Jakarta menjadi daerah primadona bagi perantau untuk mencari pundi-pundi rupiah. Itu yang dilakukan oleh seorang pengusaha busana Muslim bernama Surmiyati asal Bukittinggi, Sumatera Barat.
Dengan merek bisnis bernama Sayra, Surmiyati mengembangkan produknya hingga menembus pasar ekspor. Namun, perjalanan Surmiyati tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Bermodal nekat dan ijazah Sekolah Menengah Atas (SMA), Surmiyati berani menginjakkan kakinya di Jakarta. Sebelum berbisnis, Surmiyati mengawali kariernya membantu saudaranya berdagang pakaian di pusat perbelanjaan Tanah Abang. Ia juga tak melupakan untuk melanjutkan pendidikan ke bangku perkuliahan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Memang niatnya itu merantau langsung ke Jakarta. Kakak saya semuanya pedagang Tanah Abang, saya ikut bantu," kata dia ditemui di Gudang Sayra, Petukangan Utara, Pesanggrahan Jakarta Selatan.
Setelah lulus kuliah, Surmiyati sempat bekerja di perusahaan swasta sebagai sekretaris. Keputusan untuk membangun bisnis sendiri datang setelah Surmiyati menikah pada 2008.
Dahulu, Surmiyati memulai bisnis dari bertempat tinggal di sebuah kontrakan gang sempit. Ia mengatakan sanking sempitnya gang tersebut, hanya muat satu motor yang melintas.
"Dahulu kan semua saya masih mengontrak, saya kan sama suami awal merintis dari sama sama nggak bawa apa-apa. Jadi usaha berdua," ucapnya.
Merek Sayra dahulu terkenal hanya produk hijab saja. Pertama kali Surmiyati membuka lapak di sebuah pusat perbelanjaan Thamrin City.
Modal yang digunakan untuk memulai bisnisnya sangat terbatas. Namun tak membuatnya patah semangat.
Tak mengenal waktu, Surmiyati memulai aktivitasnya dari gelap hingga gelap lagi. Waktu tidurnya pun singkat.
"Waktu merintis benar-benar lumayan berat, saya dagangnya seminggu cuma dua kali, Senin dan Kamis, jualan dari jam 4 subuh sampai sore. Nanti sorenya itu balik ke rumah. Malamnya ke konveksi, pulang dari konveksi itu bisa jam 1, jam 2, tidur sejam langsung ke toko," tuturnya.
Beberapa waktu berjalan, hijab yang diproduksinya itu laku keras hingga memiliki ratusan reseller. Surmiyati juga berhasil memiliki 3 konveksi sendiri.
Namun, tidak ada yang tahu, pandemi COVID-19 melanda dan menjadi mimpi buruk bagi pelaku usaha.
Surmiyati pun merasakan pedihnya dampak dari pandemi. Dahulu orderannya hingga ribuan potong, tersisa ratusan potong dalam sepekan. Ia juga kehilangan resellernya.
"Bertahan aja itu kita udah bersyukur. Alhamdulillah saya nggak sampai yang vakum bener-bener tutup. Alhamdulillah tetap berjalan tapi menurunnya jauh bisa 1 banding 10," tambahnya.
Jualan di E-commerce
Melihat penjualan yang terus tergerus, Surmiyati dan suaminya beralih untuk berjualan online. Saat itu e-commerce yang menjadi pilihannya adalah Shopee.
"Alhamdulillah. Cepat naiknya di Shopee. Karena kan sebelumnya reseller tuh udah nyebarin merek produk saya. Jadi, brandnya itu sudah ada ya, sudah kebaca gitu ya pas saya live," ungkapnya.
Dia melakukan live shopping di platform tersebut. Peralihan usahanya juga terbilang tidak mudah. Untuk meningkatkan penjualannya, live shopping yang dilakukan selama 24 jam.
"Saya fokus online aja. Fokus online aja di sini. Ramai, saya pernah nge-live sampai saya 24 jam nge-live," ujarnya.
Surmiyati kini telah memiliki konveksi dan gudang tempat pengiriman serta packing sendiri. Padahal, Surmiyati, dahulu masih harus mengontrak sana sini.
Produk yang dijualnya juga semakin variatif. Tak hanya hijab, busana muslim jadi produk andalannya.
Terkait penjualan, kini bisnis Surmiyati terus berkembang pesat setelah penurunan tajam saat pandemi. Penjualannya kini telah ke seluruh Indonesia. Karyawan yang dimiliki juga kembali bertambah.
"Sekarang live shopping sudah ada host sendiri," ucapnya.
Bahkan, resellernya ada yang membawa produknya ke luar negeri hingga ke Malaysia, Singapura, Dubai, hingga Maldives. Meski menurutnya tidak banyak, Surmiyati berkeinginan produknya bisa terus diekspor ke negara-negara dengan angka penduduk muslim yang tinggi.
"(Pengiriman terjauh) Seluruh Indonesia ke Aceh, Papua. (Untuk ekspor) Ada reseller yang jual ke sana, Singapura, Malaysia, Dubai. Sampai ke luar juga banyak saya juga kirim ke Maldives. Ya pokoknya tahun ini targetnya saya sama marketing itu ngejar ekspor produk lokal itu bisa dikenal di luar," pungkasnya.
Lihat juga video: Kenali Fase Culture Shock yang Kerap Dialami Perantau