Di China, 8 Juta Lulusan Baru Berebut Kerja dengan 80 Juta Korban PHK

Di China, 8 Juta Lulusan Baru Berebut Kerja dengan 80 Juta Korban PHK

Soraya Novika - detikFinance
Selasa, 12 Mei 2020 11:50 WIB
Sejumlah pabrik di China perlahan kembali buka dan beroperasi di tengah wabah virus corona. Para pekerja di pabrik itu sibuk beraktivitas dengan kenakan masker.
Foto: AP Photo
Jakarta -

Pandemi virus Corona (COVID-19) nyatanya membawa malapetaka tersendiri bagi para pekerja China. Pasalnya, pandemi ini telah memaksa kurang lebih 80 juta orang kehilangan pekerjaan mereka. Hal ini diperparah dengan membludaknya jumlah lulusan baru universitas di China. Tahun ini terdapat setidaknya 8,7 juta lebih lulusan baru yang siap bersaing berebut kerja dengan para korban PHK tersebut.

Mengutip CNN Business, jumlah pekerja yang kehilangan pekerjaannya di China sebenarnya sulit terdeteksi karena data yang disampaikan pemerintah tidak jelas. Tingkat pengangguran resmi yang dilaporkan hampir tidak bergerak melampaui 4-5% selama bertahun-tahun. Namun, data itu hanya melacak angka pengangguran di perkotaan. Pada Maret lalu, tingkat pengangguran China tercatat sebesar 5,9%, sedikit lebih rendah dari rekor 6,2% di bulan sebelumnya.

Menurut perhitungan CNN Business dengan menggunakan data pemerintah itu, angka tersebut mewakili lebih dari 27 juta orang kehilangan pekerjaan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Melaporkan data yang buruk itu di luar kebiasaan. Mengingat pemerintah sering memoles angka-angka, maka situasi sebenarnya bisa lebih buruk," ujar Profesor Pusat Studi China di Universitas China-Hong Kong Willy Lam dikutip dari CNN Business, Selasa (12/5/2020).

Data pengangguran tersebut tidak termasuk orang-orang di pedesaan atau 290 juta pekerja migran di bidang konstruksi, manufaktur, dan kegiatan-kegiatan penting lainnya yang bergaji rendah.

ADVERTISEMENT

Ekonom di Akademi Ilmu Sosial China Zhang Bin pun berpendapat serupa, menurutnya jika data pekerja migran juga dimasukkan, maka bisa jadi ada sebanyak 80 juta orang lebih yang sudah kehilangan pekerjaannya sejak akhir Maret lalu.

Di sisi lain, para ahli lain juga menilai bahwa angka 80 juta orang tersebut lebih masuk akal ketimbang data yang disampaikan pemerintah. Itu berarti, hampir 10% pekerja di China sudah kehilangan pekerjaan mereka.

"Guncangan COVID-19 terhadap pasar kerja belum pernah terjadi sebelumnya, dari sisi skala dana waktu" tulis Wei Yao dan Michelle Lam dalam laporan penelitian minggu lalu.

Kementerian Perdagangan tidak menanggapi permintaan konfirmasi dari CNN Business terkait data tersebut. Bulan lalu, juru bicara Biro Statistik Nasional China Mao Shengyong mengakui bahwa pasar tenaga kerja berada di bawah banyak tekanan. Namun, dia bersikeras secara keseluruhan lapangan kerja masih dalam kondisi stabil.

"Meskipun virus corona telah berdampak parah pada pekerjaan, tidak ada PHK besar-besaran di negara ini," kata Mao Shengyong pada konferensi pers.

Tak berhenti di situ, China juga harus bersiap menghadapi guncangan tambahan dalam beberapa bulan mendatang. Pasalnya, China akan menghadapi sekitar 8,7 juta lulusan baru perguruan tinggi tahun ini. Jumlah lulusan itu menciptakan lebih besar kompetisi di lapangan kerja.

Pemerintah China menyadari gelombang pencari kerja baru turut membayangi pasar tenaga kerja. Pada minggu ini, pemerintah meluncurkan rencana untuk membantu lulusan baru mencari pekerjaan sebagai guru dan menciptakan posisi grass root lainnya. Proyek ini juga mencakup proposal untuk memperluas pendaftaran bagi program pascasarjana. Namun, pemerintah masih memiliki tugas berat di depan yakni membantu pekerja yang kehilangan pekerjaan mereka.

"Kekhawatiran khusus adalah bahwa jaring pengaman tidak menangkap kelompok yang paling rentan," tulis Kepala Ekonom Asia untuk Capital Economics Mark Williams.



Simak Video "Video: Demi Fokus ke Pusat Data dan AI, Google PHK 200 Karyawannya"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads