Steve yang lain β ya, kali ini adalah Jobs - kemudian tertarik untuk memasarkan perangakat itu, pertama-tama ia meminta bosnya pada saat itu di Atari, Nolan Bushnell, untuk mendanai dan ditolak mentah-mentah. Mike Markkula (eks Fairchilds dan Intel) melihat kesempatan dan mendanai Woz dan Jobs muda. Lalu dari situlah bisnis startup bernama Apple lahir.
Yang membedakan "startup" dengan sebuah perusahaan pada dasarnya adalah proses pembentukan perusahaan tersebut, paradigma umumnya adalah bahwa sebuah startup berangkat dari ide sedangkan perusahaan berangkat dari modal.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Komponen pembentuk startup maupun perusahaan adalah sama, yakni; ide, skill, nyali, dan hoki. Komponen keberlangsungannya: modal dan beneficiaries. Namun yang sangat sering menjadi anggapan orang adalah semua perusahaan adalah one man show β meskipun benar untuk beberapa perusahaan β banyak yang merupakan hasil dari kerja sama tim yang hebat.
Mitos one man show ini biasanya yang membuat sebuah usaha (baik startup maupun bukan) mandek, atau tidak bergerak ke mana-mana. Rasanya seperti ada suatu budaya yang menjadi trend bagi pengusaha, di mana mereka menjadi terlalu takut untuk bersaing atau berbagi. Padahal komponen-komponen di atas biasanya tidak dapat dilaksanakan oleh satu orang saja.
Kebanyakan startup dengan segala idealisme dan semangat independennya terkadang merasa bahwa mereka bisa bergerak tanpa bantuan orang lain. Dan seringkali hal ini menimbulkan masalah pada akhirnya.
Pencitraan media yang membuat poster boy seperti Jobs (Apple), Moore (Intel), ataupun Torvalds (Linux). Terutama Torvalds, untuk perkembangan eksponensial Linux, Torvalds sangat berhutang budi pada komunitasnya.
Teman saya, seorang creative consultant yang cukup sukses pernah menanggapi pertanyaan mengenai persaingan seperti ini, "Pernah lihat pedagang martabak berjejer? Semuanya jualan produk yang sama, malah banyak pedagang martabak lain yang bermunculan" pertanyaan itu pada awalnya baffling.
Namun pada akhirnya dia bilang, "Kalau produkmu punya saingan artinya marketnya besar, jangan pernah takut sama persaingan karena itu yang bikin bisnis sehat."
Padahal yang sebenarnya yang dapat lebih meningkatkan bisnis sehat adalah upaya kolaborasi. Kalau kita tilik toko HP di pertokoan, pada saat dia tidak punya barang dia akan (1) merekomendasikan toko lain atau (2) menelepon toko lain yang memiliki barang tersebut dan mengambil semacam keuntungan dari selisih.
Tidak ada yang dapat berargumen bahwa toko HP adalah salah satu industri yang sangat sehat dan terus meningkat dalam penjualannya.
Sayangnya kita lebih banyak terpagari oleh budaya paranoia dan makan sendiri dalam bisnis. Dapat diakui bahwa kebanyakan dari kita terkadang takut berbagi ilmu kepada sesama pengusaha terutama yang berada dalam bidang yang sama.
Pada saat hal-hal "sensitif" muncul seperti "wah bagus nih, cotton combed ya? beli di mana bahannya?" (pada masa saya jualan kaos lukis) jawaban yang kerap muncul "wah, rahasia dagang bos!" seakan-akan pedagang kaos tersebut hanya menjual ke dia secara eksklusif. Maaf bos anda tidak spesial, pedagang tersebut pasti sudah lama bangkrut kalau hanya menjual ke anda.
Budaya lain adalah replikasi, fenomena food truck yang sekarang misalnya, mayoritas pengusaha tersebut mereplikasi apa yang mereka tonton di acara-acara internasional seperti Eat Street, padahal warung gudeg atau warung tegal mobile (menggunakan espass) sudah sejak lama ada.
Potensi untuk menjadi inovator dibayangi oleh tren yang itu-itu lagi, terkadang food truck wannabe itu juga ikut mendekalarasikan dirinya sebagai startup. Pahadal asas dasar startup biasanya adalah inovasi, bukan copy paste, ada alasannya mereka disebut venture (pengelana) capitalists.
Inovasi terjadi melalui upaya kolaborasi dan berbagi ilmu, dan sekarang adalah waktunya kita tidak lagi mengulang pola yang ada tetapi mendobrak ranah-ranah baru.
Andaru Pramudito - Pemerhati UKM
(dnl/dnl)











































