"Sejauh ini eceng gondok yang ada diangkut saja dari sungai dan dibuang. Padahal bisa diberdayakan dan diproses," kata Indra, Jumat (29/6/2019).
Ia melihat tak ada satu pun yang sia-sia tercipta di alam ini, termasuk eceng gondok yang selama ini dipandang sebagai salah satu penyebab kian mendangkalnya Sungai Citarum.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
"Kalau akarnya semakin panjang ke tanah, bisa terjadi sedimentasi. Di samping itu eceng gondok juga menyerap oksigen di dalam air dan menutupi cahaya matahari, sehingga ikan dan makhluk hidup lainnya bisa terancam," kata Indra.
Kendati demikian, katanya, eceng gondok memiliki fungsi menyerap racun yang berada di dalam air. Sehingga, tanaman ini jangan dimusnahkan, tapi harus dikendalikan penyebarannya.
Ia pun kemudian menjalankan pembuatan tas dari eceng gondok dengan melibatkan masyarakat sekitar yang ia beri pelatihan sebelumnya. Alhasil, usaha ini berbuah manis.
"Dari eceng gondok ini bisa dibuat berbagai kerajinan, seperti tas, satu tas ini bisa dijual dengan harga Rp 50 ribu hingga Rp 150 ribu," katanya.
Dalam sebulan, bisa diproduksi 100-200 buah tas eceng gondok yang dijual secara online atau offline. "Dalam sebulan bisa mendapat lebih dari Rp 10 juta," katanya.
![]() |
Tak hanya tas, eceng gondok juga disulap menjadi sepatu, tempat tisu bahkan meja.
Kerajinan dari eceng gondok ini merupakan salah satu upaya untuk melestarikan Sungai Citarum yang dilakukan Indra bersama Yayasan Bening Saguling Foundation.
"Kami ingin masyarakat lebih peduli dengan Citarum, kami berdayakan masyarakat dan Citarum lebih lestari," katanya.
Ia pun rutin memberikan sosialisasi dan berbagai pelatihan, bahkan warga mancanegara yang ingin belajar membuat kerajinan dari eceng gondok juga ia layani.
![]() |
"Zero waste, eceng gondok bisa menjadi atap, tempelan bilik bambu dan juga pot untuk tanaman aquaponik," ujar Indra.
Tidak hanya itu, pihaknya memiliki saung bambu yang salah satu bahannya menggunakan eceng gondok. Lembaga pemberdayaan yang diinisiasi sejak 2014 ini terus berkembang, hingga akhirnya tercipta sekolah alam.
"Sekolah alam ini untuk tingkat TK dan SMP, anak-anak diajarkan untuk produktif dan mencintai alam. Awalnya yang ikut hanya anak pemulung dan keluarga tidak mampu, namun sekarang yang umum juga ada, dan yang mampu harus membayar," katanya.
(hns/hns)