Tuku menjadi salah satu jenama kopi paling populer di Jakarta saat ini. Meski berawal dari kedai kopi kecil di bilangan Cipete, Jakarta Selatan, dalam 10 tahun Tuku berhasil tumbuh besar sampai saat ini.
CEO Tuku, Andanu Prasetyo, mengatakan kini dalam sehari rata-rata penjualan kopi Tuku mencapai 50 ribu gelas. Artinya, Tuku bisa menjual hingga 18 juta gelas kopi dalam setahun, dari 59 gerai yang dimiliki hingga hari ini.
"Mungkin 50 ribu lebih sehari sepertinya. Atau mungkin secara tonase, kita menghabiskan 50 ton biji kopi per bulannya." kata pria yang akrab disapa Tyo tersebut dalam program Big Cheese detikcom, ditulis Jumat (28/2/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satu penanda keberhasilan di usianya ke-10 tahun yang bakal jatuh pada bulan Juni ini, Tuku baru saja membeli hak penamaan stasiun MRT Jakarta di Cipete Raya. Meski enggan menyebutkan berapa biaya yang dihabiskan untuk membeli hak penamaan tersebut, Tyo bilang, biaya untuk membeli hak penamaan itu menghabiskan tabungan selama enam tahun.
"So far itu adalah hasil tabungan selama enam tahun. Tapi proses pas jalaninnya sih cukup cepat kemarin. Alhamdulillah, Cipete (Stasiun MRT) pada saat usia (Tuku) 10 tahun ini masih kosong, masih available dan alhamdulillah itu bisa terealisasi." kata dia.
Menariknya, awal mula Tyo memulai bisnisnya, ia justru ingin merek kopi Tuku miliknya hanya jadi 'begini-begini saja'. Ia cenderung menikmati jalinan relasi, atau engagement, antara dirinya dengan para konsumennya.
"Aku maunya 'begini-begini saja', karena yang aku nikmati adalah engagement-nya memang. It's not about jadi kopi paling enak, tapi the way kita explore kualitas kopi Indonesia itu bisa sampai mana. Setelah banyak eksplorasi dan bikin Kopi Susu Tetangga, banyak cerita-cerita seru di toko, dan itu ternyata kasih kita tingkat kenyamanan tersendiri, yang akhirnya aku bilang kayak, tidak usahlah, begini-begini saja kayaknya sudah lebih asik. Menjadi chain (rantai bisnis) kayaknya akan ribet," alasan Tyo.
Seiring perjalanannya, sebagai stakeholder, banyak hal yang rupanya harus ia tempuh supaya Tuku tetap langgeng. Di satu sisi, Tyo ingin Tuku punya dampak yang lebih besar bagi penikmat kopinya. Di sisi lain, ia juga ingin agar bisnisnya sustain dan punya rencana keberlanjutan baik dari segi bisnis maupun segi lingkungan.
"Aku memberanikan diri untuk membuang idealismeku terhadap stand alone store yang aku ingin, jadi aku tidak apa-apa jadi chain, tapi what kind of coffee chain yang akan aku bentuk merepresentasikan komersilnya kopi Indonesia," kata Tyo soal impiannya kala itu.
Setelah gerai Tuku pertama yang punya luas bangunan kurang dari 30 meter per segi di kawasan Cipete Raya, Tyo kemudian ekspansi gerai Tuku di salah satu communal space Ruci's Joint. Tak berlangsung lama, gerai itu kemudian dipindahkannya ke kawasan Pasar Santa.
Perjalanan Tuku tak berhenti sampai di situ. Secara total, kini Tuku telah memiliki 747 barista dari total of 1.263 karyawan yang dimiliki Maka Group. Kini Tuku memiliki 59 toko di Jabodetabek, Malang, Surabaya dan Yogyakarta. Sedangkan di Amsterdam Tuku sempat menjadi exhibitor beberapa kali di Amsterdam Coffee Festival dan Seoul Pop Up Store yang sudah selesai sejak April 2024 lalu.
(eds/eds)