Korban Tsunami Ini Sekarang Jadi Pengusaha Roti Beromzet Rp 25 Juta/Hari

Korban Tsunami Ini Sekarang Jadi Pengusaha Roti Beromzet Rp 25 Juta/Hari

- detikFinance
Senin, 23 Des 2013 12:55 WIB
Banda Aceh - Suara mesin memecah keheningan pagi, di dalam pabrik roti yang berdiri di tengah perkampungan itu. Mereka terlihat memakai seragam berwarna merah, ada yang bertugas membuat adonan, memberi isi roti, dan juga mengemas.

Roti Nusa Indah, roti ini di Produksi di Gampong Nusa, Kecamatan Lhoknga, Aceh Besar, Aceh. Pemiliknya bernama Nelly Nurila, perempuan kelahiran 39 tahun silam yang mencoba bangkit pasca tsunami memporak-porandakan Aceh 26 Desember 2004 silam. Saat itu, seluruh harta benda milik Nelly hilang.

Nelly berkisah, sejak tahun 2001 dirinya memang sudah pernah membuat roti, hingga tahun 2003, sudah mempunyai empat orang karyawan. Roti itu ia pasarkan di sekitar kawasan Aceh Besar dan Banda Aceh.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun saat usia usahanya baru seumur jagung, musibah tsunami meluluhlantakkan Aceh. Seluruh harta benda yang dimilikinya hancur. Ia hanya sempat menyelamatkan diri dan anaknya dan terpaksa harus tinggal di tenda untuk sementara waktu.

Namun setelah lima bulan pasca tsunami, ia bersama suaminya Muchlis Ismail (43) mencoba bangkit dengan menjual nasi di Lhoknga, Aceh. Di samping itu, mereka berdua juga membuat kue basah untuk dititipkan di warung-warung seputaran Lhoknga. Ia terpaksa menjual nasi untuk mencari modal agar bisa membuat suatu usaha.

"Saat itu, kami tidak punya apa-apa lagi," kata Nelly saat ditemui detikFinance, Minggu (22/12/2013).

Uang dari hasil jualan nasi itu kemudian dikumpulkan, kemudian pada Oktober 2005 usaha membuat rotinya dimulai. Saat itu, ia hanya memproduksi roti dari dua kilogram tepung.

Awalnya, tak mudah baginya, memulai usaha tersebut karena keterbatasan biaya, alat untuk produksi roti juga tidak dimilikinya. Untung, ada sebuah perusahaan tepung terigu yang memberinya sejumlah bantuan.

"Roti itu saya pasarkan ke beberapa langganan sebelum tsunami," jelas ibu tiga anak ini.

Ia mengaku sudah punya kemampuan membuat roti sejak 2001 lalu, belajar dari program memasak di TVRI. Saat itu, dirinya tidak memiliki pengetahuan sama sekali tentang proses membuat roti, namun karena keinginannya yang kuat, sukses pun diraihnya.

"Saat itu, masih banyak roti yang saya buat rusak. Saya terus mencoba dan berusaha," ungkapnya.

Roti produksi pertamanya dibagikan ke para tetangga agar mereka mencobanya. Berawal dari respons positif tetangganya itu lah kemudian ia terus berusaha agar rotinya dikenal oleh masyarakat luas. "Sebenarnya, sebelum membuat roti saya sudah terlebih dahulu membuat kue basah selama 14 tahun," katanya.

Namun peristiwa gempa dan tsunami yang menghancurkan Aceh, Desember 2004 silam sempat membuat dirinya hampir putus asa. "Saat itu jangankan untuk usaha, hidup aja rasanya tidak mau lagi," ungkap Nelly.

Semangat untuk memulai kembali kehidupan dari nol didapatnya dari orang-orang tercinta. Nelly kemudian terus berpikir untuk bangkit untuk membesarkan anaknya bersama suami tercinta. Motivasinya untuk hidup mandiri sangat tinggi.

Saat itu, ia berpikir bahwa hampir seluruh daerah di dunia pernah mendapatkan bencana. Sehingga, tidak selamanya lembaga donor di Aceh membantu rakyat Aceh.

"Saya berpikir sampai kapan kita harus mengharapkan bantuan dari orang lain," jelas Nelly.

Namun untuk bisa bangkit, bukan persoalan mudah, ia mempunyai sejumlah kendala saat memasarkan roti hasil produksinya. Masyarakat saat itu menganggap bahwa roti buatannya tidak sehat karena hanya tahan empat hari. Padahal, dirinya sudah berusaha untuk meminimalkan menggunakan bahan yang tidak sehat.

"Untuk mengubah pola pikir masyarakat itulah yang sulit," kata Nelly.

Ia tetap tak patah semangat dalam mengubah pola pikir masyarakat, akhirnya masyarakat di wilayah Aceh Besar dan Banda Aceh mulai bisa menerima roti hasil produksinya.

Kini, Nelly sudah mempunyai empat macam jenis roti yang diproduksinya, ada 50 orang karyawan yang membantunya bertugas di bidang produksi dan 24 karyawan di bidang pemasaran.

Jumlah produksi rotinya pun semakin meningkat, kini dalam sehari berhasil memproduksi roti dari 80 hingga 100 sak tepung. Omzetnya terbilang tinggi, dalam sehari mencapai Rp 25 juta. "Cukuplah untuk menggaji karyawan," tutupnya.

(hen/hen)

Hide Ads