Irwan membangun bisnis jamunya dari usaha jamu warisan dari neneknya yang seorang pembuat jamu rumahan. Di awal meneruskan usaha jamu neneknya, usaha jamunya tak berkembang selama hampir 20 tahun.
Di acara d'Preneur yang digelar di Hotel Golden Flower, Bandung, orang terkaya ke-44 di Indonesia ini harus jatuh bangun di awal membangun perusahaan jamunya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selama 20 tahun tersebut, jamu buatanya belum juga diterima banyak masyarakat. Baru setelah dirinya mencoba melakukan riset-riset serius memperbaiki produknya, jamu buatannya mulai dipercaya masyarakat, khususnya jamu tolak angin.
"Kenapa nggak sukses, kerena orang belum percaya. Saya mulai dengan riset-riset dengan banyak refrensi, baru di tahun 1990 jamunya mulai dipakai banyak orang. Tepatnya, tahun 1998 baru sudah ada perubahan. Kemudian baru berhasil bangun pabrik baru. Pokoknya bangun kepercayaan dulu," jelas Irwan.
Sebelum besar seperti sekarang, sambungnya, usaha jamu warisan dari neneknya tersebut juga bukan usaha dengan modal besar.
"Pabrik pertama bangun di Semarang. Bangun pabriknya itu kita sewa 2 kamar, karyawan 3 orang. Bukan rumah sendiri, saya 6 orang dari sisa 3 orang yang masih jadi saksi hidup bagaimana Sidomuncul packaging pertama kali tahun 1951, pabrik kedua 1952, dan pabrik ketiga 1963," pungkasnya. (ang/ang)











































