Mengorek Peluang Startup di Tengah Pandemi Corona

Wawancara Khusus Komisaris Shopee

Mengorek Peluang Startup di Tengah Pandemi Corona

Danang Sugianto - detikFinance
Jumat, 05 Jun 2020 09:19 WIB
Direktur Toba Bara, Pendiri Indies Capital, VC Ventures, Presiden Komisaris SEA Group Indonesia, Shopee, Dewan Komisaris Gojek, Bukalapak
Foto: Dok. Inspirasi Digital
Jakarta -

Pandu Patria Sjahrir lebih dikenal sebagai Direktur PT Toba Bara Sejahtra Tbk dan juga Ketua Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI). Tapi siapa sangka ternyata dia tengah asik nyemplung di dunia investasi startup.

Sedikit yang tahu, ternyata Pandu sudah berkecimpung di dunia investasi perusahaan digital selama 7 tahun. Baru belakangan ini dia diketahui sebagai Presiden Komisaris SEA Group (dulunya Garena) untuk wilayah Indonesia yang menaungi Shopee. Pandu juga diketahui sebagai salah satu anggota Dewan Komisaris Gojek.

"Ya memang karena sebagai ketua asosiasi, lebih banyak berbicara untuk urusan asosiasi, urusan undang-undang Minerba begitu. Sebenarnya saya sudah 7 tahun investasi teknologi tapi memang bukan buat dipamerin lah. Sebagian memang sudah jalan seperti di Gojek orang udah tahu, Bukalapak juga ya sebenarnya hanya investasi saja dan SEA yang orang juga banyak yang belum tahu," tuturnya saat berbincang dengan detikcom.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam wawancaranya dengan detikcom, Pandu berbagi tips bagi perusahaan startup yang ingin mengembangkan usahanya di masa pandemi Corona. Dia menilai wabah COVID-19 memberikan banyak peluang bagi startup.

Selain itu dia juga mengungkapkan cara dia memilih startup untuk disuntik modal. Hal itu tentu bisa menjadi tips bagi pemilik startup demi menggaet investor.

ADVERTISEMENT

Tak hanya itu, Pandu juga berbicara mengenai dominasi startup dalam sektor tertentu. Benarkah ada aksi duopoli?

Wawancara lengkap di halaman berikutnya.

Sejak kapan berkecimpung di dunia investasi startup?

ya memang karena sebagai ketua Asosiasi, lebih banyak berbicara untuk urusan asosiasi, urusan undang-undang Minerba begitu. Sebenarnya saya sudah 7 tahun investasi teknologi tapi emang, ya bukan buat dipamerin lah. Sebagian memang sudah jalan seperti di Gojek orang sudah tahu, Bukalapak juga ya sebenarnya hanya investasi saja dan SEA yang orang juga banyak yang belum tahu.

Jadi sebelum 2017 saya investasi pribadi, saya dari perusahaan saya sendiri, ada investasi dari ya investasi kecil-kecil tapi rupanya alhamdulillah ada sebagian yang sukses juga. Tapi sekarang saya ada fund sendiri yang saya buat, perusahaan investasi saya sendiri namanya Indies, itu saya ada investasi buat company yang masih kecil lewat sub fund namanya ACV, kalau di Indies untuk perusahaan-perusahaan yang besar yang sudah established. Jadi memang saya bikin profesional investment company, jadi ada sekitar 20 orang yang buat ngurusin investasi.

Kalau masuk Shopee sejak kapan?

Shopee saya ikut sebelum Shopee ada. dulu ya saya ikut sebagai investor awal aja, terus sama founder-nya diminta jadi Chairman di sini ngurusin. Sebelumnya kan Shopee mulai aktif 2015, dulu namanya Garena. Investasi saya kecil-kecilan lah, waktu itu kan saya nggak tau Garena jadi apa, cuma gaming, masih kecil lah. Revenue-nya ya Shopee 0, Garena saat itu hanya Rp 1 triliun, tapi sekarang sudah Rp 50 triliun revenue-nya.

Shopee saja sekarang sudah Rp 25 miliar. Market cap kita sekarang US$ 40 miliar kurang lebih Rp 500 triliun, jadi Alhamdulillah. Shopee masuk Indonesia Desember 2015. Saya ya komisaris pertama dan satu-satunya di Shopee dan Garena Indonesia.

Kenapa memilih bisnis yang jauh berbeda dari bidang sebelumnya batu bara?

Jadi secara garis besarnya kalau bisnis batu bara ataupun power plant itu memang bisnis keluarga, saya perwakilan dari keluarga. Saya investasi di teknologi karena keluarga tidak ada yang tertarik, karena dianggap terlalu berisiko. Saya sendirian, berusaha, belajar sendiri. Jujur karena passion saya investasi. Jujur baru muncul 1,5 tahun terakhir terpaksa, karena dengan industri yang semakin besar kita juga harus juga bisa ngomong ke stakeholder, ya hom pim pa saya yang kena.

Dari batu bara dan teknologi mana yang paling menjanjikan?

Mungkin kalau energi kalau ada up and down jelas, tapi ka kalau Toba Bara fokusnya power plant dan inginnya renewable. Tapi kalau saya pribadi karena saya paling banyak investasi teknologi, tentu saya melihat teknologi itu prospek. Apalagi dengan work from home ini luar biasa. Peningkatan dari sisi orang penggunaan teknologi lebih banyak, baru bangun pagi orang sudah menggunakan mobile. Pesanan dari Shopee saja sekarang jauh lebih banyak dibanding tahun lalu, peningkatan yang luar biasa. Orang mau transaksi pasti e-wallet. Kirim barang semuanya sekarang logistik, kerja pakai aplikasi video conference.

Menurut saya perubahan yang cukup mendasar dan sekarang kantor-kantor sudah ngetes, bisa nggak bisnis saya jalan tanpa orang ke kantor dan ternyata bisa. di Amerika, perbankannya saja sekarang udah bisa hampir 90% fungsinya sudah nggak perlu masuk kantor. Ini sebenarnya transformasi yang pasti terjadi hanya gara-gara COVID dipaksa lebih cepat.

Kita sudah cukup banyak investasi ada Warung Pintar, ada Aruna, dan lain-lain. Jadi banyak perusahaan yang membuat market lebih efisien. Kita di semua lini. Kita sudah invest sudah sekitar 70 perusahaan, total jumlah investasi sekitar US$ 100 juta.

Kenapa berani investasi uang sebesar itu sementara startup tempatnya bakar duit, apa yang membuat Anda yakin?

Jadi bisa dibilang market-nya itu, segmentasi kan memang besar, bisa dibilang investasi awal lah, tapi ada juga perusahaan profit karena COVID. Tapi secara garis besar memang market-nya ini, potensinya sangat besar. Misalnya e-commerce, kan orang belanja masih 98% offline, online-nya masih 2%. Kalau kita bisa naik 10% aja, itu udah 5 kali lipat. Tapi adaptasi Indonesia jauh lebih cepat dari Amerika misalnya. Karena pertama muda-muda, kedua sangat suka mobile, ketiga yang sangat suka efisiensi. Jadi adopsi market Indonesia tuh mungkin salah satu yang paling maju di dunia. Jadi saya percaya dari 2% ke 10% itu mungkin bisa terjadi dalam waktu 5 sampai 7 tahun ke depan. Karena contohnya UMKM, pengusaha ritel kecil mau nggak mau harus online marketing, karena ya orang nggak bisa datang ke toko.

Berlanjut di halaman berikutnya.

Apa yang harus dilakukan startup dalam mengambil keuntungan di era pandemi ini?

Jadi yang paling penting fokus. Kamu tuh solve masalah apa, jadi masalah apa yang kamu mencoba memperbaiki dan apakah potensi itu besar. Contohnya dulu kalau Shopee simple semua orang pasti belanja online, coba kita cari platform untuk bangun itu. Go-Jek juga sama, bagaimana orang bisa delivery barang atau orang pergi dari titik A ke titik B secara aman dan nyaman dan harus percaya brand. Itu dulu solving the big issue. Habis itu pindah ke Go-Pay bagaimana orang bisa membayar tanpa harus pegang uang atau cashless, juga memberi transparansi. Kan semua mulainya begitu, big issue. Ke depannya soal logistik. Bagaimana kita bisa delivery barang dari satu tempat ke tempat lain secara aman. Itu nanti juga akan menjadi semacam trend. Lalu juga soal education dan healthcare. Mau nggak mau ini sudah pasti terjadi hanya waktunya saja itu.

Di AS saja sekarang perusahaan paling besar semua teknologi. Di China juga perusahaan yang besar-besar itu teknologi. Indonesia belum, tapi itu akan terjadi dan sekarang sedang terjadi. Pemerintah juga sadar bahwa memang adopsi teknologi ini keharusan. Ini peluangnya sangat besar jadi tinggal mencari peluangnya.

Apakah industri digital bisa menyelamatkan ekonomi RI?

Pengusaha Indonesia itu kreatif semua, bahkan sekarang bansos juga disalurkan melalui teknologi. Jadi sebenarnya bahasannya bukan teknologi menyematkan ekonomi RI, tapi teknologi itu untuk bisa membantu transformasi ekonomi Indonesia. Dari pada kita export-oriented hasil batubara, kita sekarang bisa fokus untuk memperkuat ekonomi domestik. Kita beruntung kok punya pasar 300 juta orang, ekonomi lokal kita sangat besar.

Anda percaya 5 tahun ke depan peningkatan ekonomi digital di Indonesia bisa 5 kali lipat, apakah di masa itu ekonomi digital bisa memiliki peran terhadap pertumbuhan ekonomi?

Pasti dong, harus, nanti mau nggak mau ke depannya setelah mereka menghasilkan profit mereka juga. Kan kalau sekarang lebih kepada penyerapan ketenagakerjaan dan penyerapan investasi, nantinya juga penghasilan kepada negara. Itu nantinya akan ke sana. Karena kita kan sekarang mulai membangun infrastruktur teknologi, baru setelah itu kita bisa menghasilkan pendapatan bagi negara. Jangan lupa Amazon saja untuk profit butuh 20 tahun. Kalau Indonesia bisa dalam 7 tahun ya besar. Kan kita sudah masuk sudah tahun ke-4 jadi ya saya rasa 4-5 tahun sudah bisa profit.

Sebagai investor bagaimana cara memilih startup yang akan diinvestasikan?

Ya memang startup ini tumbuh liar di Indonesia, tapi to be honest kita bisa lihat yang bagus yang mana. Kan ini balik lagi ke bibit, bebet, bobot untuk mencari jodoh. Pertama kita melihat track record orang itu bagaimana, baik saat sekolah dan tempat kerjanya. Sekolahnya dimana, bagus apa enggak. Kalau performance sekolahnya bagi pasti orangnya rajin. Waktu kerja bagaimana, kalau terus mencapai top performance berarti dia rajin. Lalu kalau melihat co-founder-nya, kita lihat timnya saling mengisi atau tidak.

Kemudian melihat karakter mereka, ini lebih susah karena harus sering ketemu. Waktu mereka sedang susah susah bagaimana mereka menyelesaikannya. Makanya saat pandemi COVID-19 ini bagus sebenarnya, saya bisa melihat karakter masing-masing founder. Kedua orangnya gigih atau tidak, kegigihan itu penting. Ketiga orangnya rendah hati nggak, itu yang paling penting tuh kalau sombong di Indonesia susah. Jadi sebenarnya simpel.

Saya lebih cenderung melihat ke orangnya. Ya oke masuk akal sebelum investasi kita melihat aplikasinya, tapi balik ke manusianya juga. Karena mau sebagus apapun aplikasinya, tapi kalau karakter orangnya nggak pas ya buat saya enggak. Pernah saat ada masalah orangnya nggak mau dengerin, akhirnya orangnya diganti. Jadi ada 1 perusahaan founder-nya waktu ada susah reaksinya malah negatif waktu kita omongin. Tapi karena itu menyakitkan perusahaan yang kita invest, terpaksa founder-nya yang kita ganti, dan sekarang perusahaannya lebih baik.

Bagaimana Anda melihat masa depan unicorn dan decacorn Indonesia? Sebab walau sudah besar mereka masih sering tertimpa masalah, bahkan ada yang melakukan PHK massal?

Tapi menurut saya sebagian yang besar ini ada PHK juga bagus, karena itu lumrah. Sehingga mereka paham ada up and down. Kalau market lagi turun ya terpaksa harus melakukan itu. Ya salah satunya juga peta persaingan yang semakin ketat.

Banyak yang menilai di Indonesia industri digital dianggap terlalu duopoli, misalnya Grab dan Go-Jek di transportasi serta Tokopedia dan Shopee di e-commerce, apakah startup memang benar tidak punya peluang?

Startup baru sangat bisa, di China ada perusahaan bernama Pinduoduo yang melakukan social commerce. Dalam waktu 5 tahun dari 0 menjadi valuasi US$ 80 miliar. Padahal di e-commerce sudah ada perusahaan seperti Alibaba, JD yang besar-besar. Jadi bakal ada selalu kesempatan untuk pemain-pemain baru. Di Indonesia ada perusahaan seperti Paxel, Sicepat yang sekarang sedang menjadi perusahaan e-logistic besar padahal ada perusahaan seperti JNE dan mereka berkembang cepat sekali.


Hide Ads