Soal Data Pangan, DPR: Menteri dan Presiden Suka Bertolak Belakang

Soal Data Pangan, DPR: Menteri dan Presiden Suka Bertolak Belakang

Vadhia Lidyana - detikFinance
Senin, 04 Mei 2020 16:02 WIB
Usai banjir di awal tahun lalu, para petani di Desa Buni Bakti, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, mulai menanam padi. Yuk lihat.
Foto: Agung Pambudhy
Jakarta - Sepekan lalu Presiden Joko Widodo (Jokowi) membeberkan puluhan provinsi mengalami krisis pangan pokok seperti beras, bawang merah, bawang putih, gula, cabai besar dan rawit, jagung, dan telur. Penyataan Jokowi tersebut disinggung oleh anggota Komisi IV DPR RI dalam rapat kerja dengan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo siang ini.

Menurut anggota Komisi IV Muslim dari fraksi Demokrat, ada perbedaan pendapat antara Jokowi dengan Syahrul.

"Menyangkut data ini menjadi perhatian khusus. Apa yang disampaikan Pak Menteri dengan Presiden ini suka bertolak belakang. Kami minta persoalan data ini ke depan betul-betul bisa dikelola dan dimaksimalkan. Ini sangat substansi karena menyangkut bantuan pemerintah terhadap hajat hidup masyarakat," kata Muslim dalam rapat kerja virtual, Senin (4/5/2020).

Lebih lanjut, anggota Komisi IV Johan Rosihan dari fraksi PKS mempertanyakan pernyataan Syahrul soal stok pangan di Indonesia. Ia mengatakan, Syahrul selalu menyebut stok aman, sementara Presiden Jokowi mengungkapkan ada defisit pangan.

"Dalam setiap raker kita dengan Pak Menteri, bapak selalu menyampaikan bahwa stok kita aman, stok kita aman, stok kita aman. Tetapi dalam ratas terakhir Presiden menyampaikan ada 17 provinsi, 88 kabupaten/kota, 936 kecamatan yang masuk dalam rawan pangan kronis. Bahkan 31 provinsi mengalami defisit pangan. Sementara Pak menteri selalu mengatakan stok aman-stok aman," ujar Johan.

Hal senada juga diucapkan oleh anggota Komisi IV Slamet dari fraksi PKS. Slamet juga mempertanyakan perbedaan statement dari Jokowi dengan Syahrul.

"Bagaimana Kementan menyikapi defisit bahan pokok yang disampaikan Presiden? Beras di 7 provinsi, jagung 11 provinsi, cabai 23 provinsi, telur 22 provinsi, dan bawang putih 31 provinsi. Saya ingin mendengarkan strategi penanganannya. Saya khawatir pernyataan awal dari Kementerian kan selalu surplus, stok cukup, tapi kemudian Presiden menyampaikan defisit pangan dan sekarang menugaskan BUMN untuk ramai-ramai mencetak sawah?" tanya Slamet.

Ia pun meminta Syahrul membeberkan rencana pencegahan defisit pangan tersebut, juga dengan prediksi dari Food Agriculture Organization (FAO) terkait defisit pangan dunia.

"Bagaimana strategi kelangkaan pangan tidak terjadi di negara kita?" sambung Slamet.

Terakhir, anggota Komisi IV Suhardi Duka dari fraksi Demokrat meminta Kementan realistis dalam persoalan stok pangan.

"Di beberapa daerah memang surplus. tapi di banyak daerah juga terjadi hambatan-hambatan sehingga terjadi kelangkaan pangan. Dan ini sudah disinyalir oleh Presiden Jokowi. Jadi dua sisi kita harus memberikan pandangan kepada Presiden. Pertama optimistis bahwa tingkat kekhawatiran kita jangan terlalu khawatir. Tapi tidak bisa juga terlalu confidence, kita mengatakan aman pangan sampai 2020 ini," tutup Suhardi.


(dna/dna)

Hide Ads