Perajin Lurik Tenun Oglek di Klaten Mulai Menggeliat di Tengah Pandemi

Perajin Lurik Tenun Oglek di Klaten Mulai Menggeliat di Tengah Pandemi

Achmad Syauqi - detikFinance
Minggu, 27 Sep 2020 16:17 WIB
Perajin lurik tenun oglek di Desa Talang, Kecamatan Bayat
Foto: Perajin Lurik Tenun Oglek (Achmad Syauqi detikcom)
Klaten -

Para perajin kain lurik dari alat tenun bukan mesin (ATBM) di Klaten mulai menggeliat lagi meskipun di tengah pandemi COVID yang belum reda. Setelah terpuruk selama empat bulan, perajin lurik tenun oglek itu mulai berproduksi.

"Ini sudah mulai buat lagi setelah sempat macet total sekitar 3-4 bulan. Dulu sepi saat awal Corona sebab tidak laku dan kalaupun membuat hanya ditimbun" ungkap perajin lurik tenun oglek di Desa Talang, Kecamatan Bayat, Tugiyem pada detikcom, Minggu (27/9/2020) siang.

Dikatakan Tugiyem, sekitar sebulan terakhir perajin mulai berproduksi. Tapi khusus untuk lurik selendang dan stagen dengan pasaran di pasar-pasar tradisional.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

" Baru buat untuk selendang dan stagen yang dijual di pasar. Untuk lurik yang lainnya seperti pakaian dan tas belum mulai," lanjut Tugiyem.

Rata- rata di desanya dari sekitar enam perajin, kata Tugiyem, perajin adalah perajin kecil tidak berdiri sendiri. Namun memproduksi untuk perajin yang lebih besar.

ADVERTISEMENT

" Ikut perajin besar di Desa Gunung Gajah. Bahan dari sana, kita yang mengerjakan dan setelah selesai disetorkan dengan upah," jelas Tugiyem.

Untuk upah, tambah Tugiyem, dihitung per selendang. Panjang selendang antara 2,5 - 3 meter dengan upah Rp 1.500 per selendang.

"Upah per gendok.Per gendok itu ada dua selendang atau 5-6 meter dibayar Rp 3.000 dan sehari biasanya bisa sampai dua gendol atau 10-12 meter," ujar Tugiyem.

Perajin lurik tenun oglek di Desa Talang, Kecamatan BayatPerajin lurik tenun oglek di Desa Talang, Kecamatan Bayat Foto: Perajin Lurik Tenun Oglek (Achmad Syauqi detikcom)

Upah menurut Tugiyem memang tidak besar. Perajin tenun oglek mayoritas hanya untuk sambilan selain pekerjaan lain.

" Ya ini kan sambilan. Kalau tidak ke sawah atau ada pekerjaan lain dikerjakan waktu longgar saja," tutup Tugiyem.

Suratmi, perajin di Desa Gunung Gajah, Kecamatan Bayat mengatakan saat awal Corona produksi berhenti total selama tiga bulan. Penyebabnya bahan baku tidak ada, yang sudah jadi pun tak laku dijual.

"Bahan benangnya tidak ada di pasar dan kalau ada yang jadupun tidak laku. Jadi saat Corona itu berhenti total," jelas Suratmi pada detikcom di rumahnya.

Dituturkan Suratmi, dirinya tidak ikut perajin lain tapi membuat sendiri dan hasilnya dibeli pengepul. Satu selendang 3 meter modal Rp 7.000.

" Kan ini produksi sendiri. Ongkos satu selendang Rp 7.000, saya jual Rp 14.000 ke pengepul. Kalau di pasar harganya sekitar Rp 22.000 per selendang," ungkap Suratmi.

Perajin lurik tenun oglek di Desa Talang, Kecamatan BayatPerajin lurik tenun oglek di Desa Talang, Kecamatan Bayat Foto: Perajin Lurik Tenun Oglek (Achmad Syauqi detikcom)

Sekitar sebulan ini, jelas Suratmi, perajin mulai berproduksi meskipun masih terbatas. Penyebabnya juga permintaan juga belum pulih di pasaran.

" Ini mulai buat lagi. Sehari paling baru empat selendang atau 12 meteran karena pasar juga belum ramai," imbuh Suratmi.

Jumlah perajin lurik selendang di desanya, terang Suratmi ada lebih dari 10 orang. Kerajinan itu diwarisi turun temurun dari orangtuanya.

" Dulu jumlah perajin banyak. Tapi masih manual dengan tangan bukan oglek dengan kaki dan tangan seperti sekarang ini," sambung Suratmi.

Kades Gunung Gajah, Kecamatan Bayat, Yoyok Kartiko mengatakan jumlah perajin tenun di desanya cukup banyak. Imbas pandemi COVID sangat terasa.

" Dampak COVID luar biasa. Perajin berhenti berproduksi berbulan- bulan dan inipun sebagian besar masih belum berproduksi," jelas Yoyok pada detikcom di rumahnya.



Simak Video " Video: Melihat Patung Biawak di Wonosobo yang Viral gegara Mirip Asli"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads