Menteri Perdagangan (Mendag) Agus Suparmanto mengakui harga gula di tingkat konsumen masih tinggi. Misalnya saja di Kota Bekasi masih tembus Rp 17.000/kg, sementara harga acuan di tingkat konsumen yang ditetapkan pemerintah ialah Rp 12.500/kg.
Menurut Tenaga Ahli Asosiasi Gula Indonesia (AGI) Yadi Yusriadi, lonjakan harga gula ini sudah berlangsung sangat lama, bahkan lebih dari tiga bulan. Melihat kondisi tersebut, ia menilai upaya pemerintah dalam menurunkan harga gula serba terlambat, misalnya dari penerbitan izin impor gula.
"Biasanya impor cepat, sekarang serba lambat dan itu memang baru disadari baru belakangan ini dengan ada statement-statement dari Menteri Perdagangan. Tapi sebetulnya sudah tahu kondisi lockdown India harusnya diantisipasi. Jadi keputusan itu belum cukup. Karena keputusan itu harus sampai terimplementasi real di lapangan," ungkap Yadi kepada detikcom, Selasa (26/5/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Begitu juga dengan kebijakan pengalihan gula rafinasi menjadi konsumsi. Langkah ini seharusnya dilakukan lebih awal sebelum harga gula melambung.
"Contoh pengalihan rafinasi, itu kan baru-baru ini di bulan April. Seharusnya dari awal sudah digerojok, sebelum harga terlalu tinggi. Jadi kita lihat memang ada satu keterlambatan ambil tindakan. Jadi tindakan-tindakan selalu terlambat," kata Yadi.
Yadi juga menyinggung soal kegiatan operasi pasar atau mengguyur stok gula ke pasar-pasar tradisional.
"Seharusnya sampai detail barang itu sampai ke pasar. Seharusnya pemantauan mulai dari keputusan impor atau kebijakan lainnya itu harus sampai ke lapangan. Nah ke lapangan itu bukan hanya operasi-operasi pasar saja. Operasi pasar itu berapa sih total? Kebutuhan kita kan 250.000-260.000 per bulan, cukup besar. Operasi pasar paling berapa ribu ton, sedikit banget. Ada yang 1.600 ton. Bulog pun dari GMM baru sekitar 30.000-an ton kan," papar dia.
Secara keseluruhan, AGI menilai kebijakan yang terlambat ini mengakibatkan harga gula masih jauh di atas harga acuannya.
"Jadi keputusan ada, tapi belum cukup, jadi selalu evaluasinya karena ini itu, tapi serba terlambat kalau yang kami lihat dari kacamata kami ini," pungkasnya.
(ara/ara)