Ini Skenario Terburuk Industri Makanan dan Minuman Imbas Corona

Ini Skenario Terburuk Industri Makanan dan Minuman Imbas Corona

Vadhia Lidyana - detikFinance
Selasa, 19 Mei 2020 15:46 WIB
Ribuan botol minuman teh segar Nu Milk Tea sedang memasuki tahap akhir produksi di pabrik PT ABC President, Karawang, Jawa Barat, Rabu (9/5/2012). Selain teh susu, minuman teh segar dalam botol juga diproduksi di sini seperti Nu Green Tea.
Ilustrasi/Foto: Ari Saputra
Jakarta -

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi) Adhi S. Lukman membeberkan skenario terburuk atas pertumbuhan industri tahun ini. Skenario tersebut disiapkan melihat kondisi industri yang tengah menghadapi dampak dari pandemi virus Corona (COVID-19).

Adhi mengatakan, industri makanan dan minuman Indonesia pada umumnya mengalami pertumbuhan hingga 7% atau lebih setiap tahunnya. Namun, di tahun 2020 ini ia memprediksi pertumbuhan industri makanan dan minuman hanya mentok di level 4-5%.

"Di kuartal I-2020 kita hanya tumbuh 3,94%. Nah perkiraan kami pertumbuhan 2020 kemungkinan hanya 4-5%. Di mana awalnya pada Februari kita masih optimis 8-9%. Tapi itu harus kita tinggalkan, kita akan masuk ke dalam pertumbuhan yang rendah," ungkap Adhi dalam diskusi online MarkPlus Industry Roundtable, Selasa (19/5/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Salah satu latar belakang dibalik penyusunan skenario terburuk itu adalah penurunan konsumsi rumah tangga Indonesia yang sangat drastis yakni 2,84% pada kuartal I-2020 dibandingkan tahun 2019 (year on year).

"Situasi sangat mendadak, dan kali ini dengan COVID-19 ini konsumsi rumah tangga itu pertumbuhannya turun sekali, biasanya 5%, dan di kuartal I-2020 ini hanya 2,84%. Dan konsumsi rumah tangga itu dikontribusi oleh food and beverage dan health care itu sangat signifikan 44%," papar dia.

ADVERTISEMENT

Selain itu, bulan Ramadan dan juga Lebaran yang biasanya diandalkan sebagai penopang pendapatan industri makanan dan minuman, tak berlaku lagi di tahun ini.

"Kita kelihatan no festive hari ini. Saya sudah cek kemarin, hampir tidak ada order untuk festive puasa dan Lebaran. Padahal banyak industri makanan dan minuman yang mengandalkan festive sebagai pendapatan setahun untuk menutupi kebutuhan biaya-biaya satu tahun dalam industri makanan dan minuman," terang Adhi.

Sebut saja produsen sirop dan biskuit yang sangat mengandalkan momen bulan Ramadan dan Lebaran. "Seperti produk-produk untuk puasa dan Lebaran itu sirop, biskuit, dan sebagainya. Ini yang menjadi masalah," ucapnya.




(ara/ara)

Hide Ads