Pengusaha Beberkan Penyebab AS-India 'Serang' Ekspor RI

Pengusaha Beberkan Penyebab AS-India 'Serang' Ekspor RI

Vadhia Lidyana - detikFinance
Rabu, 17 Jun 2020 12:23 WIB
Aktivitas bongkar muat peti kemas di Terminal 3 Tanjung Priok, Jakarta, Senin (17/2/2020). Selama Januari 2020, ekspor nonmigas ke China mengalami penurunan USD 211,9 juta atau turun 9,15 persen dibandingkan bulan sebelumnya (mtm). Sementara secara tahunan masih menunjukkan pertumbuhan 21,77 persen (yoy).
Foto: Agung Pambudhy
Jakarta -

Di tengah pandemi virus Corona (COVID-19), Indonesia menerima 10 tuduhan anti dumping dan peringatan pengenaan safeguard atas ekspor sejumlah produk. Tuduhan terbanyak diperoleh dari Amerika Serikat (AS) dan juga India.

Produk-produk ekspor yang 'diserang' itu antara lain monosodium glutamat (MSG/mecin), baja, alumunium, produk kayu, benang tekstil, bahan kimia, matras kasur, dan produk otomotif.

Menurut Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani, tuduhan yang diterima dalam kurun waktu 5 bulan (Januari-Mei) 2020 salah satunya disebabkan oleh stimulus ekspor yang diberikan pemerintah kepada dunia usaha.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Secara garis besar memang measures-measures perdagangan dari sisi ekspor dan impor yang kita berlakukan sejak wabah COVID-19 adalah measures-measures perdagangan yang sifatnya sangat distortif terhadap persaingan dagang yang sehat, menganggu kelancaran dan kebebasan untuk berdagang," ujar Shinta kepada detikcom, Rabu (17/6/2020).

Namun, menurut Shinta di tengah pandemi ini stimulus ekspor juga diberikan oleh pemerintah negara lain pada dunia usahanya masing-masing. Stimulus tersebut pun telah diinformasikan kepada World Trade Organization (WTO) dan telah ditetapkan sebagai pengecualian dan hanya berlaku sementara.

ADVERTISEMENT

"Namun, measures perdagangan yang kurang lebih sama juga diberlakukan oleh banyak negara karena COVID-19 untuk jangka waktu tertentu. Ini datanya bahkan dirilis oleh WTO secara resmi karena diinformasikan kepada WTO oleh masing-masing negara sebagai pengecualian yang sifatnya sementara," urai Shinta.

Dengan pertimbangan itu, menurut Shinta stimulus ekspor yang berlaku di Indonesia untuk sementara waktu ini bukanlah bentuk kecurangan dalam perdagangan.

"Measures-measures perdagangan yang kita berlakukan yang sifatnya distortif terhadap perdagangan dan sdh dilaporkan ke WTO diperhitungkan sebagai exceptions atau pengecualian atas aturan perdagangan yg berlaku umum/normal di WTO dan bukan sebagai kecurangan perdagangan," tegasnya.

Untuk mencegah tuduhan berlangsung panjang, menurut Shinta stimulus ekspor perlu dicabut langsung setelah pandemi usai.

"Perlu digarisbawahi catatan terbesarnya adalah bahwa measures-measures perdagangan karena COVID-19 harus dicabut dan tidak boleh dipertahankan bila status darurat COVID-19 sudah selesai atau sudah tidak lagi relevan," kata Shinta.

Selain itu, Shinta meminta stimulus ekspor yang diberikan ini tidak hanya menguntungkan 1 industri. Jika ini dilakukan, maka stimulus yang diberikan berpotensi terkena tuduhan ekspor lainnya, seperti kasus anti subsidi.

"Stimulus fiskal dan finansial lain yang diberlakukan secara selektif dan menguntungkan industri tertentu, padahal seharusnya diberikan kepada semua sektor usaha regardless jenis, skala dan orientasi aktifitas usaha, sehingga disalahartikan sebagai bentuk subsidi dan upaya dumping bila sektor/perusahaan penerima stimulus tersebut kebetulan memberikan kontribusi ekspor yang signifikan atau menciptakan trade defisit besar di negara lain terhadap Indonesia," tuturnya.

Untuk pengenaan safeguard atau bea masuk tindakan pengamanan (BMTP) dari negara penuduh, menurut Shinta harus dicermati lebih detail oleh Indonesia. Pasalnya, tuduhan tersebut kemungkinan hanyalah upaya protektif berlebihan yang dilakukan negara penuduh.

"Kebijakan safeguard atas berbagai komoditas dari berbagai negara secara diskriminatif terhadap negara tertentu atas sejumlah besar komoditas impor yang secara nyata tidak ada hubungannya dengan darurat COVID-19, sehingga fungsinya secara efektif berubah menjadi proteksi perdagangan yang dilarang di WTO," tandas dia.



Simak Video "Video Bahlil Sebut RI Siap Ekspor Listrik ke Singapura, Total Investasi Rp 162 T"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads