Program kartu pra kerja belakangan ini kembali menjadi sorotan. Hal itu terjadi setelah adanya temuan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyebut ada masalah dalam program tersebut. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut tindakan kajian terkait kartu pra kerja merupakan inisiatif dari pemerintah.
"Kartu pra kerja memang meminta bantuan KPK untuk pendampingan dan juga lembaga lain. Sehingga program ini dapat pendampingan mulai dari KPK, Kejaksaan Agung, BPKP dari LKPP," kata Airlangga dalam webinar, Jumat (26/6/2020).
Hal itu dilakukan karena setelah program ini berjalan dinilai permintaannya terlalu masif. Sehingga pemeriksaan dan kajian dianggap perlu dilakukan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"10,4 juta (pendaftar) sedangkan data yang dimiliki oleh kementerian itu yang terverifikasi saya katakan 1,8 juta (PHK), yang belum terverifikasi 1,2 juta dan yang mengaku terkena PHK dan dirumahkan 10 juta lebih," ucapnya.
Selain itu, sistem pendaftaran juga akan dirubah menjadi offline agar masyarakat yang tidak memiliki smartphone bisa menjadi peserta.
"Kemudian terkait data kependudukan itu gambar di KTP dan NIK dan wajah yang sekarang kebanyakan berubah sehingga tentu ada yang di KTP-nya rambutnya gondrong sekarang sudah potong rambut, nah itu face recognition itu diperlukan. Sehingga dengan demikian kita melakukan revisi dari program kartu pra kerja," jelasnya.
Airlangga menyebut program ini memang telah mengalami banyak perubahan sejak diluncurkan pada saat pandemi. Dari yang sebelumnya dirancang untuk meningkatkan skill, dikarenakan ada pandemi program ini dijadikan semi bansos.
"Kemudian target marketnya pun berubah. Kalau pra kerja dulu untuk mempersiapkan masyarakat masuk dalam digital ekonomi tapi pada saat dia jadi semi bansos maka dia harus menyesuaikan terhadap mereka yang terkena PHK atau buruh lepas harian," ucapnya.
(fdl/fdl)