Okupansi ritel di pusat perbelanjaan seperti mal di Jabodetabek diproyeksi bakal makin turun hingga akhir 2020. Hal tersebut disampaikan oleh konsultan properti Colliers International Indonesia.
Adapun saat ini tingkat okupansi atau keterisian ritel di Jabodetabek masih stagnan di kisaran 78-80%. Namun sampai akhir tahun 2020, jumlahnya diprediksi akan terus turun hingga 73% secara year on year.
Turunnya okupansi ritel di mal tentu akan membuat kondisi pusat perbelanjaan semakin sepi. Hal ini terlihat dari berangsurnya toko-toko yang mulai tutup di mal-mal hingga kini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setidaknya ada tiga penyebab mal diproyeksi makin sepi hingga akhir 2020.
1. Dampak COVID-19
Mal yang terdampak langsung oleh virus Corona (COVID-19) membuat ritel-ritel sempat tutup total dan menjadi lebih konservatif dengan rencana ekspansi. pengunjung mal juga diproyeksi terus mengalami penurunan. Alasannya tidak lain karena adanya kekhawatiran akan gelombang kedua COVID-19.
Dampak lain dari pandemi ini terhadap pasar ritel ialah membuat proyek ritel baru kesulitan menyewakan ruang. Akibatnya, harga sewanya semakin tertekan. Pada kuartal II-2020 ini, harga sewa ritel di Jakarta mengalami penurunan dari rata-rata Rp 600 ribu per meter persegi per bulan, anjlok menjadi Rp 550 ribu per meter persegi per bulan. Sampai akhir bulan, harga sewa ritel akan stagnan di bawah Rp 600 ribu per meter persegi per bulan.
2. Tren Belanja Online
Selain itu, tren belanja online yang terus mengalami peningkatan juga turut mempengaruhi. Meski begitu, mal diyakini tidak akan ditinggalkan begitu saja, sebab ada pengalaman berbelanja yang berbeda di mal dibandingkan belanja online.
3. Mal Baru
Selain karena COVID-19, jumlah mal yang terus bertambah setiap tahunnya juga turut mempengaruhi.
(eds/eds)