Getuk dikenal sebagai makanan ringan yang kenyal dibuat dari bahan utama singkong. Di tangan Anton Prasojo, getuk disulap menjadi keripik dengan potensi bisnis yang menggiurkan.
Lewat brand Geprania, Anton menjadikan keripik getuk sebuah bisnis dengan omzet hingga Rp 20 juta per bulan. Bahkan, keripik getuk buatannya dijual sampai ke Negeri Tirai Bambu, China.
Anton bercerita, ia memulai bisnis di awal tahun 2019. Ia memilih keripik getuk karena ingin berkontribusi pada tempat kelahirannya, Magelang, Jawa Tengah yang identik dengan getuk.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saat itu saya terus terang berpikir getuk kan makanan tradisional semakin lama orang semakin tidak mengenal. Dari segi proses pembuatannya, hasilnya gitu-gitu saja. Kemudian tidak tahan lama dibanding produk lain," katanya kepada detikcom, Senin (28/6/2021) kemarin.
Akhirnya, tercetuslah keripik getuk. Ia mengaku, keripik getuk sebenarnya memang sudah ada sejak lama. Lewat tangan dinginnya, keripik getuk dikembangkan dengan beragam rasa dan dikemas secara modern.
Dalam produksinya, ia menggandeng mitra untuk membuat getuk dan menjadikannya keripik getuk mentah. Setelah itu, keripik getuk mentah itu ia produksi. Anton mengatakan, untuk bisnis ini ia menggelontorkan modal sekitar Rp 1,5 juta.
"Dari sisi modal tidak banyak, saya ingat dulu sekitar Rp 1,5 jutaan kita mulai di awal itu untuk membeli alat-alat penggorengan, untuk proses pengemasannya, kemudian memberikan tester dan lain sebagainya terutama titik-titik, tempat-tempat rame lah gitu," terangnya.
![]() |
Bukan bisnis namanya jika tidak jatuh-bangun, Anton pun mengalaminya. Ia menerangkan, kesulitan dalam mengembangkan bisnis ini ialah mengedukasi pasar. Apalagi, mulanya ia menyasar target anak muda alias kaum milenial. Sementara, banyak anak-anak muda yang tidak tahu getuk. Ia pun terus berupaya meyakinkan pasar agar bisa menerima getuk dari segi rasanya.
Kesulitan besar yang dihadapi lainnya ialah masalah pemasaran. Dia mengatakan, mulanya memasarkan produknya di tempat penjualan oleh-oleh di Yogyakarta. Yang menjadi masalah adalah di tempat oleh-oleh barang dagangannya dijual dengan harga yang relatif tinggi, padahal usahanya baru dirintis.
"Kemudian banyak retur-retur karena nggak laku juga, karena terlalu mahal," ujarnya.
Berlanjut ke halaman berikutnya.
Lihat juga Video: Denny Cagur Bikin Sepatu Batik, Menparekraf Dukung untuk Ekspor