Penuh Tekanan, Ekonomi RI Diramal Cuma Tumbuh 0,1% di 2020

Penuh Tekanan, Ekonomi RI Diramal Cuma Tumbuh 0,1% di 2020

Danang Sugianto - detikFinance
Kamis, 18 Jun 2020 16:16 WIB
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat realisasi pertumbuhan ekonomi secara kumulatif atau sampai September 2018 sebesar 5,17%.
Foto: Agung Pambudhy
Jakarta -

Pandemi virus Corona atau COVID-19 sudah bukan rahasia lagi membuyarkan berbagai prediksi pertumbuhan ekonomi global maupun regional yang dibuat sebelum krisis. Para ekonom mulai merevisi prediksi atau proyeksi mereka mulai dari yang cukup optimis sampai pesimis.

Chief Economist CIMB Niaga Adrian Panggabean pun ikut mengoreksi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dia perkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini hanya 0,1%.

"Awalnya diprediksi di angka 1,8%. Lalu dikoreksi lagi di angka 0,6%. Sampai akhirnya dikoreksi lagi ke angka 0,1%," ujar Adrian dalam e-conference Indonesia Marketeers Hangout dalam sesi Indonesia Economic Outlook Update, Kamis (18/6/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam perhitungannya, ekonomi di kuartal dua akan kontraksi cukup dalam sebesar 3%. Lalu kemudian ada indikasi turun lebih dalam lagi sebesar 5%. Artinya selama itu ekonomi bisa tumbuh di bawah 0%, sebelum kemudian diprediksi tumbuh kembali di angka 2% pada kuartal empat. Sehingga sepanjang 2020 Adrian memprediksi Indonesia tumbuh di angka 0,1 persen.

Angka tersebut menurut Adrian cukup mirip dengan proyeksi World Bank sebesar 0,0%, yang sebelumnya dikoreksi dari angka 0,1%. Sementara ekonomi secara global sendiri diprediksi di bawah 2%.

ADVERTISEMENT

Adrian membagi pelemahan ekonomi Indonesia dalam beberapa fase. PSBB masuk dalam masa kolaps, di mana masyarakat lebih banyak di rumah, dan banyak sektor kolaps karena perekonomian banyak terhenti terutama sektor UKM. Setelah itu Indonesia akan memasuki masa rebound.

"Hanya rebound ini parsial dan tidak kembali ke level sebelum krisis. Sampai 2021 kita akan masuk fase slog, fase di mana akan ada usaha atau perusahaan yang kolaps karena tidak bisa adaptasi terhadap kebiasaan atau demand baru masyarakat. Dan ada juga yang bertahan karena produknya bisa relevan," sambungnya.

Menurutnya akan ada banyak kebiasaan baru masyarakat sehingga mengubah demand terhadap produk. Namun perusahaan baru yang bisa adaptasi dan bangkit di era COVID-19 juga tidak akan langsung efisien dalam produksi dan butuh waktu ke arah sana.

Hal tersebut juga terkait dengan kemampuan rebound setiap negara setelah krisis COVID-19. Adrian melihat negara seperti Singapura bahkan Vietnam bisa rebound cepat karena memiliki tabungan negara besar. Lalu kemampuan pembangunan infrastrukturnya terutama Vietnam sangat efisien dan cepat.

Negara seperti India, Filipina, sampai Indonesia diprediksi lebih lama beradaptasi. Masalah yang disorot Adrian untuk Indonesia salah satunya koordinasi, seperti halnya penanganan COVID-19 pusat dan daerah yang sering tidak sejalan. Pasalnya koordinasi di pemerintahan adalah salah satu faktor pemulihan ekonomi dalam jangka panjang.

"Sekarang pilihan kita ada dua, mau growth atau defensif alias bertahan. Setiap pilihan harus cermat dalam memperhatikan komposisi inputnya. Seberapa besar untuk teknologi, tenaga kerja, sampai komposisi lain yang memiliki implikasi jangka panjang. Sektor usaha juga harus siap dengan consumer behaviour baru masyarakat. Jika tidak siap adaptasi, siap-siap gulung tikar. Yang adaptif pasti akan bertahan," tutupnya.



Simak Video "Video: BI Sebut Daya Tahan Ekonomi RI Lebih Tinggi Dibanding AS-China"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads