Tunggu Harga Gas Turun, Pengusaha Baja: Kami Butuh Relaksasi

Tunggu Harga Gas Turun, Pengusaha Baja: Kami Butuh Relaksasi

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Rabu, 20 Mei 2020 17:20 WIB
PT Steel Pipe Industry of Indonesia di Karawang Jawa Barat, Selasa (17/11/2015). Pabrik Spindo Karawang ini menghasilkan pipa baja untuk mendukung industri otomotif, infrastruktur, furniture, properti hingga industri minyak dan gas dengan menggunakan mesin baru yang dapat menghasilkan 4800 ton pipa baja dalam sebulan dari yang biasanya hanya bisa memproduksi 3500 ton. Sedangkan penjualannya hingga akhir Oktober 2015 ini sudah mencapai 313.924 ton dan akan terus bertambah hingga akhir Desember 2015 sebesar 80.000 ton. Rachman Haryanto/detikcom.
Ilustrasi/Foto: Rachman Haryanto
Jakarta -

Pengusaha baja nasional menilai biaya untuk energi industri masih kurang terjangkau. Mereka meminta adanya relaksasi harga energi bagi industri baja.

Presiden Direktur Sunrise Steel Henry Setiawan mengaku, dia dan kawan-kawannya sesama pengusaha baja nasional masih menunggu penurunan harga gas yang dijanjikan seharga US$ 6 per MMBTU.

"Kami butuh relaksasi harga energi, khususnya listrik dan gas. Nah ini pun kami masih harap-harap cemas atas realisasi harga gas US$ 6," ungkap Henry dalam diskusi industri baja yang diadakan Krakatau Steel, Rabu (20/5/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Henry juga mengatakan di tengah menurunnya produksi dan kegiatan industri dia meminta pemerintah memberikan relaksasi biaya pada kapasitas minimum energi. Baik kapasitas minimum untuk listrik maupun gas.

"Kalau bisa juga jangan ada pembatasan kapasitas minimum untuk energi listrik dan gas," jelas Henry.

ADVERTISEMENT

Hal ini juga diamini Direktur Utama PT Krakatau Steel Silmy Karim. Dia mengatakan banyak perusahaan baja nasional meminta kebijakan relaksasi kepada BUMN-BUMN energi. Silmy menyebut pengusaha juga ada yang meminta relaksasi listrik selama enam bulan.

"Yang jadi sorotan teman-teman memang kebijakan industri dan roadmap dari BUMN-BUMN untuk berikan harga energi yang murah," ungkap Silmy.

"Bahkan ini, ada permintaan untuk bisa diberikan relaksasi listrik 6 bulan ke depan," lanjutnya.




(eds/eds)

Hide Ads