Hanggar pesawat senilai Rp 585 miliar tersebut diresmikan oleh Direktur Utama Garuda Indonesia Arif Wibowo dan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno.
Hanggar ke-4 milik GMF itu merupakan warisan dari direksi PT Garuda Indonesia periode sebelumnya. Sosok yang menggagas dan menyetujui proyek hanggar pesawat terbesar ini adalah Emirsyah Satar, mantan Dirut Garuda.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Emir saat itu memandang Indonesia sebagai pasar besar untuk bisnis perawatan pesawat namun fasilitas dan hanggar perawatan pesawat masih terbatas sehingga masih ada maskapai Indonesia yang merawat pesawatnya di luar negeri. Setidaknya, ada ratusan pesawat narrow body beroperasi di tanah air.
"Saya melihatnya di Indonesia pasar terbesar untuk narrow body. Kalau kita totalkan pesawat di Indonesia untuk pesawat narrow body itu ada Airbus 320 dan Boeing 737 ada ratusan. Di Indonesia dan ASEAN juga sangat banyak," kata Emir kepada detikFinance, Senin (28/9/2015).
Selain itu, Emir memandang mekanik di GMF telah berpengalaman. Apalagi, GMF telah memperoleh sertifikasi dunia untuk perawatan pesawat dari European Aviation Safety Agency (EASA) dan Federal Aviation Administration (FAA). Untuk bengkel pesawat sejenis di luar negeri, Indonesia memiliki keunggulan dari tarif yang lebih kompetitif.
"Di Indonesia hanya GMF yang bersertifikat dunia. Itu sudah jaminan kualitas," ujarnya.
Alasan lain dari pendirian bengkel pesawat ke-4 milik GMF untuk menarik devisa. Indonesia bisa menahan atau menarik dolar yang dikeluarkan oleh maskapai Indonesia atau maskapai asing. Umumnya, biaya perawatan pesawat berbadan kecil dan berbadan lebar (wide body) memakai dolar Amerika Serikat (AS).
"Saat itu, kita berpikir pesawat yang merawat di dalam negeri bisa hemat devisa, kemudian capability engineer kita akan meningkat," sebutnya.
Emir saat itu tidak berpikir menyaksikan peresmian hanggar GMF ke-4 di area Garuda City Centre, Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten. Ia dan jajaran manajemen Garuda periode itu hanya beripikir potensi pasar yang besar dan berpikir jangka panjang dari hanggar pesawat.
"Kita sebagai manajemen perusahaan berpikir jangka panjang walaupun nanti yang menikmati manajemen berikutnya. Kita berpikir berkelanjutan karena kalau kita nggak investasi, nanti susah ke depan," ujarnya.
(hen/ang)











































