Pengusaha Kampung Ketupat Cimahpar Naik Kelas Bersama Klasterku Hidupku

Pengusaha Kampung Ketupat Cimahpar Naik Kelas Bersama Klasterku Hidupku

Debora Danisa Kurniasih Perdana Sitanggang - detikFinance
Senin, 03 Mar 2025 23:26 WIB
Kampung Ketupat
Siti Latifah tengah mengecek rebusan ketupat yang akan dijual ke Pasar Bogor.Foto: Debora Danisa Kurniasih Perdana Sitanggang/detikcom
Bogor -

Kampung Bojong di Kecamatan Cimahpar, Kabupaten Bogor, telah lama dikenal sebagai Kampung Ketupat. Pasalnya, sebagian besar warga desa ini memang merupakan produsen ketupat. Salah satunya Jamhuri, atau yang biasa disapa Ajam.

Ketika detikcom mencari kediamannya pada Rabu (19/2) lalu, warga sekitar yang ditanya sempat tak tahu siapa Jamhuri. Begitu keluar kata kunci 'ketupat', barulah orang-orang paham. Yang dimaksud ialah Ajam. Bisa dibilang, tak ada yang tak kenal sosok Ajam di kampung ketupat ini.

"Di Bogor ini kan kebanyakan yang jualan ketupat memang orang Cimahpar. Yang jualan di Citeureup juga masih orang sini, (yang jualan di) Cibinong masih orang sini. Makanya dulu di sini sampai masuk TV, kampung ketupat, ya kampung ini," tutur Jamhuri saat berbincang dengan detikcom di teras rumahnya, Rabu (19/2/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bersama sang istri, Siti Latifah, Jamhuri memulai usaha ketupat pada 2010. Kala itu, sudah banyak warga yang lebih senior memproduksi ketupat. Latifah sendiri salah satu kuli yang menganyam cangkang-cangkang ketupat belasan tahun lalu.

"Sekarang sudah 15 tahun usaha ketupat. Tadinya mah kuli ke orang, bikin cangkang ketupatnya. Terus pengin buka usaha sendiri," tutur Latifah menimpali.

ADVERTISEMENT

Jamhuri dan Latifah memulai dengan langkah kecil. Awalnya mereka memberanikan diri dengan modal pinjaman dari orangtua. Dari modal awal Rp 300 ribu di tahun 2010, mereka mengolah 5-10 liter beras menjadi tak sampai 100 biji ketupat.

Usaha ketupat ini dimulai berdua. Namun, untuk saat ini, Latifah yang bertanggung jawab sepenuhnya. Jamhuri memilih berbisnis di bidang lain. Ada usaha jual motor hingga ternak kambing.

Rutinitas Latifah cukup padat tiap hari. Sejak pukul 03.00 hingga pukul 10.00, dia dan para pekerja memasukkan beras ke dalam ratusan cangkang ketupat, lalu merebusnya dalam dua sampai tiga dalung (dandang) raksasa. Setidaknya ada 7-10 orang yang membantu Latifah.

Rebusan ketupat biasanya selesai sekitar pukul 16.00. Ketupat diangkat dari dalung, kemudian diantar ke pasar-pasar pukul 22.00. Subuhnya berulang lagi. Kesibukan lebih padat pada akhir pekan. Sebab, pesanan ketupat sedang banyak-banyaknya.

"Setiap hari bikin 2 ribu ketupat. Paling banyak bisa bikin 3 ribu, kalau malam Sabtu, malam Minggu. Yang pesan kebanyakan penjual ketoprak, penjual sate, katering. Vila-vila juga pesan, karena Sabtu-Minggu pada ramai orang menginap," cerita Latifah.

Pinjaman dari BRI

Setelah usaha ketupatnya berjalan kurang lebih 5 tahun, Latifah dan Jamhuri mencoba mengajukan pinjaman ke bank pada 2015. Salah satunya ke BRI. Kebetulan tak jauh dari rumah mereka, jarak sekitar 1,5 kilometer, ada BRI Kantor Unit Cimahpar.

"Kita kan butuh modal, akhirnya ngajuin. Tahunya dari bank, kan dekat. Datang ke banknya bikin tabungan, terus ada yang nawarin modal usaha, ya udah ikutan," kata Latifah.

Diakui Latifah, prosesnya cukup mudah. Apalagi usaha ketupat mereka sudah terlihat mata. Pinjaman pertama yang disetujui sebesar Rp 100 juta. Dari situ, Latifah dan Jamhuri bisa mengembangkan usaha ketupat dengan pesat. Yang awalnya hanya produksi 100 biji, jadi minimal 2.000 biji. Pada hari-hari biasa, paling sedikit mereka bisa meraup omzet Rp 1,5 juta hingga Rp 2 juta.

Tak cuma berjualan ketupat jadi, mereka juga menjual janur. Satu 'gabung' atau ikat janur yang dijual berisi 1.000 lembar daun, dengan panjang 1 meter bahkan lebih.

"Orang sini kan jualnya ketupat semua. Beli janurnya di saya," ujar Latifah seraya menunjukkan contoh satu ikat besar janur.

Kebutuhan menjelang Lebaran sudah pasti bakal membengkak. Latifah memperkirakan harga beras bakal melonjak. Karena itu, ia dan suaminya berencana mengajukan pinjaman lagi untuk menghadapi Lebaran. Sejauh ini, mereka sudah top up tiga kali, dengan nilai Rp 250 juta di tahun 2024.

"Pengin usaha baru juga, ketupat doclang (ketupat dengan bumbu kacang), tapi modalnya belum ada. Belum mulai. Harus bikin gerobaknya dulu. Yang mau jual sudah ada," tandas Latifah.

Mantri BRI Unit Cimahpar Koko Priono menjadi penanggung jawab bagi Jamhuri dan sejumlah perajin ketupat lainnya di Kampung Bojong untuk saat ini. Melalui Jamhuri, Koko lebih mudah menjangkau para produsen ketupat yang memang saling mengenal di daerah tersebut.

"Klaster Ketupat ini awalnya karena saya lihat dia (Jamhuri) penyuplai daun kelapanya dan mempekerjakan orang-orang sekitar juga. Banyak pengusaha ketupat yang ambil janur di Pak Jamhuri. Kami lakukan pendekatan supaya semua (perajin ketupat) bisa ditangani BRI," kata Koko kepada detikcom, dihubungi Jumat (28/2/2025).

Setidaknya ada delapan orang yang tergabung ke dalam kelompok usaha Klasterku Hidupku dan dibina BRI Unit Cimahpar. Menurut Koko, Jamhuri sendiri sudah tergolong UMKM yang naik kelas. Namun, masih banyak perajin lainnya yang belum menjadi nasabah BRI. Potensi pengembangan usaha di kampung ketupat ini dinilai masih sangat besar.

"Di situ potensinya gede. Nasabah yang memang membutuhkan modal usaha, bisa kita bantu," lanjut Koko.

Sementara itu, Micro Business Area Head BRI Jakarta Regional Office (RO) 2, Setyo Agung Yulianto, menjelaskan bahwa pengusaha yang tergabung dalam Klasterku Hidupku tak hanya dibantu dari sisi permodalan. Mereka juga diberi pemberdayaan dan edukasi.

"Misal ada klaster perajin ketupat, apa kendala klaster tersebut? Kita juga ada pihak-pihak yang konsen di situ. Sehingga para pelaku klaster di sini kita bantu mengatasi kendala-kendala yang terjadi," jelas Setyo dihubungi detikcom, Rabu (26/2/2025).

Menurut Setyo, klaster ketupat di Kampung Bojong ini menjadi salah satu gambaran betapa uniknya nasabah Klasterku Hidupku di wilayah Bogor. Masing-masing wilayah punya ciri khas, seperti Cimahpar yang dikenal dengan ketupatnya. BRI pun berkomitmen untuk memberdayakan ciri khas tersebut agar dikenal lebih luas.

"Misal dari sisi kuliner, apa yang menjadi ciri khas di wilayahnya sendiri. Mereka sangat semangat berwirausaha, sehingga kami juga semangat menyatukan mereka untuk saling mensupport," pungkasnya

(des/hns)

Hide Ads