Dia menceritakan tahun pertama menjalankan SILA sangat berat, mulai dari omzet yang hanya Rp 10 juta per bulan karena hanya mampu menjual produk dari pameran ke pameran saja. Omzet yang didapat masih jauh dari biaya operasional yang dibutuhkan.
Berkat kerja kerasnya, Redha mengaku saat ini perusahaan sudah tumbuh dan mampu membiayai operasional secara mandiri. Saat ini SILA punya puluhan partner, diantaranya belasan cafe, beberapa hotel, reseller offline dan online. SILA juga aktif di online marketplace dan instagram untuk direct sales dengan ragam variant dan kemasan yang unik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bahkan belakangan ini SILA banyak dijadikan souvenir, baik souvenir pribadi, institusi hingga wedding.
"Sekarang sudah bisa menutup operasional, rata-rata omzet sudah Rp 60-Rp 75 juta per bulan," tegasnya.
Dia pun mengungkapkan bagi masyarakat yang tertarik mencoba produk SILA bisa langsung kontak akun Instagram @silateahouse atau datang langsung ke Sila Tea Headquarter di Bogor dan Tea Experience Room by SILA di Armor Badjoeri di Bandung. Bisa juga mengunjungi partner Sila terdekat, mayoritas di Bandung yaitu Teabumi, Loko Coffee Shop, Gajua Kopi, Dewaji, De'romee, Ubar Salatri, dan Omalia, Lalu di jakarta ada di Sarinah, Kopi Shock dan Taverne, di Sukabumi ada Kedai 35 dan Book.tea Bar, dan di Loko Coffee Shop Cirebon.
"Sebagai tips juga untuk teman-teman yang tertarik di bisnis apapun itu, awali dengan memiliki visi dan misi yang jelas, serta pastikan usahanya memiliki dampak posistif terhadap sosial dan lingkungan. Bisnis dan Idealis harus seimbang, dan inilah yang saya percaya sebagai cikal bakal sustainability agriculture di Indonesia," ungkap dia.
(hek/eds)