Bisnis Kerupuk Pati di Grobogan, Omzet Bisa Jutaan Rupiah/Hari

Bisnis Kerupuk Pati di Grobogan, Omzet Bisa Jutaan Rupiah/Hari

Inkana Izatifiqa R Putri - detikFinance
Kamis, 21 Okt 2021 14:04 WIB
Aneka panganan telah berkembang seiring zaman. Namun pesona olahan kerupuk yang dijalani keluarga Susilowati di Grobogan, Jateng belumlah pudar.
Foto: Andhika Prasetia/detikcom
Grobogan -

Kerupuk merupakan salah satu panganan khas masyarakat Indonesia. Hampir setiap daerah di Indonesia memiliki jenis kerupuk yang berbeda.

Di Dusun Kauman, Desa Selo, Kecamatan Tawangharjo, Grobogan, kerupuk pati menjadi jenis yang paling terkenal. Bahkan, beberapa warga menggantungkan hidupnya dari bisnis kerupuk ini.

Seorang warga Dusun Kauman, Susilowati (32) merupakan salah satu yang menggeluti bisnis kerupuk pati. Ia mengatakan bisnis ini telah ada sejak tahun 1975 dan diwariskan secara turun temurun ke generasi selanjutnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Turun temurun dari ibunya bapak tahun 1928. (Sudah) tiga generasi, tapi bedanya dulu jual kerupuk beras. Kalau mayoritas warga sini memang jual kerupuk," ujarnya kepada detikcom beberapa waktu lalu.

"Kalau kerupuk pati awalnya punya ibu. Karena ibu sudah sepuh jadi saya yang nerusin. (Dari) sekitar tahun 1975, udah lama banget, puluhan tahun. Dari aku belum lahir," tambahnya.

ADVERTISEMENT
Aneka panganan telah berkembang seiring zaman. Namun pesona olahan kerupuk yang dijalani keluarga Susilowati di Grobogan, Jateng belumlah pudar.Aneka panganan telah berkembang seiring zaman. Namun pesona olahan kerupuk yang dijalani keluarga Susilowati di Grobogan, Jateng belumlah pudar. Foto: Andhika Prasetia/detikcom

Meski meneruskan usaha ibunya, Susilowati mengatakan ia tetap menggunakan resep yang diwariskan ibunya. Dalam satu hari, ia dapat memproduksi hingga 1,5 kwintal kerupuk.

Adapun modal yang diperlukan untuk membuat kerupuk setiap harinya berkisar Rp 620 ribu. Modal tersebut ia gunakan untuk membeli tepung terigu dan tapioka.

"Setiap hari bisa produksi paling sedikit 75 kg, kalau ramai sampai 1 kwintal, 1,5 kwintal," katanya.

"Untuk sekali bikin itu untuk 2 karung tepung terigu sama 2 karung tepung tapioka. Sekarung itu 50 kg. Harga sekarung tepung terigu Rp 150 ribu, tepung tapioka sekarung Rp 160 ribu. (Modal) sekitar Rp 620 ribu untuk sekali bikin," lanjutnya.

Soal harga, kerupuk pati buatan Susilowati biasanya dijual seharga Rp 55 ribu untuk setiap ukuran 5 kg. Ia menyebut dalam sehari bisa menjual hingga 20 plastik dan mendapatkan omzet jutaan per harinya.

"Sehari bisa (jual) 20 plastik isi 5 kg harganya Rp 55 ribu. 1 kwintal Ada yang dibungkus kecil juga buat dijual dipisah, harganya Rp 12 ribu," katanya.

"Kalau ngecer (dijualnya) per plastik 1 kg. Kalau ke pasar dijual 1 bungkus 5 kg. Sehari kalau di pasar (bisa jual) 1 kwintal. Bisa dapat sekitar 1 jutaan per hari," lanjutnya.

Layaknya bisnis pada umumnya, bisnis kerupuk pati juga kerap mengalami kendala. Ia mengatakan saat musim hujan, ia membutuhkan proses waktu penjemuran lebih lama. Dampaknya, di musim hujan ia hanya bisa memproduksi 50 kg kerupuk dalam satu hari.

"Kalau musim hujan proses penjemuran lama sekitar 2 hari, kadang nyampe 3 hari kalau hujan terus berhari-hari. Biasanya di adonan juga jadi ada putih-putih. Nah itu mengganggu proses penggorengan, jadi nggak bisa bagus," katanya.

Aneka panganan telah berkembang seiring zaman. Namun pesona olahan kerupuk yang dijalani keluarga Susilowati di Grobogan, Jateng belumlah pudar.Aneka panganan telah berkembang seiring zaman. Namun pesona olahan kerupuk yang dijalani keluarga Susilowati di Grobogan, Jateng belumlah pudar. Foto: Andhika Prasetia/detikcom

Tak hanya itu, Susilowati juga sempat mengalami kendala permodalan dan produksi. Mengingat dulunya kerupuk pati masih dibuat secara manual sehingga belum bisa memproduksi dalam jumlah banyak. Untuk itu, ia memutuskan untuk mengajukan pinjaman ke Bank BRI untuk modal awal dan membeli mesin pemotong hingga freezer.

Adanya bantuan dari BRI sangat membantu usaha kerupuk Susilowati. Ke depan, ia berharap usaha kerupuk pati bisa lebih berkembang.

"Modal awal Rp 5 juta, sekarang tahap 3 pakai KUR ambil Rp 30 juta. Langsung ke BRI, dari awal BRI (sudah) 5 tahun lalu. Pas awal ambil alih usaha ibu buat beli pati, kanji. Pertamanya kan motong manual, terus pinjam lagi buat beli mesin sama freezer. Sebelum ada mesin paling buat 50 kg," katanya.

"Semoga bisa lebih berkembang lagi usahanya ke depan. Dengan adanya KUR bisa meringankan nasabah," tandasnya.

detikcom bersama BRI mengadakan program Sinergi Ultra Mikro di Bandar Lampung dan Semarang untuk memantau upaya peningkatan inklusi finansial masyarakat melalui sinergi BRI, Pegadaian, dan PNM dalam Holding Ultra Mikro. Holding Ultra Mikro berupaya mendukung pertumbuhan ekonomi yang kuat dan berkelanjutan untuk peningkatan UMKM di Tanah Air. Untuk informasi lebih lengkap, ikuti beritanya di https://sinergiultramikro.detik.com/.


Hide Ads