Para perajin kain lurik dari alat tenun bukan mesin (ATBM) di Klaten mulai menggeliat lagi meskipun di tengah pandemi COVID yang belum reda. Setelah terpuruk selama empat bulan, perajin lurik tenun oglek itu mulai berproduksi.
"Ini sudah mulai buat lagi setelah sempat macet total sekitar 3-4 bulan. Dulu sepi saat awal Corona sebab tidak laku dan kalaupun membuat hanya ditimbun" ungkap perajin lurik tenun oglek di Desa Talang, Kecamatan Bayat, Tugiyem pada detikcom, Minggu (27/9/2020) siang.
Dikatakan Tugiyem, sekitar sebulan terakhir perajin mulai berproduksi. Tapi khusus untuk lurik selendang dan stagen dengan pasaran di pasar-pasar tradisional.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
" Baru buat untuk selendang dan stagen yang dijual di pasar. Untuk lurik yang lainnya seperti pakaian dan tas belum mulai," lanjut Tugiyem.
Rata- rata di desanya dari sekitar enam perajin, kata Tugiyem, perajin adalah perajin kecil tidak berdiri sendiri. Namun memproduksi untuk perajin yang lebih besar.
" Ikut perajin besar di Desa Gunung Gajah. Bahan dari sana, kita yang mengerjakan dan setelah selesai disetorkan dengan upah," jelas Tugiyem.
Untuk upah, tambah Tugiyem, dihitung per selendang. Panjang selendang antara 2,5 - 3 meter dengan upah Rp 1.500 per selendang.
"Upah per gendok.Per gendok itu ada dua selendang atau 5-6 meter dibayar Rp 3.000 dan sehari biasanya bisa sampai dua gendol atau 10-12 meter," ujar Tugiyem.
![]() |
Upah menurut Tugiyem memang tidak besar. Perajin tenun oglek mayoritas hanya untuk sambilan selain pekerjaan lain.
" Ya ini kan sambilan. Kalau tidak ke sawah atau ada pekerjaan lain dikerjakan waktu longgar saja," tutup Tugiyem.
Simak Video " Video: Melihat Patung Biawak di Wonosobo yang Viral gegara Mirip Asli"
[Gambas:Video 20detik]