IMF Ramal Ekonomi Dunia Minus, Begini Respons Pengusaha

IMF Ramal Ekonomi Dunia Minus, Begini Respons Pengusaha

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Kamis, 25 Jun 2020 22:30 WIB
Sutrisno Iwantono-Ketua Tim Ahli Apindo
Sutrisno Iwantono (Foto: Dok. Pribadi)
Jakarta -

International Monetary Fund (IMF) telah merilis proyeksi angka pertumbuhan ekonomi dunia minus 4,9% di sepanjang tahun 2020. Angka ini lebih rendah dibandingkan proyeksi yang dirilis pada April yaitu minus 1,9%.

Berdasarkan laporan IMF yang dikutip detikcom, Kamis (25/6/2020), pertumbuhan ekonomi negara maju akan minus 8,0% sepanjang tahun ini. Sedangkan negara berkembang minus 3,0% di 2020.

Sementara itu, pada wilayah ASEAN-5 secara keseluruhan minus 2,0%. ASEAN-5 ini terdiri dari Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam. Jika dijabarkan satu per satu, IMF memproyeksi ekonomi Indonesia minus 0,3%, sementara Malaysia minus 3,8%, Filipina minus 3,6%, Thailand minus 7,7%.

Lalu seperti apa respons dunia usaha soal prediksi IMF terbaru? Ketua Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia ( APINDO) Sutrisno Iwantono akan menjawabnya.

Bagaimana komentar mengenai prediksi ekonomi terakhir dari IMF?
Prediksi IMF pertumbuhan ekonomi minus 0,3% tahun 2020 ya ada benarnya juga. Pertumbuhan di negara lain lebih parah. Amerika Serikat -8%, Jepang -5,8%, Inggris -10,2%, Jerman -7,8%, Prancis, -12,5%, sementara Italia dan Spanyol tumbuh -12,8%. Kalau di negara maju pertumbuhan ekonominya lebih rendah dari negara sedang berkembang itu wajar, dan memang pattern-nya begitu. Negara berkembang memang harus lebih tinggi menurut teori, ada gejala yang mungkin relevan dengan itu.

Bagaimana cashflow pengusaha saat ini?
Iya memang seperti itu, pada umumnya pengusaha punya cadangan cash itu sampai 3 bulan saja. Itu artinya ya sampai bulan Juni ini. Di lapangan kondisinya memang masih tidak baik.

Bahkan banyak juga teman-teman usaha yang sudah kekeringan cashflow-nya sebelum habisnya bulan Juni ini. Upaya membalikkan keadaan masih sangat sulit. Data-data terinfeksi virus Corona masih belum menurun, tiap hari kita catat pertambahan angka berkisar di 1.000 kasus. Ini artinya kegiatan di luar masih beresiko, orang pun masih takut keluar sehingga ekonomi belum bangkit. Meskipun pelonggaran PSBB telah dilakukan.

Buka halaman selanjutnya>>>

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bagaimana kondisi sektoral di tengah situasi ini?

Beberapa hari lalu, APINDO melakukan video conference dengan anggota-anggota asosiasi. Informasi yang kita kumpulkan dari mereka, bisa kita simpulkan kondisi lapangan masih berat. Kebanyakan masih bekerja di bawah 30%. Pelonggaran sudah dilakukan, tetapi masih terbatas. Sejumlah mal telah dibuka tapi pengunjung terbatas.

Tracing system belum optimal, antar berbagai tempat berbeda-beda caranya, sehingga di dalam mal terasa suasana ketakutan. Saya kira ini wajar karena perkembangan tracing kita belum memadai, jumlah tes juga masih rendah baru sekitar 2.500 orang per 1 juta penduduk.

Di negara lain sudah ada yang di atas 100 ribu orang per 1 juta penduduk. Kalau jumlah yang di tes rendah tentu tracing juga sangat terbatas. APINDO akan membentuk tim khusus untuk memonitor tentang tracing ini.

Bagaimana dengan stimulus yang sudah dikeluarkan pemerintah, apa sudah terasa?
Pada prinsipnya kita menghargai upaya-upaya yang telah dilakukan pemerintah. Berbagai hal telah dicoba. Tapi di lapangan memang masih dirasakan lambat. Restrukturisasi perbankan juga belum berjalan sebagimana diharapkan.

Pengalaman nego-nego dengan pihak bank juga tidak semudah yang dibayangkan. Biaya energi masih sangat tinggi, usulan tentang beban listrik dikeluhkan semua orang. Karena adanya beban abonemen atau penggunaan minimal belum mendapat tanggapan yang positif. Kabarnya, PLN mengalami kesulitan likuiditas berat juga. Demikian juga dengan relaksasi BPJS.

Sebenarnya kita mengharapkan agar BLT berjalan lebih optimal khususnya untuk menolong mereka yang PHK dan kelompok masyarakat di sektor informal yang telah kehilangan pendapatan. Kalau ada daya beli, akan menolong daya tahan ekonomi kita.

Kita juga dikejutkan dengan kebijakan-kebijakan yang muncul tiba-tiba seperti Tapera, teman-teman pengusaha dan juga oraganisasi buruh keberatan dengan tambahan iuran Tapera. Kita sudah banyak sekali beban berbagai iuran dan pungutan kalau dijumlahkan angkanya menjadi sangat besar. Padahal sudah ada BPJS. Kita berpendapat untuk tabungan-tabungan yang sifatnya jangka panjang nanti dulu lah, selamatkan perut jangka pendek ini dulu.

Diluar itu, kita menyadari pemerintah memang mengalami kesulitan sumber pendanaan. Jadi, mari kita sama-sama bahu membahu mengatasi keadaan.

Faktor apalagi yang harus diperhatikan pemerintah?
Untuk teman-teman di sektor angkutan darat, laut maupun udara mengeluhkan tentang beban rapid test, yang biayanya cukup mahal antara Rp 300 - 600 ribu, ini tentu menjadi beban tambahan bagi penumpang.

Di samping itu masyarakat sendiri juga masih sangat trauma untuk perjalanan jauh, antrean panjang, apalagi dalam ruangan yang sirkulasi udaranya tertutup seperti pesawat terbang. Industri makanan minuman perkembangannya juga mendatar saja, masih agak bertahan, karena orang memang harus makan. Tapi pada jangka berikutnya jika daya beli terus menurun, maka belanja makan pasti menurun juga.

Industri pangan harus menjadi perhatian serius. Sebab kalau produksi pangan kita jatuh dan tidak mencukupi kebutuhan dalam negeri, kita khawatir akan terjadi bencana kelaparan.

Fluktuasi harga pangan juga terjadi secara tajam, harga ayam bulan lalu turun drastis, sekarang naik drastis. Secara overall, menurut pantauan kita produksi ayam nasional bisa turun sampai 40%. Peternak harus ditolong agar industri peternakan tetap bisa mempertahankan ketahanan pangan kita.

Di beberapa negara secara global sudah mengalami bencana kelaparan akibat COVID-19. Menurut saya kita harus bantu petani menjaga produksi pangan, dan setiap rumah tangga dan keluarga harus mengamankan kebutuhan pangannya sendiri.

Coba manfaatkan tanah yang ada sekecil apapun, atau kolaborasi dengan saudara kita di desa atau penduduk desa untuk menyediakan kebutuhan pangan kita masing-masing.


Hide Ads