PLTA Kayan Bisa Hasilkan Listrik dengan Tarif Lebih Murah dari China

PLTA Kayan Bisa Hasilkan Listrik dengan Tarif Lebih Murah dari China

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Jumat, 15 Mei 2020 10:00 WIB
Menjadi yang terbesar di dunia, 10 pembangkit listrik tenaga air (PLTA) ini punya pemandangan yang indah.
Ilustrasi/Foto: Istimewa/Geoshen
Jakarta -

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia bicara soal fokus pemerintah dalam pengembangan energi baru terbarukan. Dia menyatakan pengembangan energi baru terbarukan adalah salah satu fokus pemerintah saat ini.

Salah satu proyek besar energi baru terbarukan adalah PLTA Kayan di Kalimantan Utara. Menurutnya, pembangkit listrik ini akan menjadi yang paling ramah lingkungan dan murah tarif listriknya.

"Terkait energi kita mau fokus ke energi baru terbarukan, salah satunya kita bikin PLTA Kayan di Kalimantan Utara. Kalau ini semua kita bangun listriknya dengan PLTA maka otomatis kita akan terkenal dengan proses ramah lingkungan dan biayanya murah," papar Bahlil dalam sebuah webinar dengan Sandiaga Uno, Kamis malam (14/5/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Soal tarif listriknya, dia menyatakan PLTA Kayan mampu memproduksi listrik seharga US$ 6 sen per kwh. Dia membandingkan dengan tarif listrik termurah di dunia saat ini, yaitu China dengan tarif listrik cuma US$ 8 sen per kwh.

"Saat di dunia tarif energi paling murah itu di China dia tarif listriknya US$ 7-8 (sen per kwh) tarif listriknya. Nah di tahun 2022, setelah Kayan bisa produksi, konon katanya kemarin info dari Pak Luhut bisa jadi US$ 4, tapi setelah kita hitung dengan pembanding lain itu bisa US$ 5-6," jelas Bahlil.

ADVERTISEMENT

Dari catatan detikcom, total kapasitas PLTA Kayan sebesar 9.000 MW yang artinya secara keseluruhan menelan biaya US$ 20,7 miliar-US$ 24,3 miliar. Proyek ini didanai oleh Powerchina.

Powerchina telah menandatangani Perjanjian Pengembangan Bersama untuk PLTA Hydropower 1-5 dengan PT Indonesia Kayan Hydropower Energy Co. Ltd di Sungai Kayan pertengahan 2019 yang lalu.

Bahlil juga mengatakan saat ini pemerintah sedang mengembangkan industri kendaraan listrik. Menurutnya, dengan cadangan nikel besar, dapat membuat Indonesia jadi pemain besar lithium baterai.

"Kita juga mau industri otomotif yang pakai baterai dikembangkan, ini peluang besar kita jadi pemain dunia. Kita punya ore nikel, cadangan itu 25% di dunia, bahan baku baterai ada semua di Indonesia," kata Bahlil.

"Mulai dari nikel, mangan, kobalt, ini lah bagian hilirisasi ore nikel," sebutnya.




(eds/eds)

Hide Ads