Melihat beberapa hari ke belakang, tepatnya Rabu (6/5) lalu Ida juga baru menerbitkan Surat Edaran (SE) yang mengizinkan pengusaha yang usahanya terdampak virus Corona (COVID-19) untuk menunda/mencicil pencairan THR melalui kesepakatan dengan pegawainya.
Ketua Umum DPD HIPPI (Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia) Provinsi DKI Jakarta Sarman Simanjorang mengatakan, peringatan Ida terkait membayar THR maksimal H-7 Lebaran ini hanya bisa dilaksanakan oleh pengusaha yang mampu.
"Jadi peringatan yang baru saja itu menyampaikan bahwa bagi perusahaan yang mampu supaya membayar 7 hari sebelum Lebaran. Yang mampu loh," kata Sarman kepada detikcom, Senin (11/5/2020).
Ia memahami, ketentuan pencairan THR H-7 Lebaran dan ada denda serta sanksi bagi yang terlambat/tidak membayar ini sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ia pun menyatakan di tengah pandemi Corona ini masih ada perusahaan-perusahaan di berbagai sektor yang mampu membayarkan THR penuh dan tepat waktu. Namun, lebih banyak pengusaha yang tidak mampu dari segi keuangan perusahaannya.
"Nah jadi saya bilang tadi ada yang mampu, ada yang setengah mampu, tapi banyak sekali yang sama sekali tidak mampu," imbuh dia.
Membacara peringatan Ida, menurut Sarman pengusaha yang tidak mampu memang masih bisa mengacu pada SE yang juga baru terbit. Namun, ia meminta agar Kemnaker memberikan sosialisasi terkait kebijakan THR di tengah pandemi ini agar tidak ada kesalahpahaman antara pengusaha dengan pegawai.
"Ini perlu penjelasan lebih lanjut dari Bu Menteri, atau kementerian terkait. Atau dinas tenaga kerja di kabupaten/kota itu menyampaikan hal ini, bahwa SE yang kedua sebenarnya ditujukan pada perusahaan yang mampu supaya membayar THR-nya H-7. Kalau yang tidak mampu mengacu pada SE yang pertama," terang Sarman.
Dihubungi secara terpisah, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani juga mengatakan hal serupa. Peringatan Ida ini memang diperuntukkan bagi pengusaha yang mampu membayar THR tepat waktu. Namun, di tengah pandemi ini lebih banyak pengusaha yang tidak mampu membayarkan THR kepada pegawainya.
"Kalau SE kan buat yang tidak bisa bayar on time. Kalau bisa bayar on time ya diharapkan memang bayar on time dong kalau memang bisa, kalau ada kemampuan. Tapi kan kita tahu perusahaan banyak yang tidak ada. Jadi makanya perlu ada arahan dari Bu Menteri kalau yang nggak bisa begini arahannya, caranya," ujar Shinta kepada detikcom.
Selain itu, Shinta mengatakan SE yang diterbitkan pekan lalu ini bentuknya hanyalah imbauan. Sehingga, jika pengusaha dan pegawai tak menemukan kesepakatan dalam pencairan THR ini, maka kedua pihak harus menempuh jalur hukum, atau pengusaha tetap wajib mencairkan THR tepat waktu dan secara penuh.
"Jadi secara hukum ya tetap kalau nggak ada kesepakatan harus melalui proses mediasi dan lain-lain, tetap seperti biasa," tutur Shinta.
Baca juga: Kini Menaker Wajibkan THR Cair H-7 Lebaran |
Ia memahami pemerintah sudah mengeluarkan kebijakan maksimal dengan meneribitkan SE THR ini. Namun, menurut Shinta pengertian dari serikat pekerja/buruh juga diperlukan terkait kewajiban pengusaha membayar THR, sementara keuangan perusahaan tidak sehat.
"Kami harapkan pengertianlah dari pekerja, supaya pekerja juga tahu bahwa perusahaan saat ini keadaannya tidak memungkinkan, bukannya tidak mau. Semoga dengan adanya SE pekerja juga punya mekanisme bipartit, jadi kalau memang nggak bisa bagaimana caranya. Dikasih petunjuklah, tapi bentuknya hanya sebagai petunjuk atau imbauan saja memang," pungkas dia.
(dna/dna)