Irwan menuturkan bahwa dirinya bukan siswa yang berprestasi saat duduk di bangku sekolah. Rapornya sangat jelek hingga Irwan pernah membuat rapor sendiri agar nilainya tampak bagus.
"Pengalaman saya, dari kecil saya memang malas belajar. Waktu lulus SMP tahun 1963 yang namanya masuk sekolah, kelas 1 SMA nggak pernah belajar, rapor saya jelek luar biasa, nggak naik kelas. Saya cari akal, buat rapor sendiri, terus masuk ke sekolah lain, naik kelas, juara kelas. Yang kayak saya saja bisa kaya, pasti anda bisa lebih kaya," ujar Irwan dalam acara d'Preneur di Bandung, Sabtu (27/2/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Irwan melanjutkan kuliahnya di Universitas Atma Jaya, Semarang. Namun dia langsung tak mau kuliah setelah pada hari pertama dimarahi oleh dosen hanya karena lengan kemejanya digulung.
"Mama saya tanya, kenapa saya nggak mau kuliah. Saya bilang nggak enak, lengan baju saya digulung saja dimarahi. Dibilang mama saya, kalau nggak mau kuliah ya sudah. Bapak saya bilang jadi pedagang saja kalau nggak mau kuliah. Ya sudah saya senang saja nggak kuliah," ucapnya.
Setelah itu Irwan sempat kembali mencoba masuk kuliah di Universitas Trisakti, Jakarta. Namun juga tak dilanjutkan karena Irwan tak mau mengikuti kegiatan Mapram untuk mahasiswa baru. "Saya baru masuk, ditanya kok nggak ikut Mapram. Saya benci banget Mapram. Saya pulang lagi ke Semarang. Ditanya mama saya, saya bilang nggak ah, nggak mau digundul," katanya.
Tapi meski tak mengenyam pendidikan yang tinggi, Irwan tetap bisa menjadi pengusaha sukses. Kuncinya adalah berani mencoba, berani mengambil keputusan, kemauan kuat, dan punya komitmen. "Saya itu sebenarnya nggak tahu apa-apa. Saya cuma nonton tv 6 jam. Apa-apa dieksekusi saja, praktekan saja, kayak Pak Jokowi. Jangan dipikirin banyak-banyak," tutupnya. (dna/dna)











































