Ekonomi India diperkirakan melambat paling dalam di dua tahun terakhir. Hal ini ditunjukkan dengan data produk domestik bruto (PDB) yang semakin turun dari segi konsumsi dan investasi.
Menurut jajak pendapat Reuters yang dikutip pada Jumat (29/5/2020), para ekonom memprediksi pertumbuhan ekonomi India di kuartal I hanya 2,1%. Angkanya lebih rendah dibanding kuartal sebelumnya yang mencapai 4,7%.
Perdana Menteri India Narendra Modi masih mempertahankan lockdown yang dilakukan sejak 25 Maret untuk menekan penyebaran COVID-19 di negara terpadat kedua di dunia itu. Meskipun akhirnya banyak juga pembatasan yang dilonggarkan mulai 18 Mei.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dampak dari lockdown yang dilakukan ini berimbas pada industri manufaktur dan jasa. Bahkan imbasnya akan makin menjadi pada kuartal II, Goldman Sachs pun memperkirakan ada kontraksi 45% dari tahun lalu.
Para ekonom memperkirakan akan ada kontraksi ekonomi terburuk dalam empat dekade di India.
"Aktivitas ekonomi akan menghadapi gangguan yang berkelanjutan selama tahun depan karena negara ini beralih ke dunia pasca-COVID-19," kata lembaga pemeringkat S&P.
Prakiraan cuaca untuk hujan monsun yang normal masih memberikan sedikit harapan bagi petani India, artinya akan ada kesempatan kerja di pedesaan. Hal ini dapat membantu mendukung jutaan pekerja migran yang kembali ke desa mereka dari kota-kota ketika lockdown dimulai.
Jumlah kasus COVID-19 di India sendiri telah melewati 158 ribu pasien positif, dengan angka 4.531 kematian. Rata-rata ada ada 6 ribu kasus dalam satu minggu terakhir.
Paket stimulus India sebagian besar berfokus pada subsidi dan relaksasi kredit untuk usaha kecil dan petani. Sementara stimulus fiskal langsung terbatas pada sekitar 1% dari PDB.
Reserve Bank of India, yang merupakan bank sentral di India telah memangkas suku bunga kebijakan sebesar 40 basis poin awal bulan ini. Mereka juga telah mengurangi suku bunga repo INREPO = ECI sebesar 115 basis poin sejak Februari.
(ara/ara)