Petani Ngeluh Produksinya Tak Laku Gegara Gula Impor

Petani Ngeluh Produksinya Tak Laku Gegara Gula Impor

Soraya Novika - detikFinance
Kamis, 11 Jun 2020 14:26 WIB
Indonesia berencana melakukan impor gula sebanyak 381.000 ton.
Foto: Mindra Purnomo
Jakarta -

Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) mengungkapkan bahwa produksi gula mereka tak laku lantaran gula impor mulai ramai masuk kembali ke pasar Indonesia. Sehingga, harga gula di petani pun ikut-ikutan merosot dan dikhawatirkan bisa turun lebih dalam lagi.

"Pedagang enggan membeli gula petani karena masih punya stok gula impor. Kami menilai penurunan harga gula musim giling tahun ini jauh lebih cepat dari tahun tahun sebelumnya. Harga gula tani masih bisa turun terus sampai batas harga acuan pemerintah yang saat ini masih berlaku yakni Rp. 9.100/kg, karena musim giling akan berlangsung selama 4 sampai 5 bulan ke depan," ungkap Ketua Umum APTRI Soemitro Samadikoen dalan keterangan tertulis yang diterima detikcom, Kamis (11/6/2020).

Menurut Soemitro saat ini memang sudah masuk musim giling atau panen tebu. Untuk pulau Sumatera sudah dimulai sejak awal maret ( Sumut ), Lampung dan Pulau Jawa sejak akhir April lalu dan pabrik gula lainnya secara serentak masuk musim giling pada awal bulan Juni ini. Namun, yang mengejutkan bagi para petani adalah harga gula di tingkat petani saat ini malah turun tajam hingga hanya laku senilai Rp 10.800/kg. Padahal, akhir bulan puasa lalu masih dihargai Rp 12.500 - Rp 13.000/kg.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Hal ini akibat masuknya gula impor bersamaan dengan musim giling tebu. Stok gula impor yang terus berdatangan ditambah produksi gula lokal membuat pasokan berlimpah," tambahnya.

Untuk itu, Soemitro berharap pemerintah merevisi kembali harga acuan gula ditingkat petani (HPP) agar tidak terus-terusan merugi. HPP gula dibutuhkan sebagai pengaman harga ditingkat petani dan sebagai pedoman untuk menghitung pendapatan petani.

ADVERTISEMENT

Sebagai informasi sesuai permendag no. 42 th 2016 harga acuan gula ditingkat petani (HPP) adalah sebesar Rp.9.100/kg sementara ditingkat konsumen (HET) Rp.12.500/kg. Patokan harga tersebut sudah berlaku selama 4 tahun dan tahun 2020 ini menginjak tahun ke 5.

"Kami menilai patokan harga tersebut sudah tidak sesuai dengan kondisi riil biaya produksi yang konsisten meningkat setiap tahun, termasuk inflasi juga naik tiap tahun," imbuhnya.

Sesuai perhitungan APTRI biaya pokok produksi (BPP) gula tani tahun 2020 rata-rata sebesar Rp 12.772/kg. Bila menghitung rata-rata tersebut tentu petani terbilang rugi mengingat HPP yang ditetapkan pemerintah masih jauh di bawah angka tersebut.

"Kami kembali mendesak kepada pemerintah untuk mulai memperhatikan petani tebu setelah kemarin disibukkan dengan stabilisasi harga di tingkat konsumen. Tolong sekarang fokus untuk perlindungan petani tebu dan segera menetapkan HPP gula tani sebesar Rp. 14.000/kg," pintanya.

"Kami juga minta kepada pemerintah untuk mewajibkan perusahaan yang mendapatkan izin impor untuk membeli gula petani. Karena mereka yang telah menikmati keuntungan tingginya harga gula beberapa waktu lalu bahkan sampe menyentuh Rp. 18.000/kg. Untuk itu kami mohon kepada komisi VI DPR RI dan Menteri Perdagangan untuk mengambil langkah cepat dalam rangka penyelamatan harga gula petani," ungkapnya.




(eds/eds)

Hide Ads