Kisah CT Bangun Bisnis Stasiun Televisi dari Studio Kecil

d'Preneur Spesial Surabaya

Kisah CT Bangun Bisnis Stasiun Televisi dari Studio Kecil

Angga Aliya - detikFinance
Minggu, 14 Jun 2015 17:03 WIB
Surabaya - Pengusaha nasional pemilik CT Corpora, Chairul Tanjung (CT) berbagi cerita saat membangun bisnis stasiun televisi. Modalnya adalah dengan percaya bahwa sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin.

Saat ini, CT memiliki dua stasiun televisi yang disiarkan secara nasional yaitu Trans TV dan Trans 7. Tetapi siapa sangka, awalnya CT justru memulai bisnis satsiun televisi dari sebuah studio kecil di Kemang, Jakarta Selatan.

"Jadi ceritanya begini. Waktu zaman Presiden Soeharto hampir tidak mungkin bisa jadi pemilik stasiun TV, yang boleh hanya keluarga dan kawan-kawan terdekatnya saja. Impossible," kata CT saat berbicara di seminar d'Preneur Spesial di Dyandra Convention Center, Surabaya, Minggu (14/6/2015).

Menurutnya, punya stasiun TV saat itu hanya sebatas impian saja. Tapi sebagai pengusaha yang optimis, CT percaya akan terjadi sebuah perubahan.

"Kalau pesimis, dia tidak akan pernah jadi pengusaha sukses. Saya optimis, someday saya akan bisa punya stasiun televisi," ujarnya.

Kesempatan itu akhirnya datang juga. Suatu kali, CT diminta salah satu anak usaha Bank Exim untuk mengambil alih studio kecil di Kemang. Studio ini diberikan gratis tapi bersama utang-utangnya yang mencapai Rp 1,8 miliar.

"Zaman dulu kan bank begitu, cari nasabah yang baik, suruh ambil alih, kasih bunga spesial. Nah, lain waktu saya punya teman yang pamannya pakar televisi, yaitu Pak Ishadi (Soetopo Kartosapoetro) yang baru dipecat jadi direktur TVRI," tuturnya.

CT pun membawa Ishadi ke studio kecil tersebut, berharap bisa membantu mengelola dan mengembangkannya menjadi lebih baik.

"Saya tawarkan Pak Ishadi untuk kelola, dia malah merasa terhin. Karena mantan direktur TVRI malah ditawari studio kecil. Ya sudah, kalau tidak mau tidak apa-apa. Saya tetap optimis, nanti kalau saya sudah punya TV tolong Pak Ishadi bantu saya," katanya.

Tak lama kemudian, Indonesia masuk krisis moneter (krismon) di 1998 dan terjadilah pergantian rezim. Presiden Habibie yang baru diangkat langsung melakukan liberalisasi media. Terbitlah izin untuk 5 stasiun televisi baru.

"Saya dapat info waktu itu sedang di Washington di acara World Bank, ada peluang untuk bikin stasiun televisi. Alhamdulillah waktu itu Trans TV menang kontes pertama lelang stasiun televisi," jelasnya.

"Itulah cerita bagaimana saya membuat stasiun televisi. Lihatlah segala sesuatu dengan optimis. Yang impossible sekarang bisa jadi possible di kemudian hari. Jangan pernah lihat sesuatu itu tidak mungkin," sebutnya.

(ang/wij)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads