Ekonom Sebut Audit BPK Bisa Pengaruhi Sentimen Masyarakat ke Bank

Ekonom Sebut Audit BPK Bisa Pengaruhi Sentimen Masyarakat ke Bank

Alfi Kholisdinuka - detikFinance
Jumat, 08 Mei 2020 13:56 WIB
Direktur Riset Center of Reform on Economics
Foto: Muhammad Ridho
Jakarta -

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menilai implementasi pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terhadap perbankan secara individual tak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, akibatnya pemberian kredit di bank tak dapat dideteksi oleh OJK . Hal itu termuat dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II/2019 BPK.

"Hasil pemeriksaan menyimpulkan bahwa pelaksanaan pengawasan bank umum pada OJK tahun 2017-2019 telah sesuai kriteria dengan pengecualian," demikian tertulis dalam salinan IHPS II/2019 yang diunggah BPK di laman resminya, Jum'at (8/5/2020).

Menanggapi hal ini, Pengamat Ekonomi dari CORE Piter Abdullah mengatakan catatan-catatan dari BPK tersebut seharusnya bisa menjadi masukan konstruktif bagi OJK. Namun hasil audit mengenai informasi individual bank seharusnya tidak tepat untuk disampaikan ke ranah publik terutama pada saat sistem perbankan yang sedang tertekan COVID-19.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Masyarakat seharusnya tidak digiring untuk mempersepsikan hasil audit BPK dan menjadikannya sebagai ukuran tingkat kesehatan secara keseluruhan bagi bank-bank tertentu," ucap Piter.


"Persepsi yang salah atas nama bank dimaksud dapat mempengaruhi kepercayaan masyarakat yang jika ditangkap secara berlebihan dapat menyebabkan efek berantai pada industri perbankan. Akibatnya akan sangat membahayakan sistem perbankan, sekali lagi justru pada saat kita harus berjuang keras menjaga kestabilan sistem perbankan," imbuhnya

ADVERTISEMENT

Menurut Piter dalam masa pandemi COVID-19 yang menghantam semua negara saat ini, perekonomian Indonesia sedang berada di dalam tekanan dan ambang resesi. Tentunya jika salah melangkah, kemungkinan yang terburuk akan terjadi adalah Indonesia bisa jatuh ke jurang krisis.

"Untuk menghindari terjadinya resesi terutama lagi krisis ekonomi, kita sangat memerlukan kekompakan yang didukung oleh semangat yang positif. Termasuk di antaranya dalam melihat kondisi perbankan kita saat ini. Kita harus yakin bahwa sistem perbankan kita kuat dan akan mampu melalui masa-masa sulit di tengah wabah COVID-19," jelas Piter.

Piter mengungkapkan secara objektif harus diakui kinerja perbankan sampai dengan bulan Maret masih stabil dan positif. Berdasarkan data publikasi OJK, kredit perbankan tumbuh sebesar 7,95% yoy, DPK perbankan tumbuh sebesar 9,54% yoy, kemudian permodalan dan likuiditas masih memadai dengan CAR perbankan sebesar 21,77% dan rasio alat likuid/non-core deposit terpantau di level 112,90%. Profil risiko pun masih terjaga dengan NPL sebesar 2,77%.

"Stabilitas sistem perbankan ini tidak bisa dilepaskan dari pengawasan bank yang dilakukan secara prudent yang sudah dirintis pasca krisis 1998/1999 oleh Bank Indonesia dan kemudian diteruskan oleh OJK. Di tengah wabah COVID-19 saat ini, kita sangat membutuhkan OJK untuk bisa fokus dalam menjaga stabilitas sistem keuangan khususnya sistem perbankan. Sebagaimana kita ketahui OJK juga harus bekerja keras mengurangi tekanan NPL perbankan melalui kebijakan pelonggaran restrukturisasi kredit," ungkapnya.

Piter pun mengatakan dengan adanya kebijakan pelonggaran restrukturisasi kredit dari OJK maka akan mengurangi beban likuiditas dunia usaha. Sehingga dengan adanya kebijakan ini dunia usaha akan terbantu mengarungi masa pandemi COVID-19 hingga usai.

"Dengan adanya kelonggaran restrukturisasi kredit, yang dimulai sejak Maret, bank bisa menghindari terjadinya permasalahan permodalan bank mengingat kredit yang direstrukturisasi dikategorikan lancar. Sementara di sisi lain restrukturisasi kredit juga akan mengurangi beban likuiditas dunia usaha. Dengan adanya kebijakan ini dunia usaha akan banyak terbantu untuk bisa bertahan hingga wabah COVID-19 usai," pungkasnya




(mul/mpr)

Hide Ads