Boneka muslimah itu adalah si Salma. Boneka itu berasal dari keprihatinan Sukmawati Suryaman terhadap boneka mainan anaknya yang berpakaian minim.
"Saya merintis usaha ini tahun 2006, waktu itu anak saya bermain boneka serupa dengan pakaian yang minim. Saya takut anak saya yang belum bisa mencerna ikut terpengaruh gaya berpakaian boneka itu. Akhirnya saya berpikir bagaimana kalau anak saya memainkan boneka muslimah," ungkap Sukmawati kepada detikFinance, Rabu (11/6/2008).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hingga saat ini produksi bonekanya yang bernama Salma masih sekitar 250 boneka perbulannya dengan 6 pekerja. Sukmawati optimistis bisa memenuhi permintaan akan boneka muslimah yang terus naik seiring kesadaran berpakaian religius mulai digemari dari anak-anak hingga dewasa.
"Omset saya masih kecil, karena hanya ambil untung antara 10-20%. Namun berkat saya memasarkan lewat website banyak pembeli dari luar negeri yang tertarik diantaranya dari Amerika, Bangladesh dan Jerman," tutur ibu satu anak yang bergelar magister teknik ini.
Produknya yang dibandrol sekitar 55 ribu hingga 65 ribu kini sudah bisa ditemui di penjuru Indonesia. Namun Sukmawati mengaku usahanya yang masih tergolong Usaha kecil dan menengah ini terbentur manajemen yang belum handal.
"Saya sekarang masih bingung mencari distributor di daerah. Dulu juga sempat masuk Carrefour tapi akibat kenaikan harga BBM lalu jadi istirahat dulu tidak masuk kesana," ujarnya.
Kenaikan harga BBM mulai 24 Mei lalu menurut Sukmawati sedikit banyak sempat menggerus omset si Salma. Namun ia yakin omsetnya bisa kembali naik.
"Akibat kenaikan BBM lalu permintaan turun hampir 50%, tapi saya yakin sebentar lagi akan kembali normal," Ujarnya.
Kedepan, Sukmawati yakin industri ini semakin diminati dan akan semakin banyak kompetitornya. Mengingat peminat bonekanya bukan hanya anak-anak tapi juga ibu-ibu, remaja bahkan bapak-bapak.
(arn/qom)