Anggota Komisi VI DPR RI Darmadi Durianto menjelaskan banyak pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang mengeluhkan sulitnya mendapatkan relaksasi pinjaman dari bank pelat merah.
"Persoalan utama adalah banyaknya keluhan pelaku UMKM yang tidak bisa mendapatkan relaksasi. Jadi bukan hanya daerah-daerah. Daerah banyak sekali. Di Jakarta juga menjerit," kata dia dalam rapat dengar pendapat (RDP) virtual dengan Himbara, Kamis (30/4/2020).
Yang dia tahu, perbankan diperkenankan untuk melakukan relaksasi kredit UMKM hingga Rp 1.100 triliun. Namun yang sudah dikucurkan oleh bank BUMN baru Rp 87 triliun. Dia menjelaskan memang tidak semua UMKM membutuhkan relaksasi kredit. Tapi angka Rp 87 triliun dianggap sangat kecil.
"Kayaknya hampir mustahil kalau sekarang hanya 8% dari pelaku UMKM yang terkena masalah dan saya yakin itu angkanya sudah di 60%. Berarti dari sini kita bisa melihat bahwa kebutuhan dana untuk relaksasi bagi pelaku UMKM adalah sekitar 50%. Berarti kita bisa menilai bahwa itu sudah mencapai Rp 500 triliun. Padahal yang sudah digelontorkan Himbara itu hanya 8%," jelasnya.
Anggota Komisi VI DPR RI Bambang Patijaya juga mencecar hal serupa. Dia menilai bahwa disubsidinya bunga pinjaman oleh pemerintah sangat membantu para pelaku UMKM. Namun permasalahan yang dihadapi saat ini adalah bagaimana penyelesaian restrukturisasi pinjaman tersebut oleh pihak perbankan.
"Kami merasa bahwa belum semua nasabah ini tersentuh oleh program-program seperti ini. Pada akhirnya mereka selalu berkeluh kesah, resah, kemudian bagaimana harapannya agar mendapat program ini," tambahnya.