Manfaatkan Bahan Alami, Pengusaha Batik Ini Raup Omzet Rp 7 Juta/Bulan

Manfaatkan Bahan Alami, Pengusaha Batik Ini Raup Omzet Rp 7 Juta/Bulan

Aditya Mardiastuti - detikFinance
Rabu, 28 Sep 2016 19:02 WIB
Foto: Aditya Mardiastuti
Banyuwangi - Siapa sangka bahan-bahan yang ada di sekitar rumah bisa menjadi bahan pewarna alam yang murah. Hal inilah yang dirasakan oleh Sri Sukartini Gatot (68) saat memilih menggunakan pewarna alam untuk batik kreasinya.

Batik yang Diwarnai Menggunakan Pewarna AlamiBatik yang Diwarnai Menggunakan Pewarna Alami


Wanita yang akrab disapa Ninik ini mengaku konsisten menggunakan pewarna alam sejak memulai usahanya di tahun 2012. Pasalnya selain murah bahan pewarna alam juga bebas limbah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau dulu harus mendatangkan bahan dari Jogja sekarang semua bahan bisa pakai yang ada di rumah. Misal warna hijau yang tadinya dari jelawe pakai daun mangga ternyata bisa jadi lebih murah dan tidak ada limbah," jelas pemilik Batik Sekar Bakung kepada detikFinance di Karangasem, kelurahan Bakungan, Banyuwangi , Rabu (28/9/2016).

"Kalau dari daun-daun selesai direbus jadi pupuk, kalau kayu atau kulit kayu dijemur kemudian untuk kayu bakar," imbuhnya.

Sri Sukartini Gatot (68) atau Ninik, Pengerajin Batik BanyuwangiSri Sukartini Gatot (68) atau Ninik, Pengerajin Batik Banyuwangi


Sebagian bahan-bahan pewarna yang digunakannya didapatnya dari pekarangan rumah. Bahan yang digunakannya diantaranya daun lamtoro, daun ketepeng, daun mangga, putri malu, daun jati, kulit nangka, enceng-enceng, kangkung krangkong, kulit jengkol, limbah kulit kopi, kulit mahoni, secang dan lainnya.

Pewarna Batik yang Berasal dari Bahan AlamiPewarna Batik yang Berasal dari Bahan Alami


Ninik mengaku sejak mendapat pelatihan dari desainer Merdi Sihombing, bulan Agustus lalu memantik semangatnya untuk bereksplorasi menggunakan bahan yang ada di sekitar rumahnya. Apalagi hasil pewarnaan bahan alam tak selalu mulus.

"Kesulitannya selain hasilnya sulit diprediksi, maunya hijau setelah finishing bisa jadi abu-abu dan satu kain itu hasil warnanya bisa bervariasi. Belum lagi nglorot malamnya (lilin) itu sulit hilang. Selama empat tahun ini saya masih dalam proses belajar," tukas nenek dari lima cucu itu.

Proses pewarnaan kain batik menggunakan bahan alam diakui Ninik membutuhkan kesabaran dan ketelatenan. "Dari memola hingga selesai memakan waktu 3 minggu-1 bulan untuk kain ukuran 2,5 meter," ujarnya.

Proses MembatikProses Membatik


Ninik menjelaskan selain menggunakan pewarna alam dia memilih untuk membatik dengan motif klasik. Seperti motif gajah oling, kopi pecah, gedhegan, sekar jagat, moto pithik, totogan, maspun, blarak sempal, paras gempal, kangkung setingkes, jajang sebarong dan ulo buntung.

"Satu lembar kain batik harganya Rp 1 juta-Rp 2 juta. Rata-rata sebulan keluar 4-5 batik atau sekitar Rp 7 juta. Kecuali kalau ada event bisa laku puluhan batik," tukasnya.

Meski batiknya sering dijadikan buah tangan, Ninik mengaku baru memasarkan produksinya melalui event-event wisata. Dia mengaku belum siap menerima pesanan.

"Saya masih memikirkan mutu, saya masih belajar untuk mewarna dengan bahan alam. Apalagi untuk proses satu kain memakan waktu satu bulan saya belum siap," ujarnya merendah.

Menjadi pembatik sebelumnya tak pernah terbersit dalam angan mantan ketua Ikatan Bidan Indonesia (IBI) cabang Banyuwangi itu. Dia mengaku mengenal dunia batik sejak pensiun menjadi bidan dan rajin mengikuti pelatihan.

"Saya memang sejak dulu aktif, makanya keluarga tidak ada yang tahu kalau saya ikut pelatihan. Setelah beberapa kali bikin batik di rumah dapat dukungan dari keluarga. Tapi masih banyak teman-teman yang seprofesi yang tidak percaya saya lari ke batik," ujar Ninik.

Terlepas dari berbagai tantangan itu dia mengaku saat ini lebih menikmati waktunya. Apalagi dia tak segan berbagi ilmunya kepada karyawannya yang mayoritas merupakan tetangganya.

"Memang didasari karena senang. Kalau dulu profesi saya bertaruh nyawa sekarang lebih santai dan tingkat kepuasannya beda," tukasnya.

Ninik Mengawasi Pross Produksi BatikNinik Mengawasi Pross Produksi Batik


Hal itu diamini salah satu karyawannya Lina (33) yang sudah empat tahun bekerja dengan Ninik. Meski sebelumnya sudah aktif membatik, menggunakan pewarna alam merupakan hal baru baginya.

"Sejak 2004 sudah membatik tapi pakai sintetis, bisa dibilang belajar dari nol lagi. Tadinya waktu masih pakai pewarna sintesis malah pernah kena gangguan pernafasan (infeksi) sampai diuap. Kalau sekarang sih enggak," tutupnya. (ams/dna)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads